Bab 14. Bunuh Diri

1132 Words
“Bu Kanaya!” Mila berteriak kencang saat dia melihat calon istri atasannya itu jatuh tergeletak di depannya. Dia pun segera berlari ke arah Kanaya yang kemudian di susul oleh sopir mobil yang mengantar Kanaya. “Cepet bawa ke rumah sakit!” perintah Mila pada sopir. “Baik, Bu!” Untungnya keadaan di kampus saat ini masih sangat sepi. Jadi kejadian ini tidak diketahui oleh orang lain, karena di sekitar gedung ruang dosen, masih tidak ada orang. Mila segera duduk di jok belakang mobil untuk menerima kepala Kanaya yang akan berbaring di pangkuannya. Tanpa menunggu lama, sopir segera melajukan kendaraannya ke arah rumah sakit milik keluarga Sagala. Mila yang merasa harus melaporkan hal ini pada Kenzo pun segera menghubungi Kenzo. Dia harus memberi tahu keadaan Kanaya saat ini, wanita yang telah menjadi tanggung jawabnya. “Bos, Bu Kanaya, Bos,” ucap Mila saat sambungan teleponnya dengan Kenzo tersambung. “Kenapa dia?” “Pingsan.” “Apa?! b******k! Bawa dia ke rumah sakit dan atur agar tidak ada yang tahu kalau dia di sana. Bentar lagi aku ke sana.” “Baik, Bos.” Kenzo meremas kuat ponselnya. Dia sangat kesal karena Kanaya tidak henti-hentinya mengabaikan peringatannya untuk tidak membuat ulah. Kenzo yang sedang bersiap ke kantor pun, langsung memutuskan pergi ke rumah sakit dulu, untuk memastikan keadaan Kanaya. Tentu saja bukan keadaan Kanaya yang dia risaukan, tapi dia ingin memastikan kalau kejadian ini tidak tercium media. Kenzo tidak ingin ada berita buruk sebelum pernikahannya. Kenzo langsung masuk ke paviliun VVIP rumah sakit, tempat Kanaya saat ini sedang di rawat. Di dalam sana, Kanaya sedang tertidur lemas dengan wajahnya yang masih pucat. “Kenapa dia?” tanya Kenzo sambil melihat ke arah Kanaya yang masih tertidur. “Keracunan,” jawab Dokter Andre. Kenzo sedikit melirik ke Andre, “Keracunan?” Kenzo menuntut jawaban lebih jelas. “Racun serangga.” Kenzo langsung menoleh dengan tatapan mata tajam, “Racun serangga?!” “Maksudmu, dia minum racun serangga?!” tanya Kenzo sambil menunjuk ke arah Kanaya. Andre melepas napasnya perlahan lalu menoleh ke arah Kenzo, “Aku gak tau dia sengaja minum ato tidak sengaja. Yang pasti itu ada di lambungnya tadi,” lapor Andre, dokter kepercayaan Kenzo yang juga salah satu teman dalam circle-nya. “Perempuan sialan! Berani banget dia minum racun serangga. Mau dia apa sebenernya!” Emosi Kenzo kembali naik karena Kanaya. “Ken, ini calon istrimu itu kan?” Andre ingin memastikan. “Hem.” Kenzo hanya berdehem. “Kapan dia siuman?” “Belum tau. Dia tadi a –“ “Bangunkan dia sekarang!” ucap Kenzo yang bernada perintah. Andre menoleh ke arah Kenzo dengan wajah kaget, “Apa kamu udah gila! Dia masih lemes tau, aku baru kuras isi perutnya.” “Dia harus mempertanggung jawabkan ini. Dia harus –“ “Santai dong. Dia pasti bakalan bangun. Emang kenapa sih?” Andre menatap temannya itu dengan pandangan penuh rasa penasaran, “Kamu beneran sama dia?” tanya Andre. Kenzo melihat sekilas ke arah Andre, “Maksudmu?” “Dia bukannya orang yang lagi ngejer si Dilan ya? Kamu beneran suka ama dia? Ato ini cuma ....” Andre menggantung kalimatnya. “Jujur aku meragukan. Soalnya aku cukup tau lah siapa kamu dan keluargamu,” cicit Andre. “Ini cuma salah satu cara buat selamatkan nama baik keluargaku yang udah dia coreng. Menikahi dia adalah cara tercepat buat pulihkan keadaan.” “Udah aku tebak. Mana bisa Kenzo jatuh cinta secepat itu sama seseorang.” “Tapi bisa jadi, Dre. Ni cewek cantik tau. Alami,” sahut Ivan yang baru masuk ke dalam kamar perawatan Kanaya. Kenzo dan Andre sama-sana menoleh ke arah Ivan, “Aku setuju ama itu, Van. Dia emang cantik,” seru Andre sambil tersenyum dan mengangkat jempolnya. “Bisa diem gak kalian! Aku lagi kesel ini. Jangan sampe aku luapin ke kalian!” cibir Kenzo. “Van, jaga dia dengan baik. Jangan sampai media tau dia di sini, apa lagi sampe tau sebab dia di sini,” perintah Kenzo pada teman sekaligus asisten pribadinya itu. “Siap! Itu sih aman, Bos” “Dre, pastikan dia baik-baik aja. Pastikan keadaannya stabil sampai pernikahan kami.” Kali ini Kenzo berpesan pada Andre. Andre melihat ke arah Kenzo sambil menumpukan kedua tangannya di sandaran belakang sofa, “Khawatir nih. Tumben Kenzo punya rasa khawatir. Kok beda ya sekarang?” Kenzo mendelik ke arah Andre, “Maksudmu apa?!” “Ya itu tadi. Ada nada khawatir loh yang keluar dari mulut seorang Kenzo. Sebenernya yang kamu khawatirin itu keluargamu ato keselamatan dia?” terang Andre memperjelas pertanyaannya. “Nah! Aku juga ngerasain itu, Dre. Dia rada aneh pas mulai mutusin ama ni cewek. Apa sebenernya ini tuh ....” “Kalian jangan bikin aku makin emosi!!” hardik Kenzo kesal dengan ledekan kedua sahabatnya. Andre dan Ivan tertawa melihat kemarahan Kenzo, “Santai dong, Bro. Kalo enggak ya bilang aja enggak. Kalo iya kan kita juga seneng. Tul gak, Dre?” “Yoa.” “Sekali lagi bahas itu. Aku pastikan kalian bakalan kehilangan pekerjaan!” ancam Kenzo kesal. Andre dan Ivan tetap tertawa. Mereka memang suka sekali menggoda Kenzo yang belakangan ini lebih tegang hidupnya setelah mamanya meninggal. Beban hidup Kenzo memang besar dan berat, tapi tetap saja pria muda itu selalu tampil sempurna di depan umum. Kenzo yang sudah kebal dengan sikap temannya itu, memilih diam dan tetap melihat ke arah Kanaya. Meski terkadang kedua temannya itu bertingkah menyebalkan, tapi tetap saja mereka adalah orang yang selalu setia dan bisa diandalkan bagi dia dan keluarganya. “Ken, ada pesan dari Bu Linda,” lapor Ivan yang sejak tadi berdiri di dekat Kenzo sambil tertawa. “Mau ngapain lagi perempuan benalu itu?!” Ivan menaikkan kedua bahunya bersamaan, “Gak tau. Dia cuma bilang kalo ada yang mau dia sampaikan.” “Soal? Kalo tentang uang lamaran, rijek aja!” Ivan terdiam sebentar dan sibuk dengan ponselnya, “Katanya soal Kanaya,” jawab Ivan setelah mendapatkan jawaban dari Linda. “Sambungkan teleponnya.” Ivan pun segera menghubungi Linda seperti yang diminta oleh Kenzo. Dia juga penasaran dengan apa yang ingin disampaikan oleh Linda sampai ingin sekali bicara langsung pada Kenzo. Ivan menyerahkan ponselnya pada Kenzo saat panggilan itu tersambung. Ivan segera mengaktifkan mode loud speker, seperti yang diinginkan Kenzo. “Ada apa?” tanya Kenzo dengan nada yang datar dan dingin, serta tatapan tajamnya masih terus terarah ke Kanaya. “Ken, ada yang mau Ibu sampaikan soal Kanaya,” ucap Linda berharap kali ini dia akan mendapatkan perhatian Kenzo. “Apa?” “Anu, semalam Ibu denger Kanaya nangis di kamarnya. Dia nangis sambil sebut-sebut nama ayahnya. Nah trus kan Ibu –“ “Langsung aja! Jangan buang waktu!” potong Kenzo yang muak mendengar suara Linda. “Kanaya ... Kanaya berencana bunuh diri!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD