Part 06: Bahaya

1744 Words
Rahel masih tak percaya jika lelaki itu benar-benar seorang mahasiswa, bukankah ini sangat konyol bisa-bisanya ia tidur dengan anak bau kencur. "Sial apa aku udah jadi p*****l?" gumamnya dengan cemas. Lucas merengut masam, "Tenang aja umurku udah legal kok." "Kamuuu!" Rahel menggeram, meremat tangannya seperti siap untuk dilayangkan ke wajah lelaki itu. "Kenapa kamu gak bilang kalau masih bocah?!" pekiknya histeris. Lucas sampai mundur beberapa langkah saking syoknya, "a-aku udah dewasa ya! Aku udah kuliah bukan bocah!" bantahnya berusaha berani. "Tapi ini!" Rahel menunjuk umur di KTP itu, "kamu baru umur 20 tahun! Kamu tau aku umur berapa?!" emosinya dengan napas terengah-engah. Lucas berpikir tidak niat. "Eum 25?" "30! AKU TIGA PULUH TAHUN!" Kali ini Lucas benar-benar terperanjat di tempat, sumpah kaget banget wanita ini tiba-tiba menjerit seperti itu. Dengan wajah tanpa dosa ia justru menggedikkan bahunya. "Ya trus masalahnya di mana, bukankah itu justru lebih baik karena kita sama-sama dewasa jadinya bisa ..." lalu dengan jarinya memperagakan gaya ala-ala ciuman panas. Rahel sudah kehabisan akal, hanya bisa mengacak gusar rambutnya, "aku batalkan perjanjian kita, kamu gak jadi kerja sama aku keluar dari rumahku!" usirnya membuat Lucas melotot tak terima. "Loh gak bisa gitu dong!" "Kamu masih bocah pasti masih tinggal dengan orang tua, pulang saja ke rumah orang tuamu sana!" "Ih jangan gitu dong," dengan panik Lucas menggapai tangan Rahel, memasang raut paling melas. "Aku gak punya tempat tinggal sekarang." Jelasnya membuat Rahel menoleh sepenuhnya. "Itu ... aku kebetulan habis kabur dari rumah hehe." Cicitnya lalu diakhiri cengiran tanpa beban, Rahel tentu saja makin speechless di tempat. "Kamu kenapa kabur dari rumah?" selidiknya memicing. Lucas menghela napas berat, "orang tuaku itu bawel banget suka nyuruh-nyuruh, aku kan males." "Astaga itu kan orang tuamu sendiri jelas dong dia boleh nyuruh kamu." Lama-lama lelaki ini ia jadikan rujak juga. "Pokoknya aku gak mau pulang, lagian aku tinggal disini kan juga sambil kerja, ayolah." Bujuknya masih tak mau menyerah, Lucas adalah tipe orang yang tidak akan menyerah sebelum keinginannya terkabul. "Huft ... oke." Lucas langsung berbinar, "tapi kasih tau orang tuamu kalau sekarang kamu kerja sama aku, aku gak mau nanti dikira menculik anak orang!" senyum Lucas seketika hancur. "Tunggu apalagi? Cepet!" sergah Rahel mendelik garang. Lucas terdiam kaku di tempat, tak lama kedua matanya berkaca-kaca yang membuat Rahel tentu gelagapan panik. "L-loh hey kamu kenapa?" paniknya menatap cemas lelaki itu. Lucas menunduk sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, "a-aku takut sama orang tuaku hiks ... m-mereka jahat, hiks-hiks." Rahel jelas makin gelagapan khawatir melihat Lucas yang tiba-tiba menangis histeris, dengan kaku ia menglurkan tangannya dan menepuk canggung bahu lelaki itu. "Yaudah kamu boleh tinggal disini, udah jangan nangis lagi." Putus Rahel terpaksa. Lucas masih terisak-isak pelan sambil mengangkat wajahnya menatap Rahel, nampak kedua matanya sembab membuat Rahel sangat tidak tega, apakah kedua orang tua lelaki ini begitu jahatnya sehingga membuat lelaki ini sangat ketakutan. "Makasih." "Hm, aku pergi dulu, kamu istirahat sana." Pamit Rahel segera beranjak yang hanya dibalas anggukan Lucas. Dan begitu penampakan Rahel sudah hilang sepenuhnya sebuah senyuman lebar tersungging di bibirnya. "Hehehe akting gue memang bagus." Kikiknya senang berhasil mengelabuhi wanita itu. *** "Haah ... sebenarnya apa yang sudah kulakukan?!" Rahel menopang kedua tangannya di masing-masing sudut meja, menggeram cukup menyesal dengan keputusannya tadi. Harusnya kan ia bisa mengusir paksa lelaki itu, tapi lagi-lagi ia seperti dihipnotis sehingga tidak menuruti akalnya. "Dan juga mahasiswa?" Rahel makin menunduk bahkan rambutnya sudah terjuntai jatuh menutupi wajah, "aaaaargh kenapa aku melakukannya dengan bocah?!" sungguh frustasi dirinya, bagaikan jatuh kemudian masih tertimpa tangga. Memang benar sih umur lelaki itu sudah legal tapi ya dipikir gimanapun bakal terasa aneh sekali karena perbedaan status keduanya. Ia adalah wanita dewasa, janda, sementara lelaki itu masih mahasiswa, jika ada orang yang tau hubungan mereka sudah jelas opini publik akan mengarah negatif kepadanya dengan mengatakan ia sebagai Tante-tante girang. "Ck taulah!" dengusnya sudah memilih bodo amat, daripada semakin dipikirin malah makin membuat pusing. Rahel beranjak menuju ranjangnya namun teleponnya tiba-tiba berdering, ia segera mengecek peneleponnya dan raut wajahnya langsung berubah kasut begitu melihatnya. "Mau apalagi dia telepon aku? Udah serumah masih aja telepon-telepon!" dengusnya langsung mereject nomornya, namun panggilan terus masuk seperti tak ada habisnya membuatnya benar-benar emosi sekarang. Drrrt ... drrrt ... "Dia benar-benar menguji kesabaranku!" desisnya dengan napas terengah-engah langsung mengangkat telepon tanpa melihat lagi. "Ha—" "Kamu mau apalagi sih ha? Kita kan sudah tinggal serumah kenapa masih telepon-telepon? Gak usah ganggu aku!" pekiknya meluap-luap. "Rahel?" Deg! Saking kagetnya Rahel sampai membeku syok di tempat, dengan tangan sedikit gemetar ia menjauhkan handphonenya dan melihat nomor pemanggil dan seketika raut wajahnya berubah pucat, penelepon kali ini bukan Lucas tapi ... Arthur. "Maaf ya Hel kalau aku ganggu kamu, aku gak tau kamu sibuk." "A-ah itu ... uhuk-uhuk, maaf tadi aku salah liat nomor kupikir kamu orang lain." Jelasnya gelagapan. " ... " Tidak mendapat balasan membuat Rahel jadi tidak tenang, pasalnya lelaki ini tidak pernah marah jadi ia takut jika sekarang ia membuatnya marah. "Thur?" "Siapa?" "Huh?" "Orang yang kamu pikir tadi, siapa orangnya?" Diberi pertanyaan seperti itu tentu saja membuat Rahel langsung panik, tidak mungkin juga ia menceritakan tentang Lucas yang ada semua aibnya akan ikut terbongkar. Tidak-tidak itu terlalu beresiko. "N-nggak penting, kamu kenapa hubungi aku?" "Tapi kenapa tadi pas awal telepon kamu bilang tinggal serumah sama dia?" Mampus. Rahel menggigit bibirnya, pupil matanya bergerak gelisah, tak lama ia terkekeh pelan lalu berubah menjadi tawa garing yang kaku. "Ahahaha c-cuma supir eh Thur maaf banget kayaknya aku harus matiin teleponnya soalnya ada telepon dari klien." Lalu dengan tergesa ia memutuskan sambungan telepon sebelum makin dicecar pertanyaan. Dan selanjutnya ia menjerit tertahan, kenapa semua hal berjalan dengan sangat berantakan! *** Rahel memang tau jika bocah itu pasti kurang ajar tapi tidak ia duga kalau level kurang ajarnya sangat luar biasa, bayangkan sekarang bocah itu justru asik ongkang-ongkang kaki di sofa sambil bermain game di handphonenya, ART mana yang seperti dirinya itu. Namun Rahel yang hari ini sedang sangat malas meladeni bocah itu memilih mengabaikannya, daripada ia semakin darah tinggi oleh kelakuan bocah itu. Namun niat Rahel yang ingin segera pergi harus menjadi angan-angan saja saat Lucas langsung melompat menghadangnya, "kamu mau kemana?" tanya lelaki dengan tinggi kisaran 180 cm itu. Rahel membalas dengan datar, "bukan urusanmu!" ketusnya membuat Lucas langsung mencebik, kenapa wanita ini galak sekali sih. "Aku kan cuma nanya." "Ingat ya kamu disini bekerja sebagai ART ku jadi jangan mencampuri urusanku, kerjakan saja tugasmu." Lucas menghela napas, akhirnya memilih menyingkir memberi jalan ketimbang makin di marahi, meskipun dalam hati ia sedang mendumel dengan kesalnya. Rahel melirik Lucas beberapa saat sebelum akhirnya melangkah keluar rumah tanpa berbicara apapun lagi, ia tidak ingin semakin terlibat dengan lelaki ini. *** "Terimakasih untuk kerjasamanya, semoga ke depannya kontrak kita berjalan lancar." Rahel tersenyum formal, mengulurkan tangannya memberi salaman pada kliennya itu. Lelaki berambut setengah botak dengan perut besar khas-khas Om m***m itu menyambut uluran tangan Rahel senang, bahkan tidak sampai disitu dia juga sengaja mengelus-elus telapak tangan Rahel yang tentu saja membuat Rahel menatap tajam. Masih berusaha tetap profesional Rahel langsung menarik cepat tangannya, sialan lelaki tua ini sangat m***m, ini bukan pertama kalinya ia meladeni klien yang seperti ini sehingga membuatnya tidak terlalu kaget lagi. Pekerjaannya sebagai manager bukanlah pekerjaan gampang, namun ia terus bertahan sampai detik ini juga bukan tanpa alasan, perusahaan tempatnya bekerja adalah salah satu jajaran perusahaan top di negeri ini jadi tentu saja melepaskan jabatannya begitu saja akan sangat merugikannya. "Kalau begitu saya pamit dulu–" "Aduh kok cepet-cepet banget, makanan kita belum habis loh." Rahel masih berusaha menahan emosinya, sekali lagi ia terus mengingatkan dirinya untuk tetap profesional. "Maaf tapi urusan kita sudah selesai." Raut wajah lelaki paruh baya itu langsung berubah datar, senyuman yang sejak tadi tersungging seketika hilang. "Saya baru tahu kalau pegawai D&OL sangat tidak sopan!" ketusnya membuat Rahel yang ingin mengangkat pantatnya dari kursi harus menghentikannya, dengan terpaksa ia menghela napas berat sembari kembali duduk. "Maaf, saya akan temani Anda sampai makanannya habis." Ujarnya menunduk sopan. Lelaki itu seketika tersenyum lebar yang membuat Rahel benar-benar muak. Jika saja lelaki ini bukan klien yang penting pasti sudah akan ia tendang sekarang juga. Mereka akhirnya melanjutkan makannya namun tidak lama seorang pelayan mengantarkan alkohol ke meja mereka yang tentu saja membuat Rahel langsung melirik sinis. "Ayo-ayo minum dulu pasti kamu haus kan." Rahel membuang mukanya tidak nyaman, "maaf saya tidak minum seperti itu." "Coba segelas saja." "Tapi—hmp." Bola mata Rahel melotot tidak santai saat gelas tadi dijejalkan paksa ke mulutnya, kali ini kesabarannya sudah benar-benar habis. BRAK! "Jangan kurang ajar ya sama saya!" bentaknya berdiri dari kursinya. Lelaki tadi tertawa-tawa gila sambil mulai meminum alkoholnya, "jangan galak-galak begitu dong, padahal saya juga tau kok kalau kamu sebenarnya juga mau." Rahel mendelik tajam, "apa maksud Anda?!" "Tidak usah sok polos kamu pasti datang kesini juga karena ingin sesuatu kan," lelaki itu menyugar rambut setengah botaknya dengan senyuman khas orang m***m, "gak usah malu-malu sebelumnya juga sudah banyak kok wanita yang tidur dengan saya dan akhirnya mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, kamu tinggal katakan saja apa yang kamu inginkan." Mendengar hal itu tentu saja membuat Rahel benar-benar marah sekarang, "jaga mulutmu! Saya bukan w************n!" bentaknya tersinggung. Lelaki itu menatapnya dengan senyuman miring, "Halah tidak perlu sok jual mahal lagi, saya juga tau kok kalau kamu itu janda, pasti sulit ya hidup sendiri. Jadilah simpanan saya maka saya akan memberikan banyak uang—" Plak! Satu tamparan keras mendarat di wajah lelaki itu, dengan napas memburu Rahel langsung menyabet kasar tasnya. "Saya akan melaporkan Anda atas tuduhan pelecehan!" tukasnya menunjuk wajah lelaki itu sebelum keluar dari tempat makan itu. Namun alangkah syoknya ia ketika melihat dua orang berbaju hitam yang sudah berjaga di luar pintu apalagi di restauran itu hanya ada mereka sebagai pengunjung. 'Sialan aku dijebak!' "Hahaha mau kemana kamu?" kekeh lelaki itu tepat di belakang tengkuknya. "Kamu harus tidur denganku, tubuhmu benar-benar sexy..." bisik lelaki itu meraba seduktif pahanya yang membuat Rahel menegang di tempat. Tanpa berpikir lama ia langsung menendang kemaluan lelaki itu dan berlari menjauhi pengawal yang mulai mengejarnya, sepanjang jalan ia hanya bisa menggigit panik bibirnya mengingat sekarang ia terjebak di dalam tempat ini dan tidak bisa keluar. "Aku harus telepon polisi!" putusnya langsung mencari handphonenya namun belum sempat menekan nomor darurat sudah nampak kehadian para lelaki b******n yang mengejarnya, tapi begitu kebetulannya sebuah panggilan masuk ke handphonenya dan itu berasal dari orang yang sangat tidak ia duga. Tanpa berpikir lama ia langsung mengangkatnya. "Hal—" "Tolong saya Lucas!" teriak Rahel histeris.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD