Venus & Archio disambut oleh lampu terang benderang begitu kamar terbuka.
Mata Venus langsung mengedar mencari sofa yang akan ditiduri Archio.
Benar kata pria itu, sofanya kecil sedangkan tubuh Archio tinggi.
Jika Venus berbaring di sana pun tidak akan menampung keseluruhan tubuhnya.
Sedangkan ranjang di kamar itu adalah ranjang single berukuran King Size dan mereka tidak mungkin tidur satu ranjang bersama.
Archio meletakan tas Venus di meja dekat lemari pakaian.
“Kamu mau mandi dulu? Handuk bersihnya ada di kamar mandi.” Tangan Archio mengarah pada pintu kamar mandi.
“Iya Mas … makasih.”
“Kamu udah makan?”
Langkah Venus yang hendak masuk ke dalam kamar mandi harus terhenti oleh pertanyaan Archio.
“Udah tadi.” Venus menjawab kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
“Perhatian banget sih.” Venus bergumam sembari menyimpan tas pakaiannya di meja wastafel.
Setelah membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian tidur yang berupa hotpant dan thanktop, Venus keluar dari kamar mandi.
Gerak tubuhnya seperti risih sendiri dengan pakaian kurang bahan yang hanya membalut tubuhnya sebagian.
Kalau dia tahu menginap satu kamar dengan Archio, Venus akan membawa pakaian tidur lebih tertutup.
Diam-diam Archio melirik Venus, jantungnya jadi berdebar melihat betapa mulus dan putihnya kulit Venus.
Beberapa bagian padat di tubuhnya jadi semakin terlihat jelas.
Tiba-tiba suasana canggung menyergap, keduanya selalu menghindari tatap.
“Aku enggak tahu kita akan tidur satu kamar, jadi aku cuma bawa baju-baju pendek gini.”
Venus berusaha mencairkan suasana.
“Saya ngerti kok,” sahut Archio sembari bangkit dari sofa.
Dia menarik satu bantal dari atas ranjang.
“Mas yakin mau tidur di sofa?” Venus jadi tidak tega.
Archio menatap nanar ke arah sofa, bibirnya tersenyum tipis.
“Enggak apa-apa,” jawabnya tampak tidak yakin.
“Tapi sofanya kecil, kalau kata Mas aku aja enggak nyaman … Mas juga pasti enggak akan nyaman.”
Archio tersenyum lagi. “Enggak apa-apa.” Dia berusaha meyakinkan kembali.
Venus jadi merasa bersalah karena telah menjajah tempat tidur pria itu.
Meski begitu dia naik juga ke atas ranjang dan berbaring terlentang dengan tubuh dibungkus selimut.
Venus menoleh ke samping di mana ada banyak space kosong yang tidak ditempati karena ranjang ini terlalu luas.
Venus jadi tidak bisa tidur, dia malah kepikiran Archio.
Dari tempatnya berbaring, Venus melihat kaki Archio menggantung melewati sandaran tangan sofa.
“Kasian mas Archi … udah diselingkuhin istrinya, sekarang pas mau nguntit istrinya yang selingkuh malah tidur di sofa … padahal si Wulan sama si Al pasti lagi enak-enak make Love.”
Berdasarkan pemikiran tersebut, Venus langsung mendudukan tubuhnya.
“Mas Archi,” panggil Venus sedikit lantang agar Archio yang mungkin sudah tidur bisa mendengar.
“Iya … kenapa?” Archio sontak mendudukan tubuhnya.
“Mas Archi tidur di sini aja deh.”
Archio melongo. “Gimana maksudnya?”
“Kita tidur berdua aja di sini, ranjangnya luas kok ….” Kemudian Venus meringis, menyesali tawarannya.
“Kamu yakin?” Archio bertanya seraya bangkit dengan tangan memegang bantal.
Dia juga sebenarnya lelah, ingin mengistirahatkan tubuhnya di tempat nyaman sebelum besok pagi mereka akan melakukan misi memata-matai Wulan dan Altezza.
Kepala Venus mengangguk pasrah, langkah Archio juga sudah sampai di sisi tempat tidur yang kosong.
Pria itu naik ke atas ranjang, pandangannya dia tundukan menghindari sorot mata Venus yang menatapnya was-was.
Padahal Venus yang mengajaknya tidur di ranjang yang sama tapi dia juga yang ketakutan.
Venus membalikan tubuhnya membelakangi Archio dan Archio melakukan hal yang sama.
Pada kenyataannya apa yang menurut mereka tidak mungkin kini menjadi mungkin.
Sekarang mereka tidur di ranjang yang sama.
Lama keduanya tidak bersuara tapi belum tidur juga terbukti dari deru napas mereka yang terdengar kencang.
Archio berpikir kalau Venus tidak bisa tidur karena khawatir dia akan melecehkannya.
“Saya bukan orang jahat ko, kamu enggak usah takut.”
“Iya Mas, aku tahu … Mas bukan orang jahat.” Venus langsung menyahut.
“Kalau Mas jahat, Mas enggak akan mungkin memikirkan perasaan ibunya Mas,” sambung Venus di dalam hati.
Perbincangan singkat itu terjadi dalam posisi mereka masih saling membelakangi.
Bagi Archio, ini kali pertama dia tidur dengan wanita yang bukan istrinya karena sebelum menikah dengan Wulan—dia begitu menjaga Wulan.
Sedangkan Venus sudah sering tidur satu ranjang dengan Altezza meski hanya berpelukan karena sepanas apa pun Altezza menyentuhnya—Venus akan selalu sadar kemudian memperingati Altezza agar tidak kelewat batas.
Lama-lama keduanya bisa terlelap juga hingga pagi menyapa.
Archio yang terjaga lebih dulu karena indra penciumannya menghirup aroma bunga dan buah yang menyenangkan disusul gatal di batang hidungnya.
Dia membuka mata namun pandangannya terhalangi oleh rambut.
Ternyata wajahnya terbenam di kepala Venus, dia mengangkat kepala sembari membuka mata lebar-lebar dan menyadari tangannya tengah memeluk Venus dari belakang.
Archio langsung bergerak menjauh, dia duduk di sisi ranjang menatap nyalang ke arah Venus yang kemudian menggerakan tubuhnya karena terusik oleh gerakan Archio yang tiba-tiba.
Venus membalikan tubuhnya, satu tali thanktop di pundak terjuntai mengekspose sebagian gundukan di dadanya yang seputih s**u.
Lekukan di pinggang gadis itu terpampang nyata karena berbaring miring.
Terdengar hembusan napas Venus yang berat kemudian matanya terbuka.
Venus melihat Archio duduk di sisi ranjang sambil memelototinya.
Dia terkejut, refleks menegakan tubuh sambil menarik selimut yang kemudian ujungnya dia remat di d**a.
Beberapa saat keduanya hanya saling menatap tanpa suara tidak seperti benak mereka yang sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Sorry …,” kata Archio menunjukkan tampang menyesal.
Venus bingung kenapa Archio harus minta maaf.
Dia hanya terkejut karena Archio memelototinya.
Melihat sorot mata penuh tanya di manik legam Venus malah membuat Archio berkata jujur mengatakan kelakuannya yang menurut dia salah.
“Saya tadi bangun lagi meluk kamu, saya enggak sengaja … saya enggak sadar.”
Venus menundukan pandangan, menggigit bibir bagian bawahnya pelan.
Tadi sebelum dia benar-benar sadar, Venus memang merasakan punggungnya hangat dan terasa nyaman sekali.
Venus membayangkan kalau Altezza yang memeluknya karena dalam mimpi, Venus beranggapan Altezza tidak berkhianat.
Tapi sayangnya itu hanya ada di dalam mimpi Venus.
Dan kenyataannya malah pria asing yang justru memeluknya tapi kenapa rasanya begitu nyaman dan tenang?
“Enggak apa-apa.” Venus menanggapi agar suasana tidak canggung karena perasaan bersalah pria itu.
“Saya duluan yang pake kamar mandi ya?”
Venus mengangguk memberi ijin, setelahnya Archio turun dari atas ranjang untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi.
Gadis itu mengembuskan napas kasar setelah mendengar suara pintu tertutup.
Venus turun untuk mencari air minum, kebiasaan yang rutin dia lakukan setiap bangun pagi.