Alexa sedang menunggu jemputan dari halte kampus. Pasca kejadian senior yang menyiramnya dengan cokelat panas tadi tak sedikit mahasiswa dan mahasiswi yang menyemangatinya. Girls support girls ada di dalam circle Alexa. Begitupun sebaliknya.
Alexa masih bersyukur karena di dunia ini ia masih dapat menemukan orang-orang baik yang membantunya serta mendukungnya untuk bangkit dari permasalahan. Alexa yang mengira dunia perkuliahan sangatlah mengerikan ternyata tidak semengerikan dan menakutkan dengan apa yang dirinya duga. Ia masih bisa bernapas lega karena orang-orang baik masih berpijar di sekelilingnya tidak melulu soal tentang orang jahat maupun iri dengki terhadap apa yang ia miliki.
“Alexa, aku pulang duluan, ya. Taxi online yang kupesan dari aplikasi tadi sudah sampai.” ujar Amara kepada Alexa.
“Oh, iya, tentu saja.”
“Take a care ya, Alexa and bye!”
“Bye! Hati-hati, Amara!”
“Oke, siap!”
Amara pun membuka pintu taxi online yang sudah ia pesan sejak ia dan Alexa berada di halte. Setelah mengucapkan salam perpisahan kepada Alexa. Taxi online yang Amara tumpangi akhirnya pergi dari sana meninggalkan Alexa yang tengah menunggu jemputannya.
Tak lama berselang dari kepergian Amara, akhirnya jemputan Alexa datang. Ya, kini dengan mobil yang berbeda lagi tentunya di setiap pertemuan. Kali ini sang sopir membawakan mobil Lexus LS 500 berwarna putih s**u untuknya menjemput sang majikan yang tak lain adalah Alexa sendiri.
“Ayo, masuk, Nona.” sopir itu membuka kaca jendela.
Ken keluar dari mobil itu dan membukakan pintu untuk Alexa masuk.
“Terima kasih, Ken.” ucap Alexa berterima kasih kepada Ken.
“Sama-sama, Nona Alexa.” jawab Ken namun saat ia melihat Alexa berjalan masuk mobil untuk mendahului dirinya, Ken melihat belakang leher Alexa terpampang jelas warna kemerahan seperti luka lebam atau memar dikarenakan suatu hal namun karena masih di tempat umum Ken mengurungkan niatnya untuk menanyakan hal tersebut kepada Alexa, ia akan bertanya saat mereka sudah sampai di rumah keluarga Haires saja.
***
Mobil Lexus LS 500 itu melaju kencang memasuki halaman rumah keluarga Haires yang besar bak istana raja. Gerbang otomatis yang dapat mendeteksi keberadaan mobil di sekitarnya seketika itu juga terbuka sendiri.
Sang sopir memberhentikan Lexus LS 500 itu tepat di depan pintu masuk utama rumah keluarga Haires.
Ken keluar dari dalam mobil dan segera membukakan pintu yang dapat menjadi jalan agar Alexa dapat keluar dari sana.
Alexa berjalan masuk menuju pintu utama, ia menekan tombol touch id yang ada di samping pintu utama tersebut. Tak perlu membutuhkan waktu yang lama pintu utama itu telah terbuka karena akses dari touch id yang Alexa sentuh.
Alexa pun berjalan menuju lift untuk sampai ke kamarnya. Rumahnya sudah mirip seperti bangunan-bangunan mewah dan megah layaknya hotel bintang lima, mall elite, apartemen mewah, atau bahkan istana kerjaan di dunia fiksi maupun di dunia asli. Benar-benar mengagumkan!
Arsitektur rumah Alexa juga terlihat seperti rumah glamor. Banyak emas ataupun berlian yang tertempel di sudut-sudut ruangan. Bahkan pintu utamanya pun sangat besar dan juga mempunyai kerikil berlian di setiap sisinya.
***
Malam ini, Alexa terlihat sedang bingung. Ia mengitari kasur king size-nya tidak jelas seperti tak memiliki arah tujuan.
Terkadang jika sedang tidak ada kerjaan seperti ini Alexa memang suka bingung sendiri ingin melakukan aktivitas apa.
Belajar? Sudah ia lakukan.
Bermain ponsel? Alexa sudah terlalu puas memainkan konsepnya.
Bermain video game? Alexa bosan selalu menang dalam pertandingan di dalam video game tersebut.
Atau, membaca buku novel? Tentu saja sudah dilakukannya. Selain belajar dan bermain game Alexa juga menyukai membaca tumpukan buku yang menurut sebagian orang membosankan namun tidak dengannya.
Alexa memiliki buku yang banyak hingga mempunyai ruangan khusus perpustakaan buku yang berada di lantai dua. Papa dan Mama-nya memang sengaja membuatkan ruangan perpustakaan itu untuk membuat hati Alexa senang.
Setiap minggu selalu saja ada buku baru yang terpajang di sana. Entah karena Myra membelikannya atau bahkan Alexa sendiri yang suka bolak-balik ke toko buku membeli tumpukan buku untuk dijadikan koleksinya dan juga bacaannya.
Kepalanya serta lehernya memang masih terasa perih karena efek cokelat panas yang tersiram di atas kepalanya tadi.
Akan tetapi, Alexa memutuskan untuk tidak memberitahukan hal ini kepada anggota keluarga Haires ataupun body guard dan asistennya. Baik sang papa maupun sang mama.
Ia merasa hal itu tak perlu dilakukan. Memang sih rasanya sakit. Bahkan lebih menyakitkan daripada sakit hati. Namun Alexa memikirkan hal ke depannya yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Alexa malah kasihan kepada senior itu kalau misalkan Alexa mengadukan permasalahan ini kepada kedua orang tuanya. Alexa sudah yakin seratus persen bahwa pasti nantinya kedua orang tuanya itu akan mengurus kasus senior iri hati tersebut dan melaporkannya ke pihak yang berwajib.
Alexa hanya kasihan jika nantinya masa depan senior itu harus pupus karena dipatahkan oleh kedua orang tuanya. Bukannya Alexa sombong atau bagaimana namun memang seperti itu keadaannya. Kedua orang tua Alexa benar-benar sangat menyayangi dirinya. Mereka akan selalu melakukan berbagai cara untuk melindungi Alexa. Terlebih lagi Alexa merupakan putri satu-satunya di keluarga Haires. Tentu saja ia sangat dijaga dan disayang oleh kedua orang tuanya.
Di saat Alexa sedang bingung ingin melakukan aktivitas apa. Tiba-tiba saja perutnya berbunyi. Sepertinya ia lapar.
“Astaga, kau ternyata lapar ya?” kata Alexa kepada dirinya sendiri, “baiklah, ayo kita makan!”
Alexa berjalan menuju kulkas yang ada di kamarnya. Kamar Alexa memang sudah seperti apartemen dengan berbagai perabotan rumah tangga seperti kulkas contohnya.
Terkadang Alexa sangat malas bila dirinya harus jauh-jauh mengambil makanan di dapur rumahnya. Makanya di kamar Alexa ditaruh kulkas agar ia tidak kelelahan jika terus-terusan bolak-balik ke dapur. Jika ditanya kenapa tidak asistennya saja yang dipanggil untuk mengambil makanannya yang ada di dapur? Jawabannya karena terkadang Alexa suka kasihan jika menyuruh-nyuruh asistennya. Ia memang aneh. Padahal asistennya itu digaji namun tetap saja Alexa tidak enakan jadi orang.
Saat Alexa membuka kulkasnya, ternyata di dalam kulkasnya tidak ditemukan makanan ataupun minuman apa-apa. Ia hanya menemukan es batu yang ia taruh di freezer.
“Ya ampun, ternyata sudah habis makanannya.” kata Alexa sembari menghela napasnya pelan.
Mau tidak mau Alexa harus pergi ke dapur walaupun letaknya jauh dan melelahkan. Ia ingin makan cemilan karena kelaparan. Aneh, bukannya makan nasi yang memiliki karbohidrat, jika lapar Alexa malah memilih untuk makan cemilan. Tentu saja dengan jumlah yang banyak.
***