Karena Kita Tidak Boleh Jatuh Cinta - 01
Jakarta, 17.30
"Tapi pulsa saya belum masuk juga, Mas ... Ya ampun! Saya harus buru-buru." Seorang gadis yang masih mengenakan seragam SMA tampak menatap gusar.
"Bentar, Neng ... Saya cek lagi." sosok mas-mas pemilik konter yang memiliki ujung kumis meliuk itu mengecek handphone di tangannya dengan santai.
Gadis dengan potongan rambut bob, kacamata bulat berbingkai tebal, yang juga memakai kawat gigi itu pun mengembuskan napas panjang, lalu kembali menatap dengan mata sayu.
"Ini sudah yang ketiga kalinya saya bolak-balik ke sini lho, Mas." suaranya terdengar lemah.
Mas-mas berbadan ceking itu pun mengernyit, lalu menatap sengit. "Pulsanya udah masuk, kok, Neng ...."
Gadis yang mengenakan seragam kedodoran itu melotot, lalu berusaha menahan emosi yang sudah memuncak. Dia memejamkan mata sejenak, menghela napas dalam-dalam, meniupkannya perlahan, kemudian menatap mas ceking itu dengan senyum yang dipaksakan.
"Kalau udah masuk pulsa saya nambah dong, Maaaaaaassss ...!"
"Tapi ini beneran sudah masuk, Neng. Ada laporannya kalau transaksi sudah berhasil." mas ceking pun ikutan ngotot.
Gadis itu kemudian sibuk menekan-nekan layar handphone-nya, lalu memperlihatkan layar itu pada mas ceking.
"Tuh liat! Pulsa saya cuma 2.000 rupiah, alias belum nambah. Aduh Maaaas. Saya lagi buru-buru ini. Bentar lagi bias saya mau live di Instagram-nya." Gadis itu tampak mulai putus asa.
Mas ceking pun juga kebingungan. Karena memang jelas-jelas transaksi pengisian pulsa itu sudah berhasil. Saldo di akunnya pun sudah berkurang. Mas ceking pun menatap gadis culun itu penuh curiga.
"Jangan-jangan Neng mau nipu, ya? Biar bisa dapet pulsanya dobel?"
Gadis itu tersentak. "Demi ubur-ubur yang ada di Bikini Bottom, bagaimana bisa bibir mas berkata seperti itu?"
Mas ceking tak mau kalah dan juga menunjukkan bukti transaksi di layar handphone-nya. "Noh lihat baek-baek. Mata Neng udah empat kan ... Harusnya bisa melihat lebih jelas!"
Gadis itu tertegun sebentar, tapi kemudian dia langsung menggelengkan kepala. "INI KETERLALUAN ...!!!" bentaknya keras.
Mas ceking terkejut dan langsung ber-istigfar sambil mengurut dada.
"Pulsa saya nggak masuk-masuk dan sekarang malah saya yang dituduh sebagai penipu....!?" suara gadis itu melengking keras dan membuat beberapa pembeli lain yang ada di sana ikut menoleh.
Mas ceking pun tersenyum cemas pada pelanggannya yang lain, lalu kembali menatap gadis di depannya. "Nggak usah teriak-teriak atuh, Neng! Kamu mau menjatuhkan bisnis saya apa gimana?" bisiknya gusar.
Gadis itu melipat tangan di dada. "Pokoknya saya nggak mau tau! kalo pulsanya masih belum masuk juga ... Saya akan tetap berdiri di sini dan juga mengomel sepanjang waktu!"
Deg.
Mas ceking nyaris terkena serangan jantung mendengar ancaman itu. Tapi untunglah jantung mas ceking tidak suka menyerang. Mas ceking beralih menatap name tag si gadis yang tertera di seragamnya.
Glek.
"Mas lihat apa, sih?" sergah gadis itu sambil menyilangkan tangan menutupi dadanya.
"Jadi nama kamu Dina ...?" tanya mas ceking.
Gadis yang bernama Dina itu langsung membelalak. "K-kenapa Mas bisa tahu nama saya? A-apa jangan-jangan Mas ini dukun? Cenayang? Peramal? Atau ... Mas adalah kaum indihome? Eh ... Maksud saya indigo?"
"Itu saya ngebaca name tag kamu," jawab mas ceking.
"Ah ... ternyata begitu. Sorry, Mas ... forget," celetuk Dina.
Mas ceking yang sudah kewalahan menghela napas gusar. "Sebaiknya sekarang kamu pulang!"
"Terus pulsa saya gimana ...!?" pekik Dina histeris.
Mas ceking tersenyum. "Pokoknya transaksinya sudah berhasil. Saldo saya juga sudah berkurang. Jadi kesimpulannya saya sudah melakukan kewajiban saya sebagai pihak yang menjual pulsa."
Dina membetulkan letak kacamatanya dengan jari telunjuk, lalu juga tersenyum tipis. "Jadi Mas pikir saya yang sudah berbohong?"
Mas ceking tidak lagi menjawab dan beralih melayani pelanggannya yang lain.
Dina mengembuskan napas kasar. Sekujur wajahnya kini terasa panas. Gadis itu berkacak pinggang sambil terus meniup wajahnya sendiri. Emosinya kian terbakar saat mas ceking tersenyum sinis, lalu kembali mengabaikannya.
Dina menatap tajam dan terus menunggu itikad baik mas ceking yang sepertinya masih belum menampakkan hilalnya.
Waktu pun terus berlalu.
.
.
.
Detik terus berganti..
.
.
.
Langit senja yang tadi masih berwarna kemerahan pun kini sudah sepenuhnya gelap. Dan Dina ...
Masih berdiri di tempatnya dengan bibir berkedut menahan tangis.
Apa yang sudah dilakukan mas ceking terhadapnya benar-benar jahat.
Bagaimana bisa dia setega itu?
Padahal Dina sudah mengumpulkan uang jajannya selama tiga hari untuk membeli kuota internet. Selama tiga hari itu juga Dina dilamun rindu yang teramat sangat pada sosok idolanya. Dina belum mengetahui kabar terkini dari biasnya itu. Dan tadi dikelas Dina tak sengaja mendengar bisik-bisik para betina lain yang bergosip tentang idolanya.
"Malam ini si BM bakalan live instagram untuk pertama kalinya setelah debut ...."
Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Dina. Dia yang awalnya sedang fokus menghapal materi untuk ulangan harian sejarah pun langsung gelisah dan tidak bisa berkonsentrasi. Alhasil saat ulangan berlangsung Dina hanya bisa planga-plongo melihat deretan soal yang membuat otaknya mengkerut.
Semua jawaban soal-soal itu padahal sudah dihapalnya, tapi mendadak semua materi itu sirna tak berbekas. Dina harus menerima kenyataan pahit. Dia akhirnya masuk dalam deretan daftar siswa yang harus mengikuti remedial yang tentu akan terasa sangat melelahkan. Padahal Dina terkenal dengan otak menterengnya. Namun sejak menggeluti dunia fangirl, prestasinya pun mulai terancam.
Tapi...
Dina tidak terlalu mencemaskan hal itu.
Karena sekarang otaknya hanya dipenuhi oleh hasrat menggebu untuk bisa melihat sang idola.
"Siapa tau nanti dia notice kehadiran aku di live instagramnya," gumam Dina dalam hati.
Gadis itu mulai hanyut dalam halusinasi.
Otaknya mulai berkhayal.
Dina membayangkan jika seandainya sang idola menyapanya di live instagram. Sosok itu menyebut namanya, tersenyum ramah, melambaikan tangan, lalu kemudian menyanyikan sebait lagu untuknya.
"KYAAAAAAA ...!!!"
Dina berteriak histeris. Orang-orang yang ada di sana pun terkejut dan menatap heran. Mas ceking yang baru saja menyuap sebiji gorengan tahu yang sudah disisipi cabe rawit pun langsung tersedak dengan kerongkongan yang terasa panas.
Dina tersadar dan berdehem pelan. Sedetik kemudian dia kembali mendatangi mas ceking yang sedang meneguk segelas air.
Gadis cupu itu bernama Dina.
Rahmadina, tapi biasa dipanggil Dina.
Hanya terdiri dari sembilan huruf itu saja tanpa embel-embel nama panjang seperti kebanyakan nama manusia pada umumnya. 25 februari lalu Dina genap berusia 17 tahun.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada ucapan selamat dari keluarga dan teman-temannya. Tidak ada pesta perayaan. Tidak ada kado yang dia terima.
Bahkan ...
Ibunya sendiri lupa dengan hari lahirnya.
Tapi tak mengapa, toh Dina sudah terbiasa menerima pengabaian demi pengabaian dalam hidupnya. Sebagai sosok anak yang kehadirannya tidak pernah diharapkan di dunia ini, Dina benar-benar sudah menerima kehidupan yang keji itu dengan berlapang dada.
Tidak ada yang istimewa pada gadis itu. Parasnya biasa saja. Dina mempunyai tinggi badan 155 cm, badannya kurus, dengan kulit yang tidak terawat. Pipi dan keningnya dipenuhi oleh jerawat-jerawat nakal yang terus saja berkembang biak.
Saat gadis seusianya sibuk mempercantik diri dengan mencoba berbagai metode dan produk kecantikan, Dina tetap pada kebiasaan lamanya. Dia suka menepi dari hiruk pikuk kehidupan. Gadis itu seperti hidup dalam gelembungnya sendiri. Dina lebih suka membaca tumpukan buku usang di tempat yang lengang atau membaca komik dengan berbagai cemilan sebagai teman.
Di sekolah atau di rumah pun sama saja baginya.
Dina selalu hidup seakan-akan dia tidak pernah ada.
Karena hobinya itu juga penglihatan Dina kian memburuk. Tahun lalu dia masih bisa melihat cukup jelas tanpa kacamata, namun sekarang Dina tidak bisa lepas dari benda itu. Minus matanya semakin bertambah. Semua terjadi karena Dina suka membaca sambil tiduran. Tak jarang dia juga suka begadang demi menamatkan sebuah novel.
Bagi Dina membaca adalah sumber kebahagiaan. Dina lebih suka menenggelamkan diri dalam berbagai kisah fiksi yang menyenangkan.
Dia tidak pernah peduli pada kenyataan. Karena dunia nyata ...
Selalu saja berlaku kejam padanya.
"Neng ... Kamu nggak pulang ke rumah, kah? Nanti emakmu khawatir." ini sudah yang ke empat kalinya mas ceking sang pemilik konter pulsa memperingatkan Dina.
Dina yang sedang fokus menatap layar handphone-nya tak menjawab sama sekali. Matanya masih terpaku menatap sosok lelaki tampan yang saat ini sedang tersenyum menyapa semua penggemarnya. Senyuman itu benar-benar membuat semua persendian Dina melemah. Sosok di layar handphone itu seketika langsung mengalihkan dunianya.
"NENG ...!!! Kamu nggak dengerin saya !?" kali ini mas ceking membentak cukup keras.
"B-Bentar lagi, Mas ... Sebentar lagi siaran live-nya juga selesai."Dina menyeringai, membetulkan posisi kacamatanya yang melorot, lalu kembali fokus menatap layar handphone.
Karena tidak diperbolehkan mengutang pulsa, akhirnya Dina ngotot ingin memakai wifi di konter mas ceking untuk menonton live instagram idolanya. Awalnya mas ceking juga menolak, tapi Dina kembali mengancam akan membuat rusuh jika mas ceking tidak memberikan kata sandi wifinya.
Dan sekarang...
Bermodalkan sebuah kursi plastik yang rapuh, Dina duduk dengan tenang dan berkonsentrasi penuh menyimak siaran langsung idolanya itu.
"Dia benar-benar anak ajaib. Tadi nangis sesegukan. Sekarang malah senyam-senyum seperti orang gila," desis mas ceking.
"Udahlah, Mas... biarin aja. Asal dia nggak mengganggu pelanggan seperti tadi," sahut pegawai mas ceking yang juga memerhatikan kelakuan Dina.
Dina terus terpaku menatap sosok yang sempurna di matanya itu.
Sorot mata itu tampak berbinar. Bibirnya kini tak henti tersenyum.
Deg.
Jantung Dina nyaris berhenti berdetak saat lelaki tampan itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke kamera, lalu tersenyum.
"Astaga ... Bagaimana kamu bisa semanis ini," bisiknya pelan.
"Saya sangat mencintai kalian ... Terima kasih untuk semua dukungan dan cinta yang sudah kalian berikan. Tanpa kalian saya bukan siapa-siapa. Di sini saya akan berjuang untuk menghibur kalian semua...
Sosok berparas tampan itu kembali berbicara pada dua juta penggemar yang saat ini sedang menonton siaran langsungnya. Ya, Dina hanyalah secuil butiran debu diantara dua juta penggemar lainnya yang juga tengah menyaksikan live instagram itu.
Barisan komentar berisi kalimat dukungan pun terlihat bermunculan dengan emoticon hati yang terus bertebaran
_HandyaXxx : Oppa saranghae....
BM_wife : kami selalu mendukungmu...
Laura21_ : Teruslah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia K-POP.
GynaAjjah : DIA ITU SUAMI GUE TITIK.
UpilnyaBM_ : Wajahnya lebih mulus dari masa depan gue.
MacanSyantikk21 : Mas BM kalo udah kelar karirnya di Korea langsung lamar aku yaa...
BucinnyaMarkeww : Oh, jadi ini idol asal Indonesia yang lagi rame itu? Biasa aja sih, masih cakepan Bias gue. Mark forever.
TxGy01 : Jangan ngajak WAR woy! Cintai produk dalam negeri. Jangan dengerin haters ya Oppa... Saranghae.
Deretan komentar itu membuat Dina lagi-lagi mengulum senyum. Tanpa sadar jemarinya mulai mengelus layar handphone yang masih menampilkan wajah sosok BM. Lelaki itu sedang bercerita seputar perjalanan karirnya hingga bisa debut menjadi idol K-POP di negeri ginseng.
Sekitar empat bulan lalu, tepatnya di akhir tahun 2020, jagad industri hiburan K-POP diguncang oleh kemunculan boyband baru bernama PrettyDevil.
Kemunculan grup idol baru memang hal yang sudah lazim terjadi. Setiap tahunnya akan selalu muncul para rockie yang siap meramaikan jagad hiburan Korea Selatan yang juga sudah mendunia selama beberapa dekade belakangan ini. Tak dapat dipungkiri bahwa Industri hiburan K-POP memang sudah menjelma menjadi salah satu trendsetter yang keberadaannya tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dan Indonesia sendiri selama beberapa tahun terakhir merupakan basis pecinta K-POP yang terkenal cukup masif dan liar. Para fans negara +62 memang terkenal dengan ke bar-bar-annya. K-popers tanah air memiliki track record yang cukup mencengangkan. Mereka bisa saja membuat trending sebuah video music idolnya dengan mudah. Mereka juga bisa menjatuhkan saham sebuah agensi seperti yang beberapa waktu belakangan pernah terjadi.
Dan di akhir tahun 2020 kemarin, K-popers tanah air pun geger karena kemunculan PrettyDevil. Hal itu karena salah satu member ternyata berasal dari Indonesia. Sosok lelaki yang memiliki warna kulit khas Indonesia itu bernama Bima Geraldyn. Netizen pun masih mengusut apakah sosok itu memang memiliki tali persaudaraan dengan Anya Geraldyn atau mereka memang hanya kebetulan memiliki nama belakang yang sama.
Lelaki berusia 20 tahun itu debut dengan nama panggung BM dibaca 'Bi Em'
Kehadiran BM tentu saja membuat kehebohan terkhusus di Indonesia. Media massa berlomba-lomba menyorot sosoknya yang sudah berhasil menembus industri K-POP nan terkenal sulit untuk ditahlukkan.
Sebelum menjadi Idol, para trainer akan menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya untuk berlatih menari dan bernyanyi. Semua usaha dan kerja keras itu pun juga belum menjamin mereka akan berhasil debut.
Jadi wajar saja jika kemunculan BM langsung menjadi sesuatu yang fenomenal. Tak tanggung-tanggung, berkat kekuatan netizen +62, video klip pertama PrettyDevil pun langsung mencapai 20 juta view dalam sehari. Hal itu pun juga menjadi salah satu topik panas di Korea Selatan.
Dalam waktu yang singkat, sosok BM langsung mencapai puncak popularitasnya.
Dunia kini mencintainya. Jutaan manusia kini memuja dan menjadikannya idola.
Dan Dina, hanyalah salah satu diantaranya.
.
.
.
Senyum di wajah Dina perlahan surut saat menyadari sebuah kenyataan. Dia hanyalah secuil debu yang keberadaannya pun mungkin tidak akan pernah diketahui oleh BM.
Suara helaan napas Dina terdengar berat. Bersamaan dengan itu dia pun juga mulai mengetikkan komentarnya.
JustDina : Terima kasih sudah menyelamatkan hidupku.... Walau ini terdengar mengada-ada ... Tapi aku selalu berdoa agar suatu saat nanti kita bisa bertemu ....
_