Bulan dan Bintang

989 Words
Hari ini adalah hari masuknya Bulan dan Bintang. Semua siswa di sekolah ini berbondong-bondong menuju gerbang cuma buat bertemu mereka. Tidak terkecuali Brenda, ya siapa juga yang bakal melewatkan kesempatan emas ini coba. "Wahhh itu mereka!" seru salah satu siswa sangat heboh saat melihat kedatangan Bulan dan Bintang. Semua siswa ikut menatap kagum kearah mereka. Bulan dengan keanggunan dan kecantikanya mampu menarik perhatian semua lelaki di sekolah ini. Dan jangan lupakan Bintang. Kakak lelaki Bulan ini juga sangat tampan, bahkan mungkin lebih dari kata tampan untuk menggambarkannya. Namun entah mengapa Brenda merasa ada yang aneh. 'Kenapa aku merasa ada yang ... aneh?' batin Brenda dengan firasat nya sendiri. Brenda juga melihat mereka dengan tatapan kagum seperti yang lainnya, tapi entah kenapa dirinya tiba-tiba ingin pergi dari sana. Gadis itu tiba-tiba merasa tidak nyaman. Brenda berjalan menuju kamarnya, namun ditengah perjalanan dirinya dikejutkan oleh seseorang. "Bukankah dia cowok judes dan nyebelin itu?" gumam Brenda yakin dengan tebakan nya. Brenda berjalan melewatinya begitu saja seolah dia hanya angin lalu, toh dia sendiri yang kemarin menghinanya saat Brenda hanya menatapnya. Brenda cukup pendendam tau. Tapi tiba-tiba. "Brenda Carolyn!" Brenda menghentikan langkahnya tepat saat lelaki itu memanggilnya. Gadis itu menoleh, sepertinya kali ini dirinya bukan hanya geer saja. "Manggil aku, kan?" tanya Brenda ragu menunjuk dirinya. Lelaki itu mendekati Brenda lalu menatapnya intens seolah sedang menilainya. "Kamu yang kemarin ngelihatin aku, kan?" Deg .... mau mati aja rasanya Brenda sekarang, harga dirinya benar-benar dipertaruhkan. "Eung.. i-iya." Jawab Brenda kikuk karena malu. Lelaki itu mengangguk lalu mengulurkan tanganya. "Stev." Katanya malah memperkenalkan diri. Brenda awalnya bingung namun akhirnya dia memutuskan untuk menjabat tangan nya. "Brenda." "Udah tau." Balasnya cuek, kurang ajar sekali lelaki ini. 'Kan ngajak kenalan ya aku sebutin nama lah! Dasar nyebelin untung ganteng jadi termaafkan!' kesal Brenda membatin. "Gak usah ngomel dalam hati." Kata Stev santai. Brenda membelalak, "ka-kamu bisa baca pikiranku?" tanya Brenda kaget setengah mati, mampus dirinya jangan-jangan Stev setingkat enchanter. Stev mengangguk. "Bisa." Brenda mangap, demi kerang laut .... Brenda mau hilang dari bumi saja rasanya. "Tapi tidak." Lanjutnya. "Hah?!" ini Brenda yang lemot apa Stev yang membodohi dirinya deh. "Kamu gak jelas." Ujar Brenda tanpa sadar, lagian lelaki ini memang benar gak jelas kok. Stev menatap Brenda dengan pandangan tak terbaca. "Aku memang bisa membaca pikiran semua orang ... kecuali kamu." Jelasnya dengan deep voice di akhir kalimat, sangat misterius bagi Brenda. Brenda mengernyit. "Kok bisa?" bingungnya. Stev menggedik tenang. "Aku juga bingung, bagaimana bisa ini terjadi?" terangnya menjawab. Brenda nampak berpikir, dan tak lama dirinya tersentak, tiba-tiba sebuah jawaban hinggap di pikirannya. "Mungkin karna aku hanya setingkat magician!" kali ini Brenda sangat yakin kalau jawabnya tidak meleset. "Kamu kira hanya dirimu saja gitu di dunia ini yang setingkat magician?" sindirnya dengan wajah kurang ajar seperti biasa. "Jadi kamu bisa membaca pikiran penyihir yang hanya setingkat magician?" tanya Brenda menyimpulkan, berarti perkiraannya meleset. Stev hanya mengangguk kecil sebagai pembenaran. "Aku bisa membaca pikiran semua orang sejauh ini, kecuali kamu." Ucapnya dengan penekanan di akhir kalimat. "Kamu ... enchanter?" tebak Brenda. "Hm." "Kamu penyihir kelas 2 dong. Waw hebat!" kagum Brenda, tak lama menatap arloji di tangan nya. "Ah, aku duluan ya sudah mulai gelap." Pamit Brenda. "Tunggu, kamu mau berteman dengan ku?" Srev menatap Brenda tak terbaca Brenda tersentak, kemarin saja gaya nya selangit eh sekarang malah ngajakin kenalan. Tapi yah apa boleh buat, untung dia ganteng, kan jadi sayang kalau ditolak. "Boleh!" lalu Brenda berlalu pergi setelah itu. Yah ... gitu-gitu kan Brenda baik orang nya. ::::::::::::::::: [Kelas 1F] Brenda mencatat apapun yang guru nya katakan. Brenda tidak henti-hentinya mengeluh kesal sejak tadi karena gurunya tidak berhenti menjelaskan, emang dikiranya Brenda mesin berjalan apa. "Baiklah sekian penjelasan dari saya, sampai jumpa Minggu depan." Ucap guru tersebut lalu meninggalkan kelasnya. Memang kelas belajar hanya masuk seminggu sekali, ini memang sekolahan tapi belajar tidak terlalu dibutuhkan karena yang paling penting yaitu kelas pengendali yang masuk setiap hari kecuali Minggu. Semuanya merapikan alat tulisnya, "kita ke kantin, yuk!" ajak Resa yang selalu bersemangat. "Yuk!" seru mereka serempak lalu berjalan senang menuju Kantin. Di kantin. Brenda sedang menikmati makanan nya, sampai tak lama gadis itu teringat sesuatu. "Eh ... kalian tau gak sih, di sekolah ini ada yang sekelas enchanter?" tanya Brenda memulai percakapan. Mereka mengangguk, "iya ada satu orang, emangnya kenapa?" heran Bia menimpali. "Kelas berapa, Bi?" tanya Brenda semakin kepo. "Kelas 2C. Emang kenapa, sih?" jawab dan tanya Bia sekaligus, makin penasaran. Brenda menggeleng. "Gak kok, cuma kepo aja karna kemarin ada yang ngomong soal enchanter gitu. Hehe." Bohong Brenda menyengir. Semuanya cuma ber oh ria saja. Tidak lama suara riuh mulai terdengar menggema ke seluruh penjuru kantin, Brenda menatap pintu masuk dan disana terdapat Bulan dan Bintang yang sedang berjalan bersama. Oh jelas aja tiba-tiba jadi rame, ternyata ada mereka. "Wah gila gak sih kita bisa liat mereka langsung!" seru Resa semangat dengan mata berbinar-binar, sepertinya gadis itu sudah menjadi fans mereka. "Apalagi lihat sage, kan setingkat sage tuh cuma tercatat satu orang sepanjang sejarah, dan sekarang kita dapat kesempatan lihat Putri Bulan langsung." Ucap Bia menangkup pipinya terpukau. "Udah tau!" balas Brenda, Resa, dan Megi bersamaan. Bia menggaruk tengkuk kikuk, "hehe iya lupa." "Tapi masa Bulan beneran setingkat sage, sih?" tanya Megi masih tidak terlalu percaya. Resa langsung mengangguk cepat, "beneran tau, kalian mau bukti?" tanya Resa yang diangguki semuanya. "Kemarin Bulan berhasil ngalahin seorang enchanter dan sorcerer secara mudah!" jelas Resa menggebu seperti biasa. Megi mengerutkan dahi. "Tapi kalo gitu doang ya belum bisa di sebut sage juga kali!" Resa mengibaskan tangan nya. "No no no. Bukan hanya itu aja, tapi Bulan juga punya tanda lingkaran di lehernya, tuh kalian lihat sendiri." Jelas Resa menunjuk kearah leher jenjang Bulan. Tanda yang hanya dimiliki sage saja. Mereka melihat kearah Bulan dan ... benar. "Sekarang aku percaya." Ucap Megi dengan tatapan tak terbaca kearah Bulan. Sedangkan Brenda hanya menyeruput minuman nya malas. Mau sage atau apa lah, Brenda tak peduli juga. *** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD