"Dokter Alka??!!" pekik Veronika terkejut, ia menduga ia pasti habis kena marah atasannya itu karena jam kerja seperti ini bukannya menangani pasien malah menyendiri di green house. Veronika berdiri hingga ia berhadapan dengan Alka, ia melihat Alka masih menyodorkan sebuah saputangan padanya, ia menatap Alka dengan wajah bingung, tapi ia menerima saputangan biru di tangan Alka.
Alka berjalan meninggalkan Veronika dan menuju bangku marmer di tengah green house dan duduk disana. Veronika menghapus air matanya dengan saputangan yang diberikan Alka, ia berjalan mendekati Alka dan dengan ragu duduk di samping Alka.
"Masalah percintaan?" Alka membuka pembicaraan.
Veronika diam mendengar ucapan Alka, ia sudah bersiap menghadapi amarah atasannya itu namun ia keheranan mendengar pertanyaan Alka.
"Kamu tahu, semua yang terjadi di dunia ini memang sudah takdirnya seperti itu, dari percintaan, pernikahan, percintaan yang gagal, pernikahan yang gagal semua memang sudah jalannya seperti itu, kita hanya bisa mengikuti alurnya," ucap Alka menerawang, mengingat apa yang dialaminya sendiri.
"Tapi rasanya sakit sekali dok" Veronika mulai bicara.
"Saya tahu rasanya seperti apa, memang sakit," jawab Alka masih menerawang.
Veronika merasa memiliki teman yang senasib tapi dalam hatinya bersyukur mengetahui keburukan Alvian saat masih berpacaran, ia tak bisa membayangkan perasaan Alka saat harus dihianati setelah 18 tahun pernikahannya. Ia merasa bodoh harus terus menangis akan putusnya hubungan cintanya dengan Alvian. Veronika kemudian berdiri dan pamit kembali ke poly 1.
Veronika berjalan meninggalkan green house masih dengan rasa heran karena ia melihat sisi lain dokter Alka, ia memang sudah tegas saat bekerja tapi ia juga seorang manusia yang memiliki sisi rapuh. Ia menoleh sejenak ke green house dimana Alka masih diam duduk di tempatnya. Ia kemudian kembali berjalan menuju tempat tugasnya.
Untungnya poly 1 sepi dan tidak ada antrian pasien, ia kemudian duduk di meja yang berada disana.
~~~.
~~~.
"Alvian lama nggak main kesini Ve?" tanya papa Veronika, yang membuat Veronika tersedak karena mereka saat ini sedang makan malam bersama.
"Kenapa papa tiba tiba bertanya tentang Alvian pa?"
"Kenapa kamu bertanya seperti it? wajar papa bertanya seperti ini Ve, kalian sudah menjalin hubungan selama bertahun tahun, ajaklah dia ke rumah, papa ingin tahu kejelasan hubungan kalian, mau di bawa kemana, minimal kalian bertunangan dulu."
"Iya sayang, masa mau pacaran terus," tambah mama Veronika membuat Veronika menghela nafas panjang.
"Hei..kamu kenapa sih Ve, ditanya kelanjutan hubungan kamu malah reaksinya begitu," Tama melihat sesuatu yang tidak beres.
"Kami sudah putus," jawab Veronika.
"Apa!!??" pekik Tama, juga papa dan mama Veronika.
"Ih kenapa reaksi kalian seperti itu? putus dalam pacaran itu biasa ma, pa. Bahkan orang yang menikah bisa bercerai," jawab Veronika.
"Memangnya ada masalah apa dalam hubungan kalian? apa tidak bisa dibicarakan baik baik?" tanya bu Ariana.
"Kita sudah tidak cocok ma, itu saja."
"Tapi Ve..."
"Udah ma, Ve nggak mau membahas ini lagi oke. Ve ke kamar dulu," Veronika segera beranjak dari duduknya dan melangkah menaiki tangga menuju kamarnya di lantai 2, ia segera masuk dan menghempaskan tubuhnya di ranjang, matanya mulai berkaca kaca, ia merutuki dirinya sendiri kenapa selalu bereaksi seperti ini jika membahas Alvian, padahal ia tak ingin itu terjadi, ia ingin bereaksi biasa tanpa ada air mata lagi, karena ia sudah lelah, lelah menangis demi seorang Alvian.
Pintu kamarnya terbuka membuatnya tergagap dan segera menghapus air matanya karena Tama sudah berada di ambang pintu kamarnya, Tama melangkah mendekati Veronika yang duduk di ranjang, ia pun duduk di samping adiknya.
"Apa yang dia lakukan sama kamu? Dda menyakitimu? dia selingkuh? bilang sama kakak." geram Tama menatap adik kesayangannya.
"Kakak bicara apa sih? Nnggak ada kak," elak Veronika menatap ke arah lain tanpa berani menatap mata Tama. Tama yang tahu kalau Veronika tidak jujur memegang bahu veronica dan membawanya menghadap ke arahnya.
"Ve...kamu jangan bohong sama kakak, katakan!! Apa yang Alvian lakukan?!" wajah Tama memerah menahan amarah, tangannya mengepal.
Veronika menghapus sisa air matanya.
"Aku tahu inilah reaksi kak Tama jika aku mengatakan yang sebenarnya, dan Ve nggak mau itu terjadi. Kak Tama pasti akan memberikan pelajaran pada laki laki b******k itu, aku nggak mau kakak mengotori tangan kakak dengan menghajar laki laki b******k itu."
Tama menghela nafas untuk meredakan amarahnya. Ia kembali menatap adiknya itu.
"Apa yang dia lakukan?"
"Sudahlah kak jangan dibahas lagi, akan sangat menyakitkan jika terus menerus membahas apa yang dilakukannya," Veronika kembali membaringkan tubuhnya, Tama pun demikian.
"Oke, kakak tidak akan membahas itu lagi tapi kakak mau kamu hilangkan air mata itu dari wajahmu, kamu tidak seharusnya meneteskan air mata untuk dia."
"Iya aku tahu kak, aku berusaha. Tapi setiap membahas dia air mataku tidak mau kompromi dan selalu menetes kak, semua butuh proses, I'll be fine seiring berjalannya waktu."
"Good girl." ucap Tama mengelus puncak rambut Veronika.
Oooo-----oooO
"Mbak Maria..."
Maria menoleh pada seorang ob di ambang pintu divisi dimana ia bekerja, ia sedang bersiap untuk makan siang karena jam menunjukkan pukul 11.55 am.
"Ada apa?"
"Di tunggu temannya di lobby."
"Teman? perempuan?"
"Laki laki."
"Laki laki? Ya udah saya segera turun," jawab Maria, ia tampak bingung dan menebak nebak siapa yang mencarinya. Maria bergegas keluar dari divisi hrd dimana ia bekerja, ia turun menggunakan lift menuju lobby. Ia edarkan pandangannya menyusuri penjuru lobby dan matanya terbelalak melihat seseorang yang ia kenal. Dengan ragu Maria berjalan mendekati orang yang ia kenal.
"Kak Tama??"
"Hai Ri, aku ganggu nggak?"
"Eng....enggak kok kak, aku hanya terkejut aja kak Tama yang mencariku aku."
"Bisa bicara sebentar?"
"Bisa kak, tapi sambil lunch ya aku lapar soalnya."
"Oke aku traktir," jawab Tama kemudian melangkah keluar lobby diikuti Maria.
~~~
~~~
"Jadi, apa yang kak Tama mau bicarakan?"
Tama diam sejenak.
"Soal Ve dan Alvian?" tebak Maria.
"Kamu tahu?"
"Aku kan sahabat Ve kak."
"Ah iya...jadi...?"
"Tapi kak Tama janji ya jangan melakukan apapun pada Alvian?"
"Aku nggak janji."
"Jangan gitu dong kak, ntar Ve marah sama aku. Aku nggak mau bilang ah kalau begitu."
"Aah...kenapa dengan para gadis ini, sudah disakiti tapi tidak pernah mau membalas, oke oke, katakan, aku tidak akan melakukan apa apa pada Alvian."
"Kejadiannya saat Ve berjanji bertemu Alvian, kira kira seminggu yang lalu, tapi ber jam jam Alvian tak kunjung datang hingga Ve datang ke apartemen Alvian, tapi saat disana...?"
"Kenapa?"
"Ve melihat Alvian sedang berada di kamar bersama seorang wanita, mereka..."
"Mereka melakukan hubungan layaknya suami istri?"
Maria mengangguk.
"Dasar b******k, sialan Alvian." Tama meradang, tangannya mengepal menahan amarah.
"Kak sabar," Maria memegang tangan Alka Tama untuk menenangkannya.
"Aku tidak menyangka Alvian sebejat itu."
"Yang harus kita lakukan adalah menghibur Ve kak agar bisa move on dan melupakan Alvian."
"Kamu benar Ri, aku minta tolong ya sama kamu."
"Tenang aja kak, Ve kan sahabat aku, pasti aku hibur dia."
"Makasih ya Ri," ucap Tama menggenggam tangan Maria membuat Maria yang sejak lama punya hati pada Tama tersentak kaget, jantungnya berdebar kencang.
Setelah makan siang, Tama mengantarkan Maria kembali ke kantornya, sedangkan Tama kembali ke rumah sakit. Dengan senyum gembira Maria memasuki lobby kantornya, ia merasa bahagia sudah makan siang bersama Tama walaupun sebatas Tama bertanya soal masalah Ve dan Alvian. Tapi pegangan tangannya Tama tadi membuat hatinya bergetar. Ia bergegas naik menuju divisi dimana ia bekerja.
Oooo-----oooO
"Ve..."
"Apa sih kak"
"Kita vacation ya ke Tokyo."
"Tokyo? nggak kurang jauh apa? situ enak bisa berangkat seenaknya, aku kan harus mengajukan cuti dulu, nunggu ACC," gerutu Veronika pada Tama. Keduanya sedang duduk santai di balkon kamar Veronika, mereka baru saja selesai makan malam.
"Ya sudah, kamu ajukan cuti dari sekarang, nanti kalau di acc kita segera berangkat."
Veronika merenungkan ucapan Tama, ia memang butuh refreshing, dan ia fikir kakaknya benar, ia ingin melupakan yang terjadi dalam hubungannya dengan Alvian.
"Oke"
Lynabagrielangga.