Dia juga mengecek ponsel dan melihat ada notif pesan dari Diana.
Diana : Udah sampe?
Diana : Udah ketemu mas calon duda?
Diana : Udah ketemu sama Al dan selingkuhannya?
Diana : Jangan lupa labrak dia langsung.
Venus tersenyum membaca semua pesan Diana, dia membalasnya satu persatu agar sahabatnya itu tenang dan berhenti meneror.
Archio keluar dari kamar mandi bersamaan dengan selesainya Venus membalas pesan.
Pria itu sudah menggunakan pakaian lengkap, lebih kasual dari pakaiannya tadi malam yang menggunakan kemeja lengan panjang dan celana panjang berbahan kain.
Pagi ini Archio terlihat berbeda dengan polo shirt dan celana pendek.
“Kita mau sarapan di resto?” Archio memberi penawaran.
“Kalau ketemu mereka gimana?”
Pertanyaan Venus itu membawa langkah Archio ke jendela, dia membuka tirai tebal dan menyingkap sedikit tirai putihnya yang masih menghalangi pandangan ke gedung di depan mereka yang menurut tebakan Venus—salah satu kamarnya adalah kamar Wulan dan Altezza.
“Jendela ketiga dari kiri di lantai yang sama dengan lantai ini adalah kamar Wulan dan tunangan kamu.”
Tebakan Venus ternyata benar.
Venus bergerak mendekati Archio, menatap ke arah jendela kamar yang dituduhkan pria itu.
Jendela kamar Wulan dan Altezza masih tertutup tirai dalam dan luar menandakan penghuninya belum bangun.
“Menurut kamu, kemungkinannya berapa persen pria dan wanita bangun pagi setelah semalaman mereka bercinta?” Archio serius bertanya.
Venus menoleh menatap Archio dari samping.
“Mereka mungkin akan melewatkan sarapan pagi karena memilih untuk bercinta lagi.” Venus mengungkapkan skenario yang mungkin akan dia lakukan bersama seorang pria di kamar hotel.
Archio menghadapkan tubuh pada Venus yang tengah mendongak menatapnya.
Kenapa keduanya jadi seperti manusia paling menyedihkan di muka bumi?
Mengetahui pasangan mereka selingkuh tapi terlalu pengecut untuk melabrak.
“Aku mandi dulu, kita sarapan di resto aja …,” putus Venus melirih, memutus tatapan dengan Archio kemudian pergi menuju kamar mandi dengan kepala tertunduk dalam.
Venus membersihkan tubuhnya dengan cepat lalu memakai pakaian tidak lupa berdandan sedikit.
Dia keluar dari kamar mandi dan mendapati Archio duduk menatap kosong ke luar dinding kaca.
Apa lagi yang dia tatap bila bukan jendela kamar istrinya yang tengah berselingkuh.
“Mas …,” panggil Venus.
Archio refleks menoleh dan langsung menekan sudut matanya di dekat hidung menggunakan jari.
Pria itu sepertinya baru sadar kalau tengah menitikan air mata.
“Udah selesai?” Archio bertanya sembari beranjak dari kursi lantas berjalan mendekat.
“Udah …,” Venus kemudian membalikan badan menghadap pintu karena Archio juga sedang menuju ke sana.
Archio membuka pintu dan membiarkan Venus melangkah keluar lebih dulu seraya menahan pintu kemudian ikut keluar sebelum akhirnya menutup benda itu rapat.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju restoran.
Archio dan Venus bergerak pelan dengan mata mengedar ke seluruh penjuru restoran guna memastikan tidak ada Wulan dan Altezza di sana.
Setelah dirasa aman, Archio menuntun Venus ke sudut restoran yang jarang dijamah pengunjung, kebetulan di sana hanya tersisa satu meja jadi kalau pun Wulan dan Altezza memilih untuk sarapan di restoran—mereka akan mendapat meja di luar dan tidak akan menyadari keberadaannya dan Venus.
Archio dan Venus gantian mengambil menu sarapan pagi.
Ketika Archio mengambil menu sarapan pilihannya, Venus akan waspada dengan terus menatap ke pintu masuk restoran—untuk berjaga-jaga dari kedatangan Wulan dan Altezza.
Namun, sampai mereka menyelesaikan sarapan pagi tidak ada tanda-tanda kemunculan pasangan selingkuh itu.
“Katanya kemarin Mas sempet ambil foto mereka?”
Venus jadi ingat ucapan Archio kemarin yang katanya mengikuti pasangan selingkuh itu ke Bar.
“Oh iya.” Archio mengeluarkan ponsel dari saku celananya, mengotak-ngatik sebentar kemudian memberikan ponsel kepada Venus.
Hati Venus mencelos melihat foto Altezza dan Wulan sedang berciuman terpampang di layar ponsel Archio.
Venus menggeser layarnya dan kali ini dia mendapati foto Altezza dan Wulan dalam posisi tumpang tindih.
Dia mendongak menatap wajah Archio, betapa kuat mental pria itu menghadapi perselingkuhan istrinya di depan mata tanpa terpancing emosi langsung melabrak.
Tapi tidak berbeda jauh dengannya yang juga hanya merasakan lemas dan tidak berdaya memergoki Altezza keluar dari kamar hotel sambil mencium wanita lain.
Entah lah, bagaimana bisa orang lain melakukan penggerebekan terhadap pasangan mereka yang sedang berselingkuh sambil direkam kemudian dibagikan ke sosial media.
Orang-orang seperti itu patut diacungi jempol.
Venus memberikan ponsel itu kepada pemiliknya.
Mereka saling menatap dengan sorot mata sendu.
“Kita balik ke kamar dan mantau mereka dari balkon aja ya?” cetus Archio memberi ide.
“Iya …,” Venus menyahut, karena dari sana bisa terlihat jelas pemandangan ke dalam kamar pasangan selingkuh itu bila tirainya dibuka.
Berharap saja Wulan dan Altezza adalah seorang narcistik yang berani membuka semua tirai sehingga Venus dan Archio bisa melihat aktifitas mereka di dalam kamar.
Untuk tiba di gedung di mana kamar mereka berada, Archio dan Venus harus menyusuri jalan setapak melewati area cottage.
Tiba-tiba dari arah depan terdengar suara gelak tawa seorang wanita.
Archio refleks menghentikan langkah, matanya membulat saat melihat sosok istrinya yang sedang dirangkul Altezza dari jauh sedang berjalan mendekat.
Pria itu membalikan badan lalu menarik tangan Venus kembali ke area restoran.
“Mereka lagi jalan ke arah sini,” kata Archio memberitahu agar Venus tidak bingung.
Venus jadi mempercepat langkah mengikuti Archio tanpa berani melihat ke belakang.
Area restoran masih jauh dan kalau mereka terus berlari pasti akan ketahuan oleh Wulan dan Altezza jadi Archio memutuskan untuk bersembunyi.
Ada sebuah lorong sempit antar cottage yang sengaja dibuat untuk mempermudahkan karyawan hotel melakukan maintenance tanpa mengganggu tamu yang sedang menginap.
Archio membawa Venus ke sana, beruntung lorong itu muat untuk dua orang.
Archio menyimpan telunjuk di bibir memberi kode agar Venus tidak bersuara.
Sesekali dia melongokan kepalanya menggapai pandangan ke arah jalan setapak.
“Mas tangannya,” kata Venus sembari melirik tangan pria itu yang muncul keluar dari dinding batas lorong.
Panik karena suara tawa Wulan dan Altezza semakin dekat, refleks Archio melingkarkan tangannya di tubuh Venus.
Posisi tubuh mereka yang berhadapan dengan d**a menempel itu saja sudah sangat meresahkan sekarang ditambah Archio harus menyembunyikan tangan yang keluar dari pembatas lorong agar mereka tidak ketahuan dan tidak ada cara lain selain melingkarkannya di tubuh Venus.
“Sorry,” ucap Archio meringis.
Venus tersenyum kaku sebagai respon, tidak mungkin juga dia memprotes karena persembunyian mereka bisa terbongkar.
“Jalan-jalan ke mana kita hari ini?” Terdengar suara Altezza bertanya kepada Wulan.
“Ke Potato Head, gimana?” Wulan menyahut.
“Enggak bosen?”
“Enggak … aku lebih suka di sana dari pada di beach club lain.”
“Oke … tapi agak sorean kita ke sananya, masih panas sekarang.”
Venus dan Archio mendengar percakapan Wulan dan Altezza dengan jelas.
Mereka juga bisa melihat Altezza mencium bibir Wulan singkat setelah melewati lorong sambil berangkulan.
Entah siapa yang mengomando sampai Archio dan Venus mengembuskan napas panjang secara bersamaan.
Lagi, mereka hanya bisa melihat dari jauh kemudian terluka tanpa berani melabrak.