Ch.03 The Real Psycho

2934 Words
“Mom, ayolah! Kenapa Mommy mendukung pernikahan konyolku dengan Dantheo? Kami sedang mabuk saat itu!” erang Zalma di kamar tidurnya. Sang ayah yang tadi berkelahi dengan ayahnya Dantheo berada di sisi putrinya. “Ya! Zalma benar! Kamu tidak seharusnya sepakat dengan Anya untuk mempertahankan pernikahan itu sampai satu tahun ke depan, Pumpkin!” kesal Mikhail cemberut, menggaruk kepala yang tidak gatal, lalu menghempaskan diri duduk di sofa. Lelaki terkaya di Eropa tersebut terus menggerutu, “Kalau Zalma yang berbuat salah, nanti Dantheo mengajukan cerai, semua harta atas nama Zalma jatuh ke Dantheo. Itu namanya gila! Aku tidak mau membagi hartaku dengan Italia Gila itu!” Stevan Lycenzo sang besan -ayah Dantheo- biasa dijuluki Black Wolve oleh orang-orang di dunia hitam bawah tanah karena memiliki tato ular cobra yang tersohor di bagian punggung. Vivan menghela sangat berat dan lirih. Tatapnya memandang sang putri dengan kepiluan terpendam. “Mommy mendengar dari beberapa teman kalau Alex sudah bertunangan dengan Xeloma. Apakah itu benar?” Zalma terhentak selama beberapa detik. Tidak pernah menyangka ibunya tahu tentang berita yang membuat hatinya hancur berkeping hingga pergi ke klub malam bersama Crysler untuk sesaat menghilangkan rasa sakit itu. Ia tidak menjawab, hanya memalingkan wajah dan mencegah ada yang melihat matanya mulai merah dan berkaca-kaca. “Kamu ke The Markee bersama Crysler adalah untuk meneguk kepedihan itu dalam alkohol, benar?” Vivan kembali bertanya dengan suara terengah yang tertahan. Mikhail menatap istrinya dan cukup terbelalak pula. “f*****g Stormstone sudah bertunangan dengan Xeloma? That s**t! Dia bilang kepadaku saat berpamitan dulu bahwa mereka berdua tidak ada apa-apa!” serunya emosi. Vivan tersenyum pilu, “Dalam waktu delapan bulan banyak hal bisa berubah, Honey. Dan kenyataannya adalah Alex sudah bertunangan dengan Xeloma. Itulah kenapa aku ingin Zalma tetap menikah dengan Dantheo sampai satu tahun ke depan.” “What? Supaya Zalma bisa menyaingi Alex? Karena f*****g s**t Stormstone sudah memiliki tunangan, lalu Zalma juga sudah memiliki suami, begitu?” Mikhail masih tidak bisa satu pemikiran dengan istrinya. Yang ditanya menggeleng. Lalu, dengan suara tergetar menahan resah yang memilukan, Vivan berucap, “Supaya Zalma ada yang menemani saat malam tiba. Supaya Zalma tidak sendiri. Supaya Zalma ada urusan lain selain memikirkan Alex dan Xeloma yang sudah bertunangan.” “Supaya peristiwa yang membuat kita semua menangis di depan pintu IGD delapan bulan lalu tidak terjadi lagi ….” Tiga manusia kini terdiam dengan menahan rasa bergemuruh di dalam d**a masing-masing. Kenangan buruk delapan bulan lalu menyeruak di batin mereka serasa baru saja terjadi kemarin malam. Zalma cepat menghapus satu butir air mata yang menuruni pipi begitu saja tanpa bisa dia cegah. Teringat bagaimana delapan bulan lalu saat pria bernama Alex Stormstone mengakhiri hubungan mereka, meninggalkannya dalam jurang penyesalan tak berbatas, dan membuatnya … Ya, delapan bulan lalu wanita pirang nan cantik dengan mata biru terindah nyaris tak bisa lagi membuka mata untuk selamanya. Dia meneguk pil tidur terlalu banyak hingga over dosis dan berada di ambang kematian. Ketika mata terbuka dan hanya Alex Stormstone yang ia lihat pergi meninggalkannya, kenyataan menjadi terlalu sulit untuk diterima. Membuatnya tak ingin lagi membuka mata untuk selama-lamanya. Untung sang kakak cepat menemukannya di kamar dan segera membawa ke rumah sakit hingga nyawa pun masih tertolong, hingga ia kini bisa berada di kamarnya dan telah menjadi istri seorang Dantheo Lycenzo. Zalma menatap nanar pada ibunya, “Aku tidak akan berbuat begitu lagi, Mommy. Pada waktu itu aku berpikir terlalu pendek. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan mencoba mengakhiri nyawaku.” “Aku menyayangi Mommy, Daddy, dan seluruh keluargaku. Aku juga sudah berusaha untuk terus berjalan. Iya, aku mabuk bersama Crysler karena aku ingin melupakan kenyataan bahwa Alex sudah bertunangan dengan Xeloma. Tapi, tetap saja pernikahan dengan Dantheo ini tidak masuk akal!” Mikhail menyela sambil menahan engah, “Hakim itu yang tidak masuk akal! Kalau saja kamu membiarkan, Pumpkin, aku sudah akan menculik dan mencabuti kukunya supaya dia tidak membuat syarat aneh-aneh untuk Zalma bercerai dari Dantheo!” Meski demikian, sebenarnya sedikit banyak apa yang dikatakan oleh istrinya masuk ke dalam relung hati. Ia masih bisa mengingat dengan jelas pula saat hati remuk redam hancur lebur melihat putrinya tergolek hampir tak bernyawa di atas ranjang rumah sakit. Hanya saja, Mikhail masih tidak mau ada hartanya yang berpindah ke keluarga Lycenzo jika terjadi sesuatu dan perceraian itu terjadi dengan kesalahan berada di pihak Zalma. Vivan tersenyum sendu, “Hanya satu tahun, Zalma. Cobalah menerima keputusan hakim, juga keputusan Mommy. Anggap saja Mommy menjodohkanmu dengan Dantheo Lycenzo, dan mau tidak mau, kamu harus menerimanya.” Sang bunda berdiri, kemudian memeluk putri cantiknya. Ia kecup kening Zalma, lalu berucap, “Cinta bisa datang dari mana saja. Siapa tahu ini adalah jalan Tuhan agar kamu mengikhlaskan kandasnya hubunganmu dengan Alex?” “Nah, sekarang, ayo, kemasi barang-barangmu untuk pindah ke rumah Dantheo. Keluarga Lycenzo sudah menunggumu di sana. Kamu harus bersyukur ibu mertuamu juga adalah wanita yang baik.” Zalma menggeleng, mengembus kasar, ingin berteriak sekencang mungkin dan protes hingga keesokan pagi, tetapi demi apa pun juga dia tidak pernah bisa melawan keinginan ibunya. “Satu tahun, ya … aku hanya harus bertahan selama satu tahun!” kesalnya. *** Sementara itu, Dantheo sendiri tidak langsung pulang setelah dari gedung pengadilan. Dia bersama sang ayah sedang menuju klub malam milik mereka yang bernama The Markee. Tidak banyak orang tahu kalau di bawah klub malam tersebut ada sebuah penjara yang sudah puluhan tahun dijadikan tempat eksekusi para musuh keluarga Lycenzo. Stevan -ayah Dantheo- berucap tegas pada putranya beberapa menit sebelum mereka sampai di lokasi. “The f**k is wrong with you, hah! Bisa-bisanya kamu menikahi Zalma Yan! Kenapa kalau mabuk kelakuanmu itu benar-benar tidak masuk akal?” bentak sang mafia kejam. Dantheo melirik jengah pada ayahnya. “Sejak kapan ada orang mabuk bisa berbuat hal yang masuk akal? Aku saja samar-samar mengingat kepergianku ke Vegas. Sekilas aku mengingat kami tertawa berdua, sekilas mengingat berdiri di altar, entahlah, Daddy!” Lalu, sebuah usul ia lontarkan dengan seringai dingin, “Kita bom saja rumah hakim supaya dia mati. Lalu, kita suruh pengacara mengajukan banding supaya aku dan Zalma bisa bercerai!” “Are you out of your f*****g mind, hah! Mommy-mu yang akan meledakkan Daddy kalau sampai hakim itu mati! Ini semua gara-gara kamu selalu bermain wanita selama beberapa tahun terakhir! Gara-gara itu Mommy memaksamu menikah dengan Zalma!” Stevan kembali meghentak. Dan Dantheo kembali menyeringai sama seperti sebelumnya sambil berucap, “Well, kata pepatah, buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya, bukan?” Stevan sontak terdiam mendengar ucapan anak lelaki ketiganya. Geram sangat, tetapi tidak menyalahkan juga karena masa lalu The Black Wolve itu tidak jauh berbeda jika perkara wanita. Pria terkaya di Los Angeles berdesis, “Pokoknya, kamu harus menganggap ini sebagai peperangan! Kamu tidak boleh kalah dalam satu tahun ke depan!” “Kamu tidak boleh memukulnya, paham? KDRT masuk dalam syarat resmi perceraian!” Dantheo menggeleng semakin jengah, “The f**k, Dad? Sejak kapan aku pernah memukul wanita?” “Kamu tidak boleh tidur dengan wanita mana pun selama satu tahun ke depan! Zalma bisa saja sudah menyiapkan mata-mata! Perselingkuhan dan tidur dengan orang lain masuk dalam syarat perceraian juga!” Mendengar kalimat-kalimat ayahnya membuat kepala Dantheo pusing sekaligus emosi semakin bergejolak di dalam d**a. Tidak tidur dengan siapa pun selama satu tahun ini bagaimana ceritanya? Tidak tahu apakah dia sanggup melakukannya. Dantheo Jefferey Lycenzo, yang kata mereka tidak pernah pergi dari klub malam tanpa seorang wanita di sisinya, kini harus tidak menyentuh wanita mana pun hingga satu tahun ke depan? Sepertinya ini akan menjadi satu tahun yang sangat menyedihkan baginya. Sampai ke The Markee, ayah dan anak turun dari kendaraan di sebuah ruangan rahasia. Belasan bodyguard berjaga dengan senjata lengkap. Keduanya memasuki sebuah pintu dan menuruni tangga. Udara pengap serta cahaya remang gelap menyambut. Bau kencing tikus dan juga kencing manusia bercampur jadi satu. Tidak ketinggalan, bau darah busuk para musuh yang menghabiskan nyawa mereka di sini. “Mereka yang membunuh dua dealer utama kita, Stevan. Mereka mengaku dikirim oleh Los Morales untuk menguasai Bronx dan area Utara kita lainnya.” Seorang lelaki bertubuh tinggi besar, bermata sipit, serta berambut hitam pekat menunjuk lima orang yang sedang terantai di balik jeruji besi. Dia adalah Evanest Liu, tangan kanan Stevan sejak lebih dari seperempat abad lalu. Dia juga adalah ayah dari Christopher Liu yang mengurusi pernikahan Dantheo-Zalma di Las Vegas beberapa hari lalu. Pintu jeruji besi penjara dibuka, Stevan memasukinya. Jemari sang mafia mencengkeram dagu salah satu musuh yang tertangkap. “Kamu disuruh Los Morales untuk mengacau perdaganganku di Bronx?” tanyanya berdesis seperti seekor ular Cobra. Satu lelaki mengangguk. Wajahnya babak belur penuh darah dan mata bengkak parah seakan bola matanya hendak melompat keluar. Ia berbisik lemah, “B-betul ….” “This means war!” seringai Stevan, lalu melepas cengkeramannya. Namun, satu detik kemudian dia menghantamkan genggaman tangan berkali-kali ke lelaki itu hingga terdengar suara tulang beradu terus menerus. Dantheo melipat tangan di depan d**a, memerhatikan ayahnya sedang melampiaskan kemarahan kepada musuh. Ia tetap diam, menanti gilirannya tiba. Ada satu alasan kenapa Stevan paling suka mengajaknya untuk menemui musuh yang tertangkap. Setelah tangannya belepotan dengan darah dari wajah musuh, Tuan Besar Lycenzo menghentikan pukulan. Sambil terengah, tubuhnya berbalik dan menatap pada putranya sambil terkekeh. “Mereka milikmu.” “Hmm,” sahut Dantheo tersenyum dingin. Tuan Muda Lycenzo menoleh pada bodyguard-nya. “Paman Gabriel, berikan aku gergaji listrik.” “Siap, Tuan Dantheo!” angguk Gabriel. Ada satu alasan pula kenapa Gabriel tidak pernah berani membantah majikannya satu ini, walau tahu sang pemuda tengah melakukan sebuah perbuatan konyol, yaitu menikahi wanita dalam keadaan mabuk. Stevan berdiri berjejeran dengan Evanest. “Permohonan cerai ditolak. Hakim justru memutuskan Dantheo dan Zalma harus menikah selama satu tahun ke depan!” desisnya mencurahkan kekesalan. Ia kemudian bercerita betapa ingin meledakkan rumah hakim karena membuat syarat yang dianggapnya tidak masuk akal. “Seperti biasa, Lion Cub melarangku membunuh hakim b******k itu! Dan sekarang hartaku terancam berpindah ke keluarga Yan!” Keluarga Zalma adalah keluarga yang paling ditakuti di dataran Eropa. Ayahnya yang bernama Mikhail Yan biasa dijuluki Bayangan Gelap oleh para musuh di dunia gelap bawah tanah. Tidak, mereka bukan musuh. Sebaliknya, mereka sudah lama saling kenal dan bahkan menjadi sekutu. Akan tetapi, dua pemimpin itu selalu saja ingin menonjolkan diri masing-masing kalau sudah bertemu. Seperti anak kecil, tidak ada yang mau mengalah dan ada saja yang dibuat ribut. Evanest tertawa kecil, “Ya, Chris sudah menceritakan semua padaku. Ini hanya satu tahun, Stevan. Dan aku yakin Dantheo tidak sebodoh itu hingga melakukan apa yang bisa menyebabkan Zalma mengajukan perceraian. Hartamu akan aman, tidak akan berpindah ke Yan, percayalah.” “Dan sebenarnya, kalau menurutku, dengan kamu memiliki besan seperti Mikhail Yan yang menguasai Eropa, kerajaanmu akan semakin kuat. Aku setuju dengan Anya, biarkan saja mereka menikah. Siapa tahu bisa cinta sungguhan seperti kamu dan Anya?” Bukan pemikiran yang salah, tetapi tetap saja Stevan kesal dengan keputusan hakim hingga ia hanya terdiam mendengar ucapan sahabatnya tersebut. “Cepat habisi dia, Dantheo! Daddy butuh pemandangan yang menyenangkan setelah ingin muntah melihat wajah hakim di persidangan tadi!” serunya meneriaki sang putra. Dantheo hanya tersenyum dingin dan singkat. Ia tetap menghisap rokoknya dan mengembus asap putih dengan tenang. Pria satu ini sepertinya memang tak banyak berbicara. Lebih banyak aksi ketimbang narasi. Suara gigi tajam gergaji listrik terdengar menderu, meraung kencang di udara penjara yang kelam. Yang terdengar selanjutnya adalah suara jerit ketakutan para musuh dan suara …. “AAAAKKK! AAAAKKK! AAAAKKKKK!” Ya, yang selanjutnya terdengar adalah suara kesakitan bersaing dengan suara besi rantai gemerincing. Dantheo memotong tangan dan kaki kelima musuh yang sedang dirantai. Ia memang paling suka membiarkan musuh mati kehabisan darah ketimbang meledakkan kepala mereka. Tak ada ekspresi apa pun di wajah Tuan Muda Lycenzo saat melakukannya. Ketika gerigi besi taham menembus kulit, memuncratkan darah ke segala penjuru, membelah daging segar, lalu mengenai tulang dan mengikis inchi demi inchi semakin dalam hingga …. Putus! Satu kaki telah putus mulai dari betis ke bawah. Dantheo memotong tepat di tulang kering, menyebabkan darah mengalir membasahi sekujur ruang penjara. Dan dia melakukannya dengan sebatang rokok menyala berasap terselip di antara bibir atas-bawah. Melakukannya dengan … kenapa dia bisa setenang ini memotong-motong tubuh manusia? Stevan terkekeh, “Yeah … that’s my boy!” *** Selesai membereskan musuh di Dungeon -penjara bawah tanah tempat menyiksa musuh- sekarang kedua lelaki Lycenzo sudah kembali ke rumah mereka yang sangat mewah dan luas luar biasa. Dantheo membawa sebuah box stereofoam berukuran kecil sekitar 30x30 cm di tangan. Ia segera menuju kamar tidurnya tanpa memedulikan ada suara orang-orang sedang berbincang di ruang tamu. Memperkirakan adalah keluarga mertuanya yang sedang berbincang dengan sang bunda, ia memilih untuk pergi ke kamar terlebih dahulu. “What the f**k?” pekiknya tak bisa tertahan saat melihat apa yang terjadi dengan kamar tidurnya. Ada banyak buket mawar di mana-mana. Lilin-lilin beraroma juga sudah menyala dengan seromantis mungkin di sana. Belum ranjangnya yang kini dihiasi kelopak mawar. “Kami para Mommy akan menyiapkan kamar bulan madu seromantis mungkin!” Suara Anya -sang bunda- terngiang di telinga. Ini pasti perbuatan ibunya! Tidak mungkin tidak! Uh, mual sekali lelaki itu melihat kamarnya jadi secantik ini! Dia tidak mual sedetik pun saat memotong tangan dan kaki musuh. Akan tetapi, melihat begitu banyak mawar, lilin beraroma romantis, serta nuansa pink lain yang dihadirkan ibunya di kamar ini sukses membuatnya ingin muntah detik itu juga. Mendadak, pintu kamar mandinya terbuka dan seorang wanita berambut pirang keluar dari sana. Mereka saling menatap dingin pada satu sama lain selama beberapa saat. Melihat wajah Dantheo yang pucat akibat kamarnya menjadi kamar bulan madu, Zalma berucap, “Yeah, aku juga tidak suka dengan ini. Tapi, kenyataannya … we’re f*****g stuck in this!” “Jadi, kecuali kita mau saling memukuli satu sama lain, tidur dengan orang lain dan tertangkap basah, atau saling membunuh satu sama lain, maka kita akan terjebak selama satu tahun ke depan!” Dantheo diam, tak menyahut dan hanya menatap tajam serta dingin pada sang istri. Ia mengambil napas panjang satu kali, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar tidurnya yang terasa asing akibat nuansa honeymoon. Hanya dalam hati dia mengumpat, ‘f*****g s**t! Benar-benar f*****g s**t! What the f**k? f**k!’ Zalma mengerutkan kening saat suaminya hanya diam dan melintas sambil membawa satu box sterefoam. “Kamu bawa apa?” tanyanya penasaran. Lagi, Dantheo hanya diam dan terus melangkah menuju pintu kaca besar di sisi kanan kamar yang terlihat seperti sebuah jendela. Ia membuka pegangan pintu, lalu meletakkan sterofoam di atas lantai teras kamarnya. Zalma sangat penasaran terhadap apa yang dibawa, juga penasaran kenapa lelaki itu diam saja tidak menggubris ocehannya. Jadi, dia mengekor langkah Dantheo ke teras. “WHAT THE f**k!” Nyonya Muda Lycenzo menjerit saat melihat apa yang ada di teras tersebut. Sebuah akuarium berukuran sekitar 2x2 meter. Di dalamnya penuh dengan ikan bergerigi tajam. “Is that a f*****g piranha?” teriak Zalma sekali lagi, bertanya apa benar yang dia lihat sedang berenang-renang di dalam akuarium. Ish, Dantheo hanya melirik dan bertanya datar, “Belum pernah melihat ikan piranha sebelumnya?” “Tidak di dalam akuarium, you s**t! Kenapa kamu memelihara ikan piranha! Bagaimana kalau tidak sengaja tanganmu masuk ke dalam sana! Kamu akan buntung dalam satu menit!” pekik Zalma melotot dengan mata biru yang indah. Mata biru itu, hmm … Dantheo sepertinya tertarik dengan mata biru Zalma. Dia bukan lelaki pertama yang tertarik dengan berlian bersinar tersebut. Semua lelaki yang bertemu dengan Zalma selalu terpukau dengan betapa indah mata sang wanita. Akan tetapi, ia cepat memalingkan wajah dan tidak lanjut memandangi mata cantik atau pun menanggapi jeritan sang istri. Ia mengambil box sterofoam, mendekap di d**a, lalu membuka tutupnya. “Kamu mau apa?” engah Zalma memandang penasaran sekaligus jengah. “Memberi makan piranhaku,” jawab Dantheo menyeringai bengis. Ia mengambil sesuatu dari dalam box, kemudian memperlihatkan pada istrinya sambil terkekeh seram. Lalu, Zalma kembali melotot dan memekik, “You crazy s**t! Apa itu jari manusia?” Dantheo mengangguk, lalu tertawa kecil dengan datar. “Jari, tangan, dan … kaki!” Tuan Muda Lycenzo mengeluarkan satu per satu bawaannya dari dalam box dan melemparnya pelan ke dalam akuarium berisi ikan pemakan daging. Mulai potongan jari manusia, potongan tangan, hingga potongan kaki. Semua itu dia bawa dari ruang bawah tanah tempat dia mengabisi musuh barusan. Selalu seperti ini memang kebiasaannya. Sehabis memotong musuh menjadi sekian bagian, beberapa dibawa pulang untuk diberikan kepada piranha kesayangan. Seketika air akuarium menjadi merah penuh darah. Air yang tadinya tenang sekarang bergelombang rancak dan sekian belas ekor piranha menari kegirangan, menggigit habis makanan yang diberikan hingga nyaris tak bersisa. “Yes, selamat menikmati hidangan kalian, para malaikat kecilku!” desis Dantheo mengusapkan tangannya -yang terkena darah dari beberapa potongan tubuh manusia- ke kaca akuarium, seakan dia sedang membelai ikan-ikan piranhanya. Zalma terengah, menatap Dantheo dengan ketidakpercayaan. ‘Aku menikah dengan seorang psycho! Dia sungguh gila! Di pengadilan tadi dia banyak diam, kenapa dia sekarang ternyata segila ini! The f**k am I into?’ Dia menjerit dalam hati, bertanya-tanya dunia apa yang sedang menunggunya karena terjebak di sini bersama seorang Dantheo Lycenzo. Yeah, mungkin Zalma tidak tahu kalau “The Real Psycho” memang tidak pernah banyak omong. Mereka lebih suka mengamati, mengambil keputusan, lalu segera bertindak. Puas telah memberi makan piranhanya, kini Dantheo menghadapkan tubuhnya ke Zalma sehingga mereka saling berhadapan. Mata cokelat sang lelaki menatap lekat, sangat dalam. Jemari yang masih memiliki bekas cipratan darah kering akibat menggergaji listrik tubuh lima orang musuh terlihat mengambil satu batang rokok, menyalakannya dengan tenang, kemudian mengepulkan asap putih ke udara. Ia tesenyum kecil di ujung bibir. Suaranya berat nan dingin. Kalimat yang diucapkan tak banyak, tetapi sangat jelas. “Mari berbicara tentang pernikahan kita, Princess.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD