Alora lari tunggang-langgang begitu pintu mobil terbuka. Nafasnya memburu. Raut wajahnya masih pucat, tangannya gemetar hebat. Ingatan tentang kecelakaan itu menyeruak kembali—bau darah, tubuh kedua orang tuanya yang tak lagi bergerak. Semua karena kelalaian satu pengendara… yang kemudian kabur dan menghilang selama belasan tahun. Dan sekarang, si pengecut itu menyerahkan diri. “Jangan lari, Sayang! Pelan-pelan!” teriakan Regan menggema di belakang, namun Alora sudah menulikan telinganya. Tak peduli lagi. Yang dia tahu hanya satu—dia harus mendengar langsung dari Om David. Della langsung menyusul masuk, wajahnya ikut cemas. Regan turun dengan napas memburu, matanya menyipit pada Hans yang baru saja keluar dari mobil. “Bukannya aku suruh setelah resepsi?” tanyanya tajam. “Saya juga ng