Sudah seharusnya sebagai manusia kita selalu bersyukur dengan nikmat yang Tuhan berikan. Nikmat yang diberikan Tuhan bukan hanya dalam bentuk materi, tapi juga fisik yang sempurna, kesehatan, dan banyak lainnya. Memang yang namanya manusia pasti tak terlepas dari masalah. Di kehidupan ini, terdapat dua hal yang datang silih berganti sebagai pelengkap hidup yaitu kesenangan dan kesusahan. Namun, tak ada orang yang selamanya senang atau susah terus menerus.Saat merasakan kesenangan, kamu harus bersyukur. Ketika kesusahan, maka ingatlah untuk selalu bersabar. Sebab ketika kamu sudah mampu bersyukur atas semua yang didapatkan, maka di setiap detik kehidupan akan selalu diliputi oleh ketenangan jiwa.
Memang sudah sepantasnya kita mensyukuri segala pemberian semesta. Perlu bagi kita mensyukuri segala nikmat kehidupan yang sudah diberikan. Dengan begitu, akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih tenang dan selalu merasa tercukupkan.
Selain menemukan kebahagiaan dan ketenangan batin, selalu bersyukur dapat membuat kondisi fisik dan pikiran menjadi lebih baik.
Seperti halnya Lily Safana. Dikala kehidupannya yang bermasalah baik itu finansial maupun lainnya, Lily tetap mensyukuri segala karunia yang telah Tuhan titipkan kepada keluarganya. Karena bagi Lily, dari karunia itulah kita bisa menerima kehidupan kita agar tidak membandingkan diri dengan orang lain apalagi yang berada di atas kita.
Bel pulang sekolah telah berbunyi pertanda waktu pembelajaran telah habis. Lily melangkah berjalan keluar kelas dengan menggendong ranselnya yang sudah koyak karena sudah lama.
Lily memang memiliki karakter yang pendiam, temannya pun hanya sedikit bahkan bisa dihitung oleh jari tangan. Tidak banyak seperti yang lainnya karena memang ia jarang bergaul dengan sesama. Sebenarnya Lily bukan jarang bergaul dengan teman sebayanya, hanya saja terkadang circlepertemanan sekarang memandang teman yang terkenal tidak seperti dirinya.
Namun walaupun begitu, Lily mempunyai sahabat sejak ia kecil yang bertempat tinggal di samping rumahnya. Bahkan Lily dan sahabatnya itu berada di satu sekolah yang sama walaupun mereka berbeda kelas.
Sahabat karibnya itu bernama Ergo Pradana yang biasa dipanggil dengan Ergo.
"Lily tunggu aku!" kata Ergo yang sedikit berlari menyamai langkahnya dengan Lily.
"Tidak." jawab Lily bercanda.
"Hei, tunggu aku! Kau ini main jalan-jalan saja kerjanya!"
"Iya."
"Apa kau lapar?"
"Tidak, Ergo."
"Ah, tidak mungkin kau tidak lapar. Sudah jangan malu-malu! Ayo kita pergi membeli kue cokelat kesukaanmu!" tukas Ergo yang menarik tangan Lily untuk mengikutinya ke sebuah toko kue langganannya.
Lily memang menyukai makanan manis terutama kue cokelat. Baginya makanan manis adalah sumber kehidupan. Jika disuruh memilih untuk memilih makanan manis atau makanan pedas, tentu saja Lily akan memilih makanan manis. Jujur saja ia tidak bisa memakan makanan pedas. Pernah waktu itu tak sengaja Lily memakan makanan pedas dan perutnya langsung sakit seperti melilit.
Walaupun Lily menyukai makanan manis, sang sahabat yakni Ergo tetap membatasi agar Lily tak berlebihan terhadap semua itu. Ergo memang sudah seperti kekasih untuk Lily walaupun nyatanya mereka hanya teman kecil.
Namun tak ada yang tahu bagaimana perasaan Ergo kepada Lily. Diam-diam Ergo memendam rasa kepada sahabatnya namun tak berani ia ungkapkan. Ergo hanya takut jika ia mengatakan perasaannya kepada Lily, hal itu malah akan membuat Lily risih dan pergi dari hidupnya. Maka dari itu Ergo lebih memilih menyukai Lily dalam diam.
Melihat gadis itu melahap kue cokelat dengan lahap, membuat diri Ergo bahagia saat menatapnya. Ya, gadis lugu yang mempunyai mata indah.
***
Sehabis dari membeli kue cokelat, Lily dan Ergo akhirnya pulang. Ergo melambaikan tangannya kepada Lily dan lebih dulu memasuki rumahnya.
Sesampainya di pintu rumah Lily melihat dua buah sendal yang sepertinya adalah sendal branded. Lily berpikir bahwa itu adalah anak buah rentenir kemarin yang menghampiri rumahnya kembali. Namun nyatanya pikirannya salah besar saat Lily mengucap salam.
"Assalamualaikum, Lily pulang."
"Nah, itu dia anak saya sudah pulang, Bu." ucap ibu Lily yang membuat Lily bingung.
Wanita dan seorang lelaki yang diduga suaminya tersebut mengamati Lily dari bawah hingga atas.
"Cantik juga, sepertinya anak ini adalah anak yang baik," kata wanita yang Lily tak tahu siapa, "bagaimana menurutmu?" tanyanya kepada sang suami.
"Ya, baik. Aku setuju."
"Setuju?" ucap Lily refleks tak mengerti.
Rena yaitu ibu dari Lily akhirnya menjelaskan kepada anaknya bahwasannya Lily akan tinggal di tempat Ana dan Andi yaitu orang tua dari seorang pria yang akan dijodohkan dengan Lily.
Saat Lily tanya alasannya apa, ibunya mengatakan untuk melunaskan hutang-hutang keluarganya maka Lily terpaksa harus di jodohkan di usianya yang masih terbilang sangat muda.
“Lily, Ibu akan menceritakan semuanya padamu tentang semua ini. Sini, kamu duduk dulu jangan berdiri, Nak.” kata Rena kepada anaknya. Lily yang memang dasarnya penurut itu pun akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Rena.
“Apa yang akan Ibu katakan?” tanya Lily tidak sabar dengan lanjutan kalimat yang akan Rena lontarkan untuknya.
“Lily tahu, kan? Kalau Ayah dan Ibu memiliki hutang yang banyak demi sesuap nasi untuk kita makan?”
“Iya, Bu.”
“Lily juga pasti sudah tahu kalau kita bukan orang berada seperti kebanyakan orang,”
“...”
“Ayah dan Ibu tidak dapat membayar hutang-hutang kami karena sudah menumpuk banyak. Terlebih lagi Ayah bekerja hanya sebagai serabutan saja. Tidak punya pekerjaan tetap jadinya lebih banyak menganggur di rumah. Untuk biaya pendidikanmu juga kami masih memutar otak untuk mendapatkan biaya.”
“...”
“Di samping itu, datanglah kedua orang baik yang sekarang ada di depan kita, mereka adalah Tante Ana dan Om Andi,” mata Rena seakan menunjuk Ana dan Andi untuk memperkenalkannya kepada Lily, “Tante Ana dan Om Andi akan menjadi mertua Lily.”
Deg!
“M-Mertua?” bingung Lily yang tak mengerti dengan apa yang ibunya katakan.
“Iya, Nak. Benar apa yang Ibu katakan. Om Andi dan Tante Ana akan menjadi mertua Lily, karena Lily akan dijodohkan dengan putra mereka.”
“Jadi, perjodohan ini untuk membayar hutang-hutang Ayah dan Ibu?” tanya Lily.
“Mungkin bisa dibilang begitu, Nak. Namun kau tidak perlu khawatir, kami menjodohkanmu bukan berati kamu menjual Lily. Kami hanya ingin Lily hidup dengan sejahtera, Ayah dan Ibu tentu saja ingin yang terbaik untuk anak kami.”
“Betul apa yang Ibu Lily katakan,” timpal Ana, “Lily tidak perlu khawatir dengan biaya hidup Lily, karena semua keperluan dan kebutuhan Lily akan ditanggung sepenuhnya oleh Tante Ana dan Om Andi yang akan menjadi mertua Lily.”
Hening.
Lily terdiam, ia tidak tahu akan mengatakan apa.
“Setelah lulus nanti kalian akan menikah, namun karena kalian masih berstatus pelajar SMA maka kalian lebih dulu dijodohkan sebagai pelunasan hutang kedua orang tua Lily kepada kami.” tambah Andi.
“Apa yang dikatakan Om Andi dan Tante Ana adalah suatu hal yang benar, Nak. Kami sebagai orang tua hanya menginginkan kamu hidup tenang dan bahagia. Lily, mau kan?” tanya Rena.
Lily masih diam. Namun otaknya terus berpikir mengenai tawaran yang dikatakan oleh kedua orang tuanya. Lily melihat kedua mata Ayah dan Ibunya seperti bersinar seakan memohon kepada Lily untuk mengiyakan perjodohan tersebut. Jika Lily mengiyakan perjodohan itu, maka otomatis utang kedua orang tuanya akan lunas.
Sepertinya perjodohan ini tidak akan seburuk apa yang Lily pikir. Benar kata kedua orang tuanya, Lily akan hidup bahagia dan sejahtera jika menerima perjodohan ini.
Setelah diam sesaat untuk beberapa menit, akhirnya Lily menyetujui perjodohan tersebut. Lily mengangguk tanda ia setuju dengan perjodohan itu.
“Baik, aku setuju dengan perjodohan ini.”
***