Veronika membuka matanya, bau obat obatan menyeruak memasuki indera penciumannya, ia sadar ia berada di rumah sakit. Ia mencoba bangun dari berbaringnya, diedarkannya pandangannya ke seluruh ruangan hanya tampak warna putih khas rumah sakit. Veronika melihat tangan kirinya sudah ada jarum infus dan ia pun memakai pakaian pasien. Ia mengenal pakaian rumah sakit yang ia pakai adalah pakaian rumah sakit dimana ia bekerja.
Veronika mengingat apa yang membawanya bisa sampai rumah sakit, hatinya terasa nyeri dan dadanya sesak mengingat apa yang dilihatnya di apartemen Alvian. Air matanya kembali menggenangi pipi putihnya tapi ia menghapusnya dengan kasar.
"Kenapa aku harus menangis untuk Alvian? dia pria b******k yang tak pantas aku tangisi," gumam Veronika.
Veronika mencari dimana tasnya berada dan mendapatinya di atas meja sebelah brankar. Ia berusaha menggapainya tapi tangannya tak sampai, Pintu ruang rawat terbuka dan masuklah seorang perawat.
"Dokter Veronika sudah sadar?" tanya perawat itu pada Veronika.
"Iya suster Anita, mmmm...kenapa saya bisa ada disini?" tanya Veronika dengan wajah kebingungan.
"Oh itu, tadi dokter tertabrak mobil."
"Hah...tertabrak mobil?" Veronika mulai mengingat kejadian yang ia alami. Ia ingat betapa dekatnya mobil itu saat ia akan menyeberang jalan.
"Tolong ambilkan tas saya suster."
Suster Anita tersenyum dan berjalan ke meja dimana tas Veronika berada. Veronika mengambil ponsel dalam tasnya dan melihat jam digital ponselnya menunjukkan pukul 9 malam.
"Sekarang jam 9 malam suster?"
"Iya dokter Vero."
Veronika menghembuskan nafasnya perlahan, ada banyak chat dan misscall dari Alvian, ia hanya menutup chat tanpa mau membacanya, ia sudah malas mendengar nama Alvian. Ia mencoba menghubungi mamanya.
"Halo ma."
"Kamu dimana sayang? Kok belum pulang sih jam segini?"
"Iya ma, maaf. Ve mau menginap di rumah Maria ya ma."
"Kok tumben mau menginap, ada yang penting?"
"Nggak ada ma, cuma mau menginap aja kok, mau ngobrol banyak sama Maria, boleh ya ma?"
"Boleh kok sayang, sehari aja kan?"
"Enggak ma, 3 hari."
"Oke sayang, jangan tidur terlalu malam ya Ve."
"Sipp ma."
Veronika menutup sambungan teleponnya bersama sang mama, ia tak bisa mengatakan jika ia sedang dirawat di rumah sakit karena tertabrak mobil, bukan karena apa apa tapi ia yakin mamanya akan tahu ia dalam keadaan berantakan, dan ia tak ingin mamanya khawatir, dan muncullah pemikiran itu. Ia kembali mendial nomor seseorang.
"Halo Ri...."
"Hai Ve, kenapa?"
"Kamu bisa ke rumah sakit sekarang nggak?"
"Kenapa? Kamu sakit?"
"Nanti aku jelaskan, mmm sebentar. Suster Anita, ini dikamar apa?"
"Kamar anggrek 1 dokter Vero."
"Oh...aku di kamar anggrek 1 rumah sakit Budi Utomo, aku tunggu ya, bye."
"Suster...," panggil Veronika pada suster Anita masih memeriksa tanda vital Veronika.
"Iya dokter Vero?"
"Siapa yang membawa saya kesini? siapa yang menabrak saya? dimana dia sekarang?" cecar Veronika.
"Dokter Alka."
"Hah??!! dokter Alka, maksudnya?"
"Dokter Vero tertabrak mobil dokter Alka, karena dekat dengan rumah sakit ini maka dokter Alka membawa dokter Vero kesini, beliau sekarang di kantornya, apa mau saya panggilkan?" tawar suster Anita yang membuat Veronika mendelik.
"Nggak...nggak....usah suster, makasih."
"Ya sudah kalau begitu saya keluar dulu ya dokter Vero," suster Anita kemudian keluar dari ruang rawat yang ditempati Veronika.
"Dokter Alka yang menabrak aku?" gumam Veronika.
"Dari jutaan penduduk Jakarta, kenapa aku harus ditabrak oleh mobil dokter Alka, kenapa aku selalu berurusan dengannya coba?" gerutunya.
"Kamu bicara sama siapa?"
Veronika menoleh pada sumber suara dan matanya membola saat orang yang ia bicarakan masuk ke dalam kamar rawat inap itu.
"Eh...bukan siapa siapa dok."
"Kalau kamu sering bicara sendiri seperti itu, pasien kamu akan berfikir dua kali kalau mau berobat sama kamu."
Ucapan Alka membuat Veronika malu karena ketahuan berbicara sendiri, ia berharap jika atasannya itu tak mendengar apa yang dibicarakannya.
"Bagaimana keadaan kamu?"
"Saya sudah lebih baik dokter, Terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit."
"Kenapa kamu tiba tiba menyeberang di jalanan yang ramai, apa kamu tidak melihat zebra cross di ujung jalan?" tanya Alka pada Veronika, dengan tangan bersedakap dan menatap Veronika.
"I...itu...saya..." Veronika tergagap mendengar pertanyaan Alka, wajahnya mulai sendu mengingat kejadian yang membuat hatinya hancur, matanya mulai berkaca kaca.
"Ve...aku datang..."
Kedatangan Maria mengalihkan pandangan menyelidik Alka pada Veronika.
"Eh...maaf, aku pikir kamu sendirian Ve."
"Saya sudah mau keluar," ucap Alka kemudian berjalan keluar kamar.
"Siapa Ve?"
"Atasan aku disini."
"Atasan kamu menjenguk kamu? Malam malam gini?"
"Hei jangan mikir macam macam...Dia yang menabrak aku dan membawaku kesini."
"What?!! wait berarti itu dokter Alka, atasan aku juga? hemmm...pantas."
"Pantas apaan?"
"Udah ganteng, keren, cool....perfecto."
"Dasar cewek...nggak bisa lihat cowok bening dikit, udah ijo aja matanya."
"Biarin...itu namanya mengagumi ciptaan Tuhan."
"Halah...bahasamu."
"Sebenarnya kamu kenapa Ve? Kamu tampak..."
"Itulah makanya aku nggak mau bilang mama kalau aku disini, bisa bisa ia akan tahu kalau aku sedang hancur."
"Hancur? Bilang sama aku apa yang terjadi?"
"Alvian Ri...dia selingkuh," ucap Veronika mulai berkaca kaca dan meneteskan air mata. Maria melangkah mendekat pada Veronika dan memeluknya.
"Kamu tahu dari mana kalau Alvian selingkuh? Mungkin ada orang yang ingin menghancurkan hubungan kalian dengan memberikan kabar yang tidak benar."
"Nggak Ri, aku melihat dengan mata kepala aku sendiri. Dia melakukan hubungan layaknya suami istri dengan seseorang di apartemennya."
"Apa!!?? kurang ajar banget dia, kalian sudah bertahun tahun berhubungan dan kemudian selingkuh."
"Udahlah Ri, aku nggak mau mendengar nama dia dan membahas tentang dia, aku mau melupakan semuanya." ucap Veronika kemudian berbaring di brankar.
"Kak Tama tahu?"
"Enggak lah, bisa mati dihajar kak Tama dia."
Oooo-----oooo
Keesokan harinya Veronika sudah di perbolekan pulang karena ia hanya lecet dan shock saja. Ia ijin istirahat sehari dan tidak bekerja, ia pun menginap di ruma Maria.
"Sorry Ve, aku nggak bisa menemani kamu di rumah aku harus kerja nih."
"Iya nggak apa apa Ri."
Setelah Maria berangkat bekerja, Veronika hanya bermalas malasan di atas ranjang, ponselnya terus berbunyi tanda banyak chat dan telepon dari Alvian. Veronika hanya menatap nanar pada layar ponselnya kemudian mematikan ponselnya. Ia pejamkan mata berusaha untuk tidur.
~~~
~~~
"Bagaimana kabar mama dan papa kamu Ve?" tanya papa Maria.
Ve dan Maria sedang makan malam bersama mama dan papanya, Maria adalah anak tunggal.
"Baik om, mama dan papa sehat. Om dan tante sehat kan?"
"Seperti yang kamu lihat Ve, salam ya buat kedua orangtua kamu."
"Baik om, nanti Ve sampaikan."
Setelah makan malam, Veronika dan Maria masuk dalan kamar, Veronika merebahkan diri di ranjang, diikuti Maria.
"Ve..."
"Mmm..."
"Gimana kelanjutan hubungan kamu dengan Alvian?"
Veronika bangun dari berbaringnya dan duduk kemudian menghadap pada Maria.
"Kelanjutan? Kamu gila masih nanya kelanjutannya. Of course we break up, aku nggak mau melihat muka mesumnya itu."
"Tapi hubungan kalian sudah bertahun tahun, apa kamu nggak sayang kalau putus?"
Veronika menatap tajam pada Maria membuat sahabatnya itu bergidik ngeri melihat tatapan mematikan Veronika.
"Sayang kamu bilang? Aku lebih sayang pada hidupku. Apa kabar nasibku jika aku masih berhubungan dengan dia bahkan menikah, bisa makan hati tiap hari. Udahlah Ri, stop bahas Alvian sekarang atau selamanya."
~~~
~~~
"Dokter Vero, ada seseorang yang mencari anda?"
"Saya suster? siapa?"
"Iya dokter Vero, dia ada di lobby rumah sakit."
"Oke, makasih suster." Veronika melangkah keluar dari poly 1 dan menuju lobby rumah sakit, saat melihat seseorang yang paling tak ingin ditemuinya, Veronika membalikkan badan dan mempercepat langkahnya, tapi orang itu menahan langkahnya dengan mencekal lengan Veronika.
"Tunggu baby..."
"Stop memanggilku seperti itu," geram Veronika.
"Enggak, aku masih sayang sama kamu, aku nggak akan melepaskan kamu."
"Kamu jangan gila Alvian, pergi dari sini dan datang pada wanita yang tidur sama kamu. Kita putus saat kamu memutuskan untuk berselingkuh." Veronika menghempaskan cekalan Alvian dan bergegas meninggalkan Alvian yang masih diam di tempatnya.
Veronika mulai merasakan matanya panas dan basah, ia segera mencari tempat tersembunyi agar tidak ada yang melihatnya jika ia menangis. Ia menemukan tempat yang jarang didatangi oleh pegawai rumah sakit, yaitu taman belakang rumah sakit yang dinamakan green house, dimana merupakan tempat pembibitan untuk penanaman bibit pohon untuk penghijauan di area rumah sakit.
Veronika berjongkok di sudut green house dan mulai terisak. Ia akui masih mencintai Alvian tapi penghianatan alvian menghempaskan hatinya jauh ke dasar jurang dan menghancurkannya jadi berkeping keping dan tak akan bisa disatukan lagi.
Seseorang menyodorkan sebuah saputangan berwarna biru membuat Veronika yang menunduk mengangkat kepalanya dan matanya membola saat mengetahui siapa yang berada di hadapannya.
"Dokter Alka??!"
Lynagabrielangga.