Chapter 6

1809 Words
Apalah artinya mencinta, bila hal itu terungkap. Apalah arti menyayangi, bila hal itu terungkap pula. Dan... Apalah arti sebuah cinta sejati, jika kita masih memikirkan hal itu. Apalah arti sebuah cinta suci, jika mengharap balasan dari cinta. Apalah arti sebenarnya dari sebuah cinta? Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, bahkan tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan, manakala kebencian membawa kepada kemusnahan. Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat b***k menjadi pemimpin. Inilah dahsyatnya cinta! Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Zero yang sedang membaca sebuah buku yang ia dapatkan dari perpustakaan tengah asik mencerna kalimat-kalimat baris di dalam sebuah buku. Eather yang melihat tingkah laku sang Pangeran hanya bisa menatap datar dan tidak ingin mengganggu aktivitas tuannya. "Apa ada yang ingin kau  sampaikan, Eather?" tanya Zero tiba-tiba tanpa menoleh. "Tidak ada, Pangeran," jawab Eather singkat. "Meski tatapanmu datar, kutahu kau  sedang menatapku dengan kesal," ucap Zero sambil menutup bukunya lalu bangkit dan berlalu meninggalkan Eather. Eather tidak menjawab dan hanya mengikuti tuannya dari belakang, Zero pun tidak ingin memperpanjang masalah itu kali ini. Hari ini adalah hari yang bahagia menurutnya. Karena hari ini Putri Valentine akan berkunjung untuk menemuinya. Jika diibaratkan dengan di dunia manusia, mereka saat ini akan berkencan. Kedatangan Putri Valentine diumumkan dan menggemparkan seisi Istana, para Lord yang saat itu sedang berkumpul di ruang singgasana sedikit terkejut karena kedatangan yang tiba-tiba. Pasalnya para tamu yang ingin memasuki kawasan Kerajaan Phanthom harus seizin dari Sebastian.  "Nico, panggilkan Pangeran," titah Sebastian dengan senyum lembutnya. "Yes, My Lord," jawab Nico patuh lalu menghilang begitu saja. Tidak membutuhkan waktu lama sang Pangeran datang dengan wajah bingung yang terlihat sangat jelas.  "Ada apa, Ayah Sebastian?" tanya Zero langsung. "Lancang sekali," ucap Sebastian yang membuat bingung seluruh iblis yang berada di ruangan itu, Sakura hanya bisa menatap kasihan pada putranya. "Maksud, Ayah?" tanya Zero tidak mengerti. "Satu peraturan penting yang harus diingat setiap iblis di Kerajaan ini," jawab Sebastian menggantung. "Iblis yang bukan berasal dari Kerajaan Phanthom dilarang keras untuk masuk Istana bahkan wilayah Kerajaan sejengkal pun tanpa izin dariku," lanjut Sebastian. "Tapi apa yang kau lakukan? Meskipun kau  adalah Putraku, bukan berarti kau  bebas memasukkan atau mengeluarkan iblis yang bukan berasal dari Kerajaan ini. Kau  sudah berbuat lancang dengan memasukkan iblis lain ke wilayahku, Pangeran." Meski wajah Sebastian masih dengan senyuman lembutnya, kata-kata yang dikeluarkan lumayan pedas dan membuat Zero tidak berani menatap wajah Sebastian. "Sebastian, sudahlah. Kau  seperti tidak mengenal cinta saja," ucap Shine mencoba membela Zero. "Maaf aku tidak butuh nasehatmu, itulah peraturannya sejak Kerajaan ini dibangun," jawab Sebastian tanpa menoleh. Seketika semua terdiam tidak berani membantah sang empunya Istana, Zero hanya bisa menunduk sambil mengepalkan kedua tangannya. Lidahnya keluh untuk membantah, bahkan menggerakkan bibirnya saja ia tidak sanggup. Sedangkan Eather meskipun wajahnya berekspresi datar, tetapi dalam hatinya ia bersorak sorai gembira. "Pergilah, kali ini aku memaafkanmu. Dan jangan pernah diulangi kembali jika kau  masih ingin melihat Ibumu," ucap Sebastian memecahkan keheningan, tubuh Zero gemetar seketika. "Maafkan atas kelancanganku, Ayah. Aku pamit undur diri," jawab Zero lalu membalikkan tubuhnya dan keluar dari ruangan itu. "Baru kali ini kau  bersikap tegas pada Pangeran, Sebastian. Apa obatmu habis?" kata Lazark menatap tidak percaya ke arah Sebastian. "Peraturan tetaplah peraturan, itu semua untuk melindungi rakyatku," jawab Sebastian masih dengan senyum lembutnya. Zero yang kini baru saja keluar dari ruang singgasana hanya bisa mengepalkan tangannya, ancaman Sebastian lebih mengerikan dari apa pun. Meskipun ia dapat mengalahkan kelima ayahnya, tetapi ia tidak akan pernah bisa melukai sedikit saja tubuh Sebastian. Zero bergegas memasuki sebuah ruangan yang kini dihuni seorang iblis cantik yang layaknya Dewi. Amarah Zero surut seketika setelah melihat senyuman hangat dari Valentine, Zero memasang wajah datarnya seketika sambil mendekati Valentine. "Apa kau  terkena masalah, Zero?" tanya Valentine yang terlihat khawatir. "Sedikit, sepertinya aku mengabaikan peraturan Kerajaan," jawab Zero sambil tertawa kecil. "Apa ini karena kedatangan diriku? Kutahu jika tidak ada yang boleh memasuki kawasan Kerajaan Phanthom tanpa seizin Lord Phanthom," tanya Valentine sambil menundukkan wajahnya. "Tidak, tidak, ini semua salahku karena tidak membicarakannya terlebih dahulu pada Ayah Sebastian. Lagi pula kau  datang karena aku mengundangmu, jadi kau  tidak perlu cemas," jawab Zero menenangkan, Valentine hanya tersenyum lembut ke arah sang Pangeran. Zero terkesima saat melihat senyuman indah yang diperlihatkan kepadanya, begitu menenangkan dan ingin sekali Zero membawa gadis di depannya ke atas ranjang saat itu juga. Sayangnya, akal sehatnya menghentikan semua gerakan dari tubuh Zero, pemuda bersurai cokelat keemasan itu menghela napas perlahan. "Apa kau  mau berkeliling? Aku bisa mengajakmu melihat beberapa tempat di Kerajaan Phanthom," ajak Zero, iris ungu Valentine terlihat berbinar. "Apakah boleh? Apakah tidak masalah jika aku melihat-lihat?" tanya Valentine seketika merasa khawatir. "Tenang saja, para Lord tidak akan berbuat macam-macam denganku kecuali Lord Sebastian," jawab Zero mencoba menenangkan. "Baiklah, aku akan ikut," jawab Valentine sambil tersenyum. Menyejukkan, satu kata yang terlintas begitu saja di kepala tampan milik Zero. Senyuman Valentine benar-benar dapat mengalihkan dunianya dari apa pun, bahkan rasa kesal pada ayahnya sirna begitu saja. Zero kembali dari lamunannya lalu menyodorkan tangannya dengan sangat elegan hingga membuat Valentine tersipu malu. Mereka berdua berjalan beriringan sambil tertawa kecil karena lontaran candaan dari Zero. Memasuki kawasan kota, Zero disambut hangat oleh rakyatnya. Pemandangan yang sangat menyejukkan, terlihat Valentine sangat menikmati pandangan iblis-iblis di sekitarnya yang memandangnya penuh dengan kehangatan kasih sayang. Pandangan yang tidak pernah ia dapatkan di Kerajaannya sendiri. "Sangat menenangkan saat melihat rakyatmu memandang dengan kehangatan kasih sayang," ucap Valentine setelah mereka yang kini berada di sebuah taman tidak jauh dari kota. "Kutahu itu, bahkan aku hampir lepas kendali saat berada di kotamu," jawab Zero sambil tersenyum kecut. "Maafkan aku, itulah Kerajaan Behemoth. Di mana semua iblis akan saling menatap ingin membunuh meskipun mereka tidak akan melakukannya. Karena itu, aku nyaman sekali melihat rakyatmu memandang dengan kasih sayang dan hormat yang tinggi," jawab Valentine sambil tersenyum hangat. "Sepertinya kau  dekat sekali dengan rakyatmu," sambung Valentine. "Tidak, aku tidak dekat dengan rakyatku," jawab Zero sambil duduk di bebatuan dekat kolam. "Tapi tadi itu–" "Aku bahkan baru akhir-akhir ini melihat mereka setelah aku lahir. Kau tahu? Sebuah larangan yang harus dipatuhi semua rakyatku di Kerajaan ini?" potong Zero sambil menatap langit. "Tidak, aku sama sekali tidak tahu, apa itu jika aku boleh tahu?" "Larangan untuk mereka menampakkan diri di hadapanku," jawab Zero kembali memperlihatkan senyum kecutnya. "Itu ... terlihat–" "Kejam." Zero melanjutkan perkataan Valentine, gadis itu menatap sendu ke arah Zero. "Ya memang terlihat kejam, tapi itu semua untuk keselamatan mereka." Valentine mendekat lalu duduk di bebatuan dekat sang Pangeran. "Keselamatan?" tanya Valentine tidak mengerti. "Kekuatanku di luar batas kendali, siapa saja yang menurutku tidak layak untuk hidup maka orang itu akan menjadi abu seketika. Karena itu, para Lord membuat peraturan itu hingga setelah kudapat menguasai kekuatanku peraturan dan larangan itu dicabut." Zero menjelaskan, Valentine kini tersenyum hangat sambil menatap wajah tampan milik Zero. "Aku senang mendengarnya," ucap gadis itu lembut membuat semburat merah yang samar di wajah tampan sang Pangeran. "Ehm... ayo kita kembali berkeliling, aku yakin kau  akan menyukai Kerajaan ini," ajak Zero sambil berpaling meredakan detak jantungnya. Valentine hanya tersenyum lalu ikut bangkit dari duduknya, mereka berdua kembali berkeliling. Zero memperlihatkan tempat-tempat yang begitu indah sehingga membuat Valentine terpesona. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di padang bunga yang tertanam macam-macam bunga yang terlihat indah. Zero duduk bersama Valentine di antara bunga-bunga, melihat hari yang masih siang itu membuat Valentine bersemangat. "Bunga," gumam Valentine hingga membuat Zero menoleh ke arahnya. "Bunga memberikan keindahan, kenyamanan, dan kedamaian saat dipandang. Mekarnya bunga membuat hati seketika terlena dalam keindahan yang dimilikinya. Tetapi saat bunga itu direnggut orang lain, kau  akan merasakan duniamu menjadi kelam dari keindahan. Kau  tidak akan pernah melihat bunga yang indah itu sama saat kau  pertama kali melihatnya," lanjut Valentine sambil tersenyum tetapi iris ungunya mengatakan jika ia sedang menahan rasa sakit. "Keindahan pada bunga hanyalah keindahan semu, yang di mana akan pudar jika bunga itu telah layu. Keindahan hatilah yang akan menjadi keindahan nyata di mana akan terus ada dan tidak akan menghilang," ucap Zero mengembalikan senyuman manis di wajah Valentine. "Kau  pandai berkata-kata," gurau Valentine sambil tertawa kecil. "Kau  pun juga," balas Zero sambil menyelipkan setangkai bunga kecil di telingga Valentine. Wajah Valentine memerah lantaran wajah Zero yang saat ini sangat dekat dengan wajahnya. Detik-detik bibir merah muda Valentine hampir menyentuh bibir Zero membuat jantung mereka berdua berdetak lebih cepat daripada biasanya. Saat wajah mereka hanya meninggalkan jarak 1 senti.   3.. 2.. 1..   Wuuushhhh   Momen-momen manis yang akan segera terjadi itu tidak berlangsung lama saat bibir mereka hampir bersentuhan tiba-tiba saja angin kencang berembus di sekitar mereka. 'Sial,' umpat Zero setelah menjauh dari wajah Valentine karena angin yang menerpa tubuh mereka sangat kencang. Valentine menutup wajahnya menahan malu karena sudah lancang hampir mencium sang Pangeran. "Ehm ... bagaimana kalau kita pergi ke tempat indah lainnya?" ajak Zero, Valentine membuka kedua tangannya lalu menatap Zero dengan wajah yang masih memerah. "Boleh," jawab Valentine dengan suara kecil, Zero terkekeh. "Maaf atas sikapku tadi, mungkin tidak membuatmu nyaman," ucap Zero sambil bangkit dan memalingkan wajahnya. "Tidak masalah," jawab Valentine sambil tertunduk. Zero mengajak Valentine masuk ke dalam hutan tempat di mana biasa ia berlatih, dedaunan maple berguguran terlihat indah memanjakan mata. Mereka berdua berhenti tepat di bawah pohon yang paling besar dan berusia ribuan tahun. Kembali angin yang sejuk menerpa wajah mereka berdua. Nyaman, satu kata yang terlintas di kepala cantik Valentine. Gadis itu menyukai keindahan dan kenyamanan tempat di mana mereka berdiri. Terlihat dedaunan berguguran menambahkan kesan keindahan alam yang mendalam. Zero mengambil daun yang jatuh tepat di atas kepala Valentine. "Sepertinya hutan ini juga menyukaimu," gumam Zero sambil tersenyum ke arah gadis di depannya, Valentine mengerjapkan matanya tidak mengerti. Angin kembali berembus tetapi kali ini sangat kencang hingga membuat Valentine mengigil dan mengelus lengan sendiri, melihat hal itu Zero tanpa sadar memeluk tubuh ramping Valentine dengan erat. Dedaunan berterbangan ke langit dan kembali jatuh ke tanah. Zero dan Valentine tidak menyadari jika seseorang sedari tadi mengikuti mereka dan tertawa geli dengan apa yang ia lakukan. "Sebenarnya musim apa yang saat ini terjadi," gerutu Zero sambil melepaskan pelukannya. "Musim?" Valentine mengulangi kata Zero. "Di Kerajaan Phanthom memiliki 2 musim, yaitu musim gugur dan musim semi," jawab Zero sambil menatap hutan di depannya dengan daun yang berguguran. "Pantas saja Lord Phanthom sangat menjaga wilayah Kerajaannya, Kerajaan Phanthom layaknya di surga dan para iblis mungkin ingin sekali menghancurkannya," ucap Valentine dan dibenarkan Zero dengan tertawa kecil. Mereka kembali menikmati angin yang berembus dengan menerbangkan dedaunan, kembali mereka terdiam dalam keheningan. Hingga akhirnya Zero menyadari ada yang aneh di sekitarnya tetapi ia tidak dapat mengetahuinya. "Ini akan menarik, mengganggu mereka berdua sepertinya akan menjadi hobi baru ku," gumam seseorang yang tidak jauh dari Zero dan Valentine.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD