"Hei sepertinya mood Bu Rahel sedang bagus."
"Iya, baru kali ini aku ngelihat dia senyum-senyum sendiri."
"Ssssttt jangan keras-keras nanti Bu Rahel dengar."
Rahel yang sebenarnya sejak tadi mendengar bisikan-bisikan itu nampak tidak perduli, mungkin jika hari biasa ia akan langsung ngamuk namun hari ini moodnya sedang baik jadi ia tidak mempermasalahkannya.
Rahel masuk ruangannya, menaruh tasnya di atas meja dan duduk di kursinya sambil bertopang pipi sebelah. "Astaga bisa-bisa imageku berubah kalau gini terus," gelengnya geli, padahal sebelumnya boro-boro ia senyum seperti tadi, tidak memasang raut jutek saja itu sudah yang paling mendingan. "Sialan ini memalukan, aku seperti remaja yang baru kasmaran," kekehnya menutup wajahnya malu, setiap ia mengingat Lucas tanpa sadar ia jadi tersenyum sendiri, bukankah itu sangat memalukan dan alay untuk orang seusianya.
Tok tok tok.
Rahel segera memperbaiki duduknya, merapikan rambutnya sesaat sambil mengatur ekspresinya. "Masuk!"
Dan begitu melihat siapa yang datang ia jadi bisa sedikit mengendorkan ekspresinya, "kali ini kamu bawa apa lagi?" tebaknya karena kebiasaan lelaki ini yang selalu membawakan makanan untuknya.
Arthur tersenyum geli, menaruh kotak bekal ke atas mejanya. "Aku tadi masak nasi goreng udang manis, ini buat makan siangmu nanti."
Rahel mengernyit, "loh memangnya nanti kamu mau kemana?"
"Aku ada rapat di luar dan kemungkinannya baru balik setelah jam makan siang, jangan lupa makan, nanti aku ambil wadahnya harus sudah habis awas kalau belum!" ancamnya yang justru membuat Rahel menggeleng geli.
"Astaga padahal kamu gak perlu repot-repot begini loh Thur."
"Jangan mengucapkan hal yang sama terus-menerus, aku sampai lelah mendengarnya."
Tak ayal Rahel tertawa renyah, Arthur tanpa sadar mengamati wajahnya serius. "Perasaan kamu lagi bagus?"
"Ha?"
Lelaki bertubuh atletis dengan d**a bidangnya itu membasahi bibirnya sedikit kikuk, "kayaknya kamu lagi seneng banget hari ini," gumamnya penasaran, sepanjang ia berjalan tadi ia banyak mendengar gosip tentang Rahel jadi ia pun mulai penasaran.
Rahel meringis kaku, kenapa kantor ini cepat sekali ya mengedarkan rumor yang tidak penting seperti itu. "Oh hm, itu ... karena aku berhasil mendapatkan tender lumayan besar jadi moodku sedang baik."
Arthur menatap manik matanya beberapa saat yang membuat Rahel berusaha menghindari tatapannya gelisah, Arthur akhirnya tersenyum kecut, sadar jika wanita itu tengah berbohong.
"Oh begitu, yaudah aku pamit dulu ya."
Rahel melambaikan tangannya, "hati-hati, dan makasih sekali lagi untuk makanannya."
Arthur tersenyum tipis, mengangguk kecil sebelum melenggang pergi dari sana. Ia mulai mempertanyakan satu hal.
Sebenarnya apa yang membuat Rahel sebahagia itu?
***
"Lucas dimana?"
"Dia masih kuliah Nyonya."
Tak ayal Rahel jadi mengernyit heran, tumben sekali pemuda itu belum pulang padahal biasanya jam segini dia sudah ngejogrok nungguin dirinya di teras rumah.
"Yaudah nanti kalau dia sudah pulang suruh menemui aku ya." Titahnya pada salah satu penjaga rumahnya.
"Baik Nyonya."
Rahel selanjutnya ke kamarnya dan melanjutkan pekerjaannya seperti biasa, jika di kantor ia fokus pada pekerjaannya sebagai manajer maka ketika di rumah ia akan fokus untuk investasinya, itulah mengapa ia selalu bekerja kapanpun di manapun.
"Sayang kamu kangen ya sama aku!"
Rahel yang merasakan tubuh seseorang melompat ke punggungnya disertai tangan yang melingkar di lehernya hanya bisa memejamkan matanya mencoba sabar, "kamu bisa nggak sih kalau datang salam dulu."
Lucas justru menyengir enteng, "nggak hehe."
Rahel hanya bisa mendengus, namun selanjutnya jadi memutar tubuhnya menghadap Lucas sepenuhnya. "Tumben kamu pulang jam segini?"
"Kan aku sudah janji bakal kuliah dengan sungguh-sungguh, jadi mulai sekarang aku gak akan bolos kelas lagi."
"Jadi biasanya kamu bolos kelas?!" kaget Rahel justru dibalas cengiran tanpa dosa Lucas.
"Ya nggak setiap hari sih, cuma untuk mapel yang jam nya sore aja."
"Astaga kamu ini ternyata bandel banget ya!"
Lucas jadi mencebik, "kan demi kamu aku bolos, kok aku malah dimarahi." Gerutunya manyun.
"Memangnya aku minta?"
Lucas makin merengut, bahkan wajahnya sudah berubah masam sekarang. Rahel menghela napas, jadi tidak tega juga.
"Yaudah yang penting jangan di ulangi."
Lucas menghela napas, berdiri dari duduknya. "Aku balik ke kamar dulu."
Grep.
"Kamu marah sama aku?"
"Nggak."
"Tapi wajah kamu cemberut begitu." Selidik Rahel.
Raut wajah Lucas makin tertekuk masam, "aku cuma capek aja, mau istirahat dulu."
Rahel menghela napas pelan, "istirahat disini aja."
"Nggak, aku mau ke kamar aja."
Rahel menyadari jika lelaki ini sedang merajuk, entah kenapa justru terlihat begitu menggemaskan.
Cup.
Bola mata Lucas membulat sempurna, Rahel yang habis mengecup ujung bibir lelaki itu tersenyum kecil. "Masih marah?"
Lucas menelan ludah dengan jakun naik turun, "kalau aku bilang iya kamu mau cium aku lagi?"
Rahel makin tersenyum lebar dengan gelinya, "meskipun kamu bilang nggak pun aku juga bakal tetap cium kamu."
"Hmmp!"
Bola mata Rahel gantian yang membesar utuh ketika dirinya disergap tiba-tiba oleh lelaki ini, awalnya Lucas melumat bibirnya dengan lembut namun makin lama ciumannya makin intens dan memburu. Rahel bisa merasakan bibir atas dan bawahnya disesap bergantian dengan ganas, menimbulkan sensasi berdebar yang panas dan candu.
"Hah .. haahh ..."
Keduanya saling memandang dengan napas tersengal-sengal, Rahel seketika menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Lucas yang dibalas lelaki itu dengan kekehan geli.
"Kenapa hm?"
"Diam, aku sedang malu."
Tak ayal Lucas makin tertawa renyah, dadanya benar-benar melambung tinggi dengan perasaan senang luar biasa.
"Makasih ya," bisik Lucas masih cengar-cengir kesenengan.
Rahel mencebik kecil, "udah nggak marah lagi kan?" tanyanya mencicit dengan nada kecil.
Lucas mengelus surai hitam Rahel dengan gemas. "Nggak kok."
"Huft ternyata ciuman memang efektif ya buat kamu." Celetuk Rahel dengan randomnya.
"Iya, makanya sering-sering cium aku."
"Keenakan di kamunya dong."
"Memangnya kamu gak enak?"
Rahel spontan mendongak menatap wajah Lucas dengan mata mendelik kecil, "udah diem."
Lucas sontak tertawa pelan, "iya sayaaang."
"Kamu masih mau pergi?" tanya Rahel menyandarkan dagunya ke pundak Lucas manja.
Lucas mengangkat sebelah alisnya penuh arti, "enaknya pergi gak yaa~" godanya dengan sengaja.
"Disini aja."
Lucas diam-diam menahan kedutan samar di ujung bibirnya, "tapi aku capek pengen istirahat."
Rahel mengurai pelukan mereka, menunjuk tempat tidurnya yang luas. "Tidur disana kan bisa."
"Kamu pengen banget ya aku disini?" jahilnya memainkan alisnya.
"Jangan mulai membuatku kesal deh," ketus Rahel beranjak ke meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Lucas justru ngintilin persis seperti anak ayam, "gak capek kerja mulu?"
"Kalau capek memangnya aku bisa berhenti? Kamu pikir uang turun cuma-cuma dari langit ha?"
"Kalau seandainya memang benar kamu bisa dapat uang tanpa bekerja kamu mau?"
Rahel spontan memutar tubuhnya, menggeleng prihatin menatap Lucas. "Padahal kamu bukan anak kecil, tapi level halusinasimu lumayan tinggi ya."
"Padahal aku serius loh."
Dan Rahel memilih mengabaikan untuk melanjutkan pekerjaannya, tanpa melihat ekspresi Lucas yang berubah serius.
***
Lelaki berkemeja hitam dibalut jas biru dongker dan celana kain panjang itu melangkah tegap keluar dari bandara, diturunkannya kacamata hitamnya yang membingkai wajah tegasnya.
"Selamat datang kembali ke Indonesia," gumamnya tersenyum samar menatap negara yang beberapa tahun ini sudah ia tinggalkan.
Leo melirik orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya, kemudian menoleh ke atas menatap langit dengan mata menyipit. "Panas sekali cuacanya," gumamnya entah kenapa moodnya tiba-tiba berubah bagus.
Ia melenggang menuju mobil jemputannya yang sudah dipersiapkan, mobil Alphard hitam yang mengkilap.
Selanjutnya mobilpun melaju memecah jalanan Ibu kota yang padat seperti biasa, Leo di tempat duduknya mulai mengeluarkan tabnya dan membuka berita yang sedang naik daun di Indonesia mengenai bisnis, tentu saja ia harus mulai menganalisis karena ia akan kembali bekerja di negara ini.
Ya, dirinya memutuskan untuk kembali tinggal dan berbisnis di Indonesia.
"PERUSAHAAN DE'LY TERUS NAIK DAN MENJADI PERUSAHAAN DENGAN POSISI PERTAMA."
"WAWANCARA EKSLUSIF PRESDIR DE'LY."
"RAHASIA DIBALIK SUKSESNYA DE'LY."
Alis Leo seketika tertarik naik sebelah, kenapa hampir semua berita eksklusif membicarakan tentang perusahaan ini? Ia tahu jika ini bukan perusahaan baru karena sebelum meninggalkan Indonesia dulu perusahaan ini pun sudah ada, namun kenapa mendadak perusahaan ini bisa begitu besar? Padahal ia hanya meninggalkan Indonesia 5 tahunan saja.
"Yah sepertinya kapan-kapan aku harus ke sana dan melihat langsung, siapa tahu mereka bisa menjadi kolega bisnisku." Gumamnya tersenyum miring. Dan tanpa sadar arah tatapannya beralih pada sebuah artikel disertai foto sampul yang cukup menyita perhatiannya.
"HOT NEWS! SIAPA PEMUDA YANG BERSAMA PRESDIR DE'LY INI?!"
Disertai foto sedikit buram yang memperlihatkan punggung dua lelaki beda generasi.