Chapter 8

2120 Words
“Apa kau ingin mencobanya denganku?"  Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di kepala tampan sang Pangeran saat ini. Beberapa bulan telah berlalu sejak saat itu, wajahnya kian berseri setiap harinya. Akan tetapi, wajahnya tiba-tiba saja menjadi murung lantaran mengingat apa yang dikatakan Valentine selanjutnya.  "Hahaha, maafkan aku. Aku hanya bercanda, aku tidak ingin melakukan itu tanpa sebuah ikatan." Itulah yang dikatakan Valentine, berbulan-bulan telah berlalu sejak kejadian itu kedekatan Valentine dan Zero sangat terlihat. Bahkan yang tidak disangka-sangka beberapa hari lagi akan diadakan acara pertunangan sang Pangeran dan Putri dari Kerajaan Behemoth. Berita yang membahagiakan saat Kerajaan Behemoth dengan senang hati menyetujui tentang pertunangan tersebut. Apa yang dapat digambarkan tentang perasaan Pangeran saat ini? Sepertinya tidak ada, sampai hari ini saja ia tidak peduli dengan apa yang dilakukan para ayahnya terhadap ibunya. Sepertinya kedudukan Sakura kini terganti oleh kehadiran Valentine. Sudah beberapa hari ini Valentine tinggal di Kerajaan Phanthom atas keinginan sang Ratu, karena besok adalah hari penting. Meskipun tidak ada yang diundang atas pesta kali ini dari Kerajaan Behemoth, yang diundang hanyalah rakyat dari Kerajaan Phanthom. "Eather, dari mana saja kau ?" tanya Zero sambil menatap tajam sang pelayan. "Maafkan saya, Pangeran. Lord Phanthom memanggil saya dan memberikan sedikit perintah," jawab sang pelayan sambil membungkuk meminta maaf. "Apa yang Ayah Sebastian perintahkan?" tanya Zero penasaran. "Hanya sesuatu yang tidak penting, Pangeran," jawab Eather yang masih memakai wajah datarnya. Zero tidak bertanya lagi, iris rubinya menatap tajam sang pelayan. Ingin sekali ia bertanya, tetapi ia urungkan karena Eather pasti tidak akan pernah menjawab jika sudah menutupi sesuatu. Zero melangkah ke arah sofa dan duduk sambil menyandarkan punggungnya. "Duduklah." Eather mengangguk lalu duduk di salah satu sofa yang berhadapan dengan Zero. "Bagaimana menurutmu tentang Valentine?" tanya pemuda bersurai cokelat keemasan itu.  "Maafkan saya, saya tidak berhak untuk menilai seorang Putri, Pangeran," jawab Eather, Zero hanya mengembuskan napasnya kesal. "Katakan saja, atau kau  lebih suka jika aku membuatmu menjadi debu saat ini juga?" ancam Zero. "Baiklah," jawab Eather sambil mengembuskan napasnya menahan kesal. "Jujur saja saya tidak menyukai wanita yang menghambat jalan Anda untuk mencapai puncak," lanjut Eather. "Kau  memperalatku untuk mencapai puncak? Apa tujuanmu?" tanya Zero menyelidik. Eather tertawa lalu bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati jendela besar yang terletak di belakang sofa yang diduduki Zero. "Tujuan? Tentu saja tujuanku adalah membuat Anda menjadi Raja dari Para Raja Iblis. Hanya itu saja dan tidak ada yang lain lagi," ucap Eather sambil menyeringai. Untuk pertama kalinya Zero melihat Eather menyeringai, sepupunya itu ternyata lebih mengerikan daripada ayah-ayahnya. Rencana yang terang-terangan diberitahukan kepadanya bisa saja merupakan sebuah jebakan. "Apa kau  berniat mengkhianatiku, jika aku tidak mencapai puncak?" tanya Zero yang kini tengah memandangi Eather dengan tatapan membunuh. "Berkhianat? Maafkan aku, Pangeran. Sayangnya itu tidak ada dalam pikiranku, lagi pula aku masih menyayangi nyawaku. Daripada aku berkhianat lebih baik mengarahkan Anda untuk mencapai tujuanku," jawab Eather masih dengan seringaiannya. "Memangnya apa yang kau  dapat jika aku menjadi Raja dari Para Raja Iblis?" "Kesenangan." Zero mengernyitkan dahinya tidak mengerti dengan jawaban Eather. "Kau  tidak akan pernah mengerti, Pangeran. Aku sebagai seorang sepupu akan mengajarimu dan aku sebagai seorang pelayan akan mengantarkanmu ke singgasana yang sebenarnya," jawabnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Zero hanya menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan sepupu sekaligus pelayannya itu. Menurutnya untuk mencapai singgasana tidaklah sulit. Akan tetapi, apa rencana sebenarnya yang dimiliki Eather ia tidak dapat mengetahuinya dan sangat tidak mengerti. "Eather, Lord Sebastian memanggilmu," ucap Nico yang tiba-tiba sudah berada di belakang sang Pangeran. "Paman, Eather baru saja kembali dari hadapan Ayah Sebastian," ucap Zero tidak terima. "Maafkan saya, Pangeran. Tapi ada sesuatu yang harus dilaporkan pada Lord Sebastian secepatnya," jawab Nico menunduk memohon maaf.  "Terserahlah," jawab Zero malas sambil berlalu menghilang entah ke mana. "Pangeran sedang dalam keadaan tidak baik dan kau  membuatnya marah," ucap Eather sambil berlalu. "Aku tidak tahu jika suasana hatinya tidak baik dan itu bukan salahku," jawab Nico lalu mengikuti Eather. Zero melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan yang berada di ujung lorong istana bagian utara. Sesampainya di depan pintu ruangan itu Zero mengetuk pintunya terlebih dahulu. "Masuklah." Suara merdu itu terdengar mengizinkannya untuk masuk. Dengan langkah pasti Zero membuka pintu besar berukuran naga emas itu, dilihatnya sekeliling dan mendapati sosok wanita cantik yang sedang membaca buku di dekat jendela besar. Wanita itu tersenyum pada sang Pangeran. "Kemarilah," ucap wanita itu sambil menutup bukunya lalu duduk di sofa dengan anggunnya. Zero menutup pintu di belakangnya lalu mendekati wanita cantik itu dan duduk bersebelahan. "Ada apa kau  datang ke sini? Bukankah kau  sudah melupakan wanita tua ini, hum?" kata wanita itu sambil menghadap sang Pangeran. "Maafkan aku, Ibu. Aku tidak bermaksud seperti itu. Dan lagi pula Ibu tidak tua, apakah di sini tidak ada cermin untuk melihat wajah Ibu yang sebenarnya? Bahkan wajah Ibu lebih muda dariku," cibir Zero sambil memainkan surai merah muda milik Sakura. "Hahaha ... baiklah, ada apa kau  ke sini? Apa ada masalah dengan Ayah-ayahmu itu?" "Ya, aku kesal dengan Ayah Sebastian yang selalu meminjam Eather dariku," rajuk Zero. "Kau  seperti anak kecil yang kehilangan mainannya, Zero." Sakura terkekeh. "Eather memang mainanku, Ibu." "Kau  ini–"   Bledaaarrr   Ucapan Sakura terpotong lantaran suara petir yang menggelegar, Istana mendapatkan guncangan hingga membuat beberapa barang antik berjatuhan. Raut wajah Sakura dan Zero berubah menjadi panik, mereka berdua bangkit berdiri melihat keluar jendela. "Ibu, ini–" "Sebastian mengamuk," gumam Sakura. Dengan cepat mereka berdua pergi dan memasuki ruang singgasana dalam sekejap. Dan saat Zero dan Sakura sudah sampai di ruang singgasana betapa terkejutnya Zero melihat apa yang terjadi di hadapannya. Para Lord pun sudah berkumpul dan menatap tidak percaya apa yang tengah dilakukan Sebastian. Eather dan Nico yang tengah memegang bahu dan tangan Sebastian yang saat ini tengah mencengkram kepala seorang gadis. "Va-len-tine ...." Zero membelalakkan kedua matanya. "Sebastian!" Sakura berlari Nico dan Eather segera menyingkir, dengan cepat Sakura memeluk tubuh Sebastian dari belakang. "Sebastian, kumohon hentikan," ucap Sakura dengan suara lirih. Iris rubi Sebastian yang menghitam berubah kembali menjadi sedia kala. Dilepaskannya cengkraman di tangan kanannya lalu berbalik memeluk Sakura. Aura ruang singgasana semakin mencekam dengan kehadiran Zero saat ini. Iris rubi miliknya berubah menjadi keemasan, semua orang yang berada di ruangan itu melangkah mundur menjauh. Tanpa membuang waktu Sebastian mengucapkan mantra ke tubuh Valentine. "La vruetia san lavia mos qom latria xerra zanvemis la or helia ban vavor." Seketika tubuh Valentine melayang dan sedikit demi sedikit tubuh indahnya terselimuti kristal berwarna merah darah. Sakura yang baru pertama kali melihat itu menatap tidak percaya ke arah kekasih yang sedang memeluknya itu. "A-yah, apa ... yang kau lakukan?" Zero menatap tidak percaya pada Sebastian, kedua tangannya mengepal dengan kuatnya. "Aku mengutuknya," jawab Sebastian angkuh tanpa senyuman yang menghiasi wajah seperti biasanya. "Mengapa?" tanya Zero lirih sambil menunduk, tidak ada jawaban dari Sebastian. "MENGAPA KAU LAKUKAN INI?" Zero berteriak membuat istana bergetar, para Lord tidak bisa melakukan apa pun ketika putra mereka semarah itu. Sebastian semakin mempererat pelukannya pada Sakura, iris rubinya masih tetap menatap tajam ke arah Zero. "KATAKAN PADAKU!" "Zero ...." "Tetaplah diam dalam pelukanku atau kau  tidak akan selamat di saat Zero semarah itu," bisik Sebastian saat Sakura ingin melepaskan diri dari dekapannya. "Tapi Zero–" "Ibu ...," panggil Zero dengan suara lirih, Sakura menoleh ke arah Zero yang saat ini menatapnya. "Apa Ibu juga melakukan ini semua?" tanya Zero lembut tetapi penuh penekanan. "Zero, aku–" "Ibumu tidak mengetahui apa pun tentang apa yang kulakukan, begitupun mereka para Lord tidak mengetahui apa pun," potong Sebastian, pandangan Zero seketika menggelap. Dalam sekejap saja Zero sudah di hadapan Sebastian dengan tangan yang mengepal dan akan meluncurkan kepalannya ke arah Sebastian. Akan tetapi, detik berikutnya tubuhnya terpental dan membentur tembok istana. "Kau ! Berani-beraninya melayangkan serangan terhadapku!" Sebastian langsung saja melesat ke hadapan Zero dan menendang tepat di perutnya hingga terpental menembus dinding. "Sebastian!" teriak Sakura histeris. Sebastian terus mengejar tubuh Zero yang terpental hingga keluar istana, Sakura mengejar dengan para Lord yang tidak habis pikir jika Sebastian akan menghajar Zero seperti itu. Sesampainya mereka keluar istana betapa mengerikannya Sebastian saat ini, memang wujudnya tidak berubah sama sekali tetapi auranya benar-benar dahsyat hingga membuat mereka yang menonton merasa merinding. "Nico, Eather!" panggil Viper. "Yes, Lord Viper," jawab mereka berdua bersamaan. "Ungsikan seluruh iblis yang berada di istana, Sebastian saat ini sedang mengamuk melebihi saat melawan kami berlima," titah Viper menatap cemas sang Pangeran. Terlihat Sebastian tanpa ampun menendang, menarik, menghentakkan tubuh Zero hingga seluruh tanah yang mereka pijaki hancur dalam sekejap. "Aku tidak pernah mengajarimu menjadi iblis yang bodoh." Buuugh Sebastian menginjak perut Zero tanpa ampun, saat ini Zero sudah habis dengan luka di sekujur tubuhnya. Sebastian menatap bengis sang Pangeran, dijambaknya surai cokelat keemasan milik Zero dengan sekali hentakkan. "Aku bisa saja melepaskan kepalamu yang tidak berguna ini dari tubuhmu. Akan tetapi, Istriku tercinta pasti tidak akan memaafkanku. Jadi, apa aku harus melukai Ibumu hanya untuk mendapatkan maaf darimu? Jawab aku!" bisik Sebastian tepat di wajah sang Pangeran. "Ibu? Kau  berani melukai Ibuku?!" Iris emas milik Zero yang sedari tertutup kini terbuka lebar. "Kau  sudah mengutuk kekasihku dan sekarang kau  berencana melukai Ibuku?!" desis Zero menatap nyalang sang ayah, Sebastian semakin memperkuat cengkramannya. "Ugh ...." "Akan kuulangi pertanyaanku. Apa aku harus melukai Ibumu hanya untuk mendapatkan maaf darimu?" Zero meronta ditendangnya rahang Sebastian dengan kaki kanannya hingga cengkraman di rambutnya terlepas. Zero mengeluarkan pedang miliknya diarahkannya pedang itu tepat ke jantung Sebastian, tetapi dengan satu jari saja Sebastian menahan ujung pedang milik Zero. "Kau  benar-benar anak yang durhaka," ucap Sebastian yang kini menyeringai, Zero melompat mundur. Kekuatannya benar-benar tidak seimbang dengan Sebastian, meski memiliki darah dari Sebastian, tetapi itu hanyalah darah. Kekuatan yang Sebastian peroleh berasal dari latihannya seumur hidupnya, bahkan belum lama ini Sebastian memperlihatkan hasil latihannya selama dua puluh ribu tahun hanya dengan jentikan jarinya saja satu Kerajaan iblis dapat musnah dalam sekejap mata. "Zero, Sebastian, hentikan!" Suara Sakura terdengar membuat konsentrasi Zero teralihkan. Dengan cepat Sebastian telah berada di belakang Sakura, Sebastian memegang kedua bahu Sakura sambil menyeringai. Zero yang melihat seringaian Sebastian panik seketika, dengan secepat kilat Zero sudah berada di belakang Sebastian lalu mengayunkan pedangnya tepat ke punggung Sebastian.   Sraaatttt   Zero membelalakkan matanya, para Lord yang melihat itu menjadi geram dengan apa yang dilakukan sang Pangeran. Tetesan cairan merah berjatuhan membasahi tanah, Zero melepaskan pedangnya yang jatuh ke tanah begitu saja. Air matanya terjatuh, iris rubinya pun kembali. "I-ibu ... apa yang terjadi?" tanya Zero dengan suara tercekat. "Aku tidak akan membiarkanmu melukai Ayahmu sendiri, Zero," jawab Sakura yang terjatuh dalam pelukan Sebastian. "Apa ... apa yang terjadi?" gumam Zero sambil melihat tangannya yang berlumur darah Sakura. "Yang tadi kau tebas adalah bayanganku, Aku hanya memindahkan bayanganku di belakang Sakura. Dan kau  ... ME-NE-BAS-NYA," jawab Sebastian penuh penekanan di akhir kalimat. Zero membeku, tatapan berhenti pada kedua tangannya yang berlumur darah. Sebastian menyeringai lalu mengangkat tubuh Sakura. Para Lord menghampiri Sebastian yang sedang menggendong Sakura dengan raut wajah khawatir. "ZERO!" teriakan terdengar memekakkan telinga. Dengan cepat Mysth sudah mencengkram leher Zero dengan kuat, sang Pangeran pun tidak bisa melawan karena teriakan Mysth yang tiba-tiba membuat kepalanya sakit. "Kau  akan membayar semua perbuatanmu ini, Pangeran!" desis Mysth hingga membuat Zero tidak sadarkan diri. "Masukkan dia ke penjara!" titah Sebastian entah pada siapa. Saat itu juga Nico dan Eather sudah datang di hadapan Mysth, Mysth langsung saja melempar tubuh Zero ke tanah. Mereka pun meninggalkan tubuh Zero begitu saja, dengan cepat Eather mengangkat tubuh Zero. "Hampir saja Pangeran mati," gumam Eather yang memeriksa tubuh Zero. "Beberapa tulang rusuknya patah, tetapi sudah pulih dengan sendirinya. Lord Phanthom benar-benar tanpa ampun," lanjut Eather. "Berhentilah memanggilnya Lord Phanthom, sudah aku bilang berulang kali untuk memanggil Beliau, Lord Sebastian," gerutu Nico. "Kau  menggerutu pada saat yang tidak tepat, lebih baik kita masukan sang Pangeran ke dalam sel tahanan," jawab Eather acuh. "Kau  benar-benar ingin memasukkannya? Kau  pelayan setianya, bukan?" tanya Nico terheran-heran. "Kau  terlalu banyak bertanya, Pak Tua," jawab Eather lalu menghilang begitu saja. "Apa dia melupakan usianya sendiri?! Dasar," cibir Nico yang juga menghilang mengikuti Eather. Seluruh Lord saat ini berada di kamar pribadi milik Sakura, wajah khawatir mereka sangat terlihat. Perlahan tubuh Sakura pulih dengan sendirinya dengan bantuan penyembuhan dari Sebastian. "Sebenarnya apa yang terjadi, Sebastian?" tanya Viper. "Kau  mengorbankan Hime dalam hal ini." Lazark menatap tajam ke arah Sebastian. "Aku akan mengirim Pangeran ke dunia manusia," ucap Sebastian datar mengacuhkan pertanyaan dari Viper. "Apa! Untuk apa?" tanya Shine. "Kalian akan mengetahuinya jika ia kembali nanti," jawab Sebastian sambil menyeringai. "Kau  benar-benar mengerikan, Sebastian. Bahkan kau  sampai membuat Hime terluka." "Aku dapat menyembuhkannya, tetapi untuk menyembuhkan hati Sakura adalah hal yang sangat sulit jika dibiarkan," jawab Sebastian masih dengan menatap tubuh Sakura. "Apa maksudmu?" Viper menatap tajam Sebastian. "Sudah kukatakan, kalian akan mengetahuinya nanti," jawab Sebastian. "Dan Zero harus merasakan akibat atas perbuatannya yang melawanku dan melukai Sakura!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD