Alina dan Adi keluar dari mobil dan disambut oleh pelayan yang membuka pintu utama rumah mewah tersebut.
‘Jadi kakeknya Adi itu orang kaya?’ Batin Alina.
Alina masuk ke rumah itu beriringan dengan Adi.
Alina duduk di ruang tamu yang sangat mewah. Adi berdiri di depannya dan berkata, "Kamu tunggu di sini. Aku akan panggilkan kakek." Alina mengangguk, dan Adi pergi meninggalkan Alina sendirian di sana.
Sementara itu, asisten rumah tangga yang menyambut kedatangannya juga pergi, entah ke mana.
Alina memperhatikan semua detail ruang tamu itu. Di dinding, tampak ada lukisan abstrak yang menarik perhatiannya. Dia duduk dengan nyaman, menikmati keindahan ruangan tersebut sambil menunggu kedatangan kakek Adi.
Alina pun berkata dalam hati, ‘kenapa aku hanya menemui kakeknya saja? Apa Adi tak punya orang tua?’
Alina terdiam, terpesona oleh lukisan abstrak di dinding, ketika Adi datang dengan seorang laki-laki yang sudah lanjut usia. Laki-laki itu duduk di kursi roda yang didorong oleh Adi. Alina memprediksi bahwa itu kakeknya Adi.
Laki-laki itu tersenyum pada Alina sambil berkata, "Oh, ini gadis yang akan kamu nikahi, Almeer." Adi mengangguk, "Iya, kakek."
Kakek itu pun bertanya, "Siapa namamu?"
Alina menjawab, "Nama saya Alina Maheswari."
"Ah, nama yang indah," pujinya.
"Saya Willy Adhitama, kakek dari Almeer Adara Adhitama, calon suamimu."
Alina tampak terkejut mendengar nama itu. Baginya, nama Adhitama tidak asing. Setelah mengingatnya, Alina berkata, "Anda pemilik perusahaan Adhitama Group?"
Willy mengangguk. Alina kembali bertanya, "Yang punya jasa ekspedisi juga?"
Willy menjawab, "Ya. Kamu juga sempat bekerja di sana, bukan?"
Alina mengangguk. Willy lalu berkata, "Ayo, mari kita lanjutkan obrolannya sambil kamu duduk." Alina pun mengangguk, dan mereka melanjutkan obrolan mereka.
Dari obrolan itu Alina tahu jika sebenarnya Adi hanya pura-pura jadi sopir di jasa ekspedisi tempat ia bekerja. Ia juga sekarang tahu jika Adi adalah pewaris utama dari semua perusahaan di bawah naungan Adhitama Group.
Alina pun berkata dalam hati, ‘pantas saja dia bilang aku harus terbiasa naik mobil mewah, lalu ke kampung paman naik helikopter. Orang dia adalah miliarder. Dan dia mau membayarku sepuluh juta per sebulan.’
Tapi, saat Alina berpikir Adi adalah miliarder, otaknya langsung melayang jika Adi adalah orang yang super sibuk dan diktator.
Pikiran Alina dibuyarkan oleh perkataan Willy, “Baru kali ini Adi senekat ini. Alina, tampaknya kamu adalah gadis istimewa,” puji Willy.
Alina yang tahu kenyataan jika Adi cucu seorang miliarder pun merasa sangat rendah diri, ia pun berkata, “saya ini hanya gadis biasa, Tuan. Saya hanya lulusan SMA.”
Willy pun bertanya, “apa kamu mau jika melanjutkan pendidikan?” Alina pun mengangguk, “ya. Tentu saja Tuan.”
Willy pun berkata, “oke, setelah kuliah kamu kuliah saja,” titahnya. Alina cukup terkejut dengan perkataan Willy. Alina pun melihat ke arah Adi seakan meminta persetujuan. Adi pun mengangguk pelan. Alina pun menjawab, “baik Tuan. Dengan senang hati.” Willy pun tersenyum.
Willy pun tersenyum. Lalu meminta pada Alina, “Alina, mulai sekarang kamu panggil saya Kakek, ya! Kamu kan sebentar lagi akan menikah dengan Adi.”
Alina pun mengangguk dan dengan hati-hati ia menjawab, “baik kek.”
Willy tersenyum lalu berkata, “oh iya. Kamu mungkin bertanya-tanya, dimana orang tua Adi.”
Willy melanjutkan, “Adi tinggal hanya bersama saya, kakeknya. Sementara ayah, ibu dan saudaranya tinggal di kota lain. Tapi mereka akan datang diacara pernikahan kalian.” Alina mengangguk mengerti, pertanyaannya tadi terjawab sudah.
“Mungkin kamu akan bisa bertemu dengan mereka sehari sebelum menikah,” tambahnya.
“Baik kek,” jawab Alina.
Setelah mengobrol panjang lebar, Adi pun berkata, “kakek, aku dan Alina harus cek persiapan pernikahanku. Kakak nanti bisa mengor dengan Alina lagi ya?”
Willy pun menjawab, “ah iya tentu saja.”
“Pergilah,” titahnya.
Adi dan Alina pun pamit dan keluar dari rumah mewah itu.
Setelah pamit pada Willy, Alina dan Adi kembali di dalam mobil. Adi yang menyetir berkata, "Kita langsung cek gaun untukmu nanti."
Bukannya menjawab perkataan Adi, Alina malah bertanya, "Kenapa kamu tak bilang jika kamu adalah pewaris dari Adhitama Group?"
Adi menjawab, "Itu bukan hal yang penting."
Alina berseru, "Penting! Katanya aku ini calon istrimu."
Adi sekilas melihat ke arah Alina lalu fokus lagi mengemudi. Dia lalu berkata, "Ingat ya! Kamu itu hanya istri bayaran, bukan istri sah. Aku rasa kamu tak perlu tahu tentangku dan ingat kamu tak boleh mengurusi urusanku."
Alina terpaksa harus menelan pil pahit kenyataan bahwa ia hanya istri bayaran. Dan setelahnya ia memilih diam.
Alina lalu berkata dalam hati, ‘meskipun aku ini hanya istri bayaran. Tapi di mata orang aku ini istri seorang miliarder. Mimpi apa aku bisa punya nasib seperti ini.’
Sesampainya di butik, Adi dan Alina disambut oleh seorang pegawai. Rupanya, Alina sudah dibuatkan gaun khusus untuk pernikahannya nanti.
Saat Alina yang sedang mencoba gaun di ruang ganti ia terpesona dengan gaun itu. Gaun putih itu terlihat sangat mewah dan elegan, ia merasa sedang memakai gaun seperti putri di dongeng-dongeng yang pernah ia baca. Cantik.
Alina pun bertanya pada pegawai yang ada di sana, "Apakah gaun ini benar-benar dipesan untukku?" Alina tak percaya karena setahunya jika pesan gaun pasti harus ada ukurannya dulu.
Pegawai itu mengangguk, "Tentu saja, nona. Tuan Almeer langsung yang memesan. Ukurannya pas bukan?" tanya pegawai itu.
Alina pun mengangguk, "Ya, pas sekali."
Pegawai itu tersenyum dan berkata, "Anda beruntung mendapatkan Tuan Almeer." Alina terdiam dan tersenyum.
Alina yang tadinya enggan menunjukkan penampilannya pada Adi, akhirnya didorong keluar oleh pegawai. Agar Adi yang sedari tadi menunggunya di sofa dapat melihat penampilan Alina.
Pegawai perempuan itu berkata, "Tuan, ini gaun yang Anda pesan. Gaunnya pas sekali dengan tubuh Nona."
Adi yang tengah sibuk dengan ponselnya, melirik sekilas dan berkata, "Oke, bagus."
Alina mengerutkan kening, ada rasa kecewa di hatinya karena Adi hanya berkomentar seperti itu. Namun, ia sadar bahwa ia bukan calon istri sungguhan, melainkan istri bayaran.
Setelah dari butik, Alina dan Adi kembali ke mobil. Adi berkata, "Aku rasa cukup untuk hari ini. Besok kita ke hotel untuk melakukan cek tempat kita akan menikah." Alina hanya mengangguk sebagai jawaban.
Setelah itu, Adi mulai melajukan mobilnya keluar dari butik. Baru beberapa meter keluar dari sana, Adi mendengar suara keroncongan dari perut Alina.
Alina langsung memegangi perutnya, merasa malu. Alina berkata dalam hati, 'Kenapa harus bunyi sih?'
Alina diantarkan oleh Adi hingga depan gang tempat kosnya. Alina turun dari mobil dan mobil kembali melaju lagi.
Alina berkata dalam hati sambil melihat mobil mewah yang dikendarai Adi menjauhinya, 'Nasib jadi istri bayaran. Aku lapar saja, dia tak peduli.' Alina langsung berjalan ke arah kosannya.
Setibanya di sana, ia langsung memasak mie instan kuah dan menikmatinya dengan tiga buah cabe rawit. Alina pun berkata, "Menikmati mie di siang hari ketika sangat lapar rasanya, mantap."
Baru saja menghabiskan mie nya, Alina dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Alina penasaran siapa yang datang.
“Tunggu,” ucapnya.
Dan saat pintu dibuka, Alina kaget melihat siapa yang datang.