Derap langkah seseorang terdengar nyaring di koridor kampus, disana terlihat Sora yang sedang berlari-lari kecil menuju ruangan klub karate untuk mengikuti seleksi anggota baru. Ia sempat hampir lupa tadi, karena melihat wajah Reina yang bersedih, Sora tak tega untuk meninggalkan Reina dan justru menghiburnya bersama Miyu.
Tidak apa, Sora sudah terbiasa berlari seperti ini, apalagi untuk mengejar mimpinya. Ia akan selalu bersemangat, karena sejak kecil ia memang suka berolahraga.
Saat ini, yang Sora khawatirkan adalah gilirannya sudah terlewati dan ia akan ditolak oleh klub itu.
Senyuman Sora mengembang tatkala melihat pintu ruangan yang ia tuju terbuka lebar, ada banyak mahasiswa yang keluar masuk ke ruangan tersebut. Hanya tinggal beberapa langkah saja dari pintu, kaki Sora terhenti. Ia melihat seseorang yang membawa tumpukkan kain tak sengaja menabrak kotak sampah hingga tersungkur dan membuat sedikit kegaduhan di samping ruangan.
Nampak seorang gadis yang terjatuh itu meringis kesakitan, dan sebagian orang yang menyaksikannya justru tertawa, termasuk orang-orang dari klub karate yang berbondong-bondong keluar ruangan.
Kain putih yang sepertinya adalah dogi atau baju karate itu terhambur ke tanah, tertimpa isi kotak sampah basah yang terjatuh bersama besi penyangganya tadi.
Sora mendekat ke arah gadis itu, berniat menolongnya, karena tak ada satupun yang memberi pertolongan padanya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Sora menyodorkan tangan untuk membantu gadis itu untuk berdiri.
"Iya, tidak apa-apa," jawabnya menggapai tangan Sora.
Terlihat ada luka baret pada tangannya, yang mungkin tak sengaja terkena besi yang ia tabrak. Luka itu mengeluarkan darah, sehingga Sora dengan segera mengambil tisu yang ada dalam tasnya.
"Pakai ini," tawar Sora.
"Terimakasih," ucapnya dengan wajah sedih. Gadis itu memandangi kain-kain yang kini sudah kotor dan memungutnya satu persatu.
Melihat itu, Sora ikut membantunya.
"Tidak apa, ini akan bersih kembali ketika dicuci nanti," ucap Sora tersenyum menunjukkan gigi gingsulnya.
"Masalahnya, hari ini baju ini akan dipakai," ucapnya lemah.
"Kalau begitu, ayo kita pergi ke laundry sekarang juga," ajak Sora setelah berhasil menumpuk kain-kain tersebut dan membagi dua dengan gadis itu.
Gadis itu tak menyahut, ia mengedarkan pandangannya ke arah pintu ruangan klub. Disana, ketua klub karate dan sebagian orang sedang menatap mereka berdua. Si gadis kembali menunduk dan kemudian melihat sekitarnya, banyak sampah berserakan yang belum ia bersihkan.
Sora yang masih menunggu jawaban ikut melihat ke arah pandang gadis yang belum ia ketahui namanya itu. Ia menyadari sesuatu. "Ah benar juga, kita harus membereskannya terlebih dahulu," ucap Sora.
Karena merasa tak enak pada Sora, gadis itu dengan cepat menolaknya. "Tidak usah, biar aku saja, baju dan tanganmu jadi kotor, nanti," ujarnya.
Sora menyernyih dengan manis, nampaknya dia senang menunjukkan giginya ke semua orang. "Tidak apa," kata Sora. Ia menaruh tumpukan kain di tempat yang bersih dan dengan tangannya langsung memunguti sampah itu untuk dimasukkan kembali ke dalam kotak yang sudah ia benarkan, sambil mengajak bicara gadis tadi. "Siapa namamu?" tanya Sora.
"Kotobuki Ran," jawabnya.
"Ah, Kotobuki-san, salam kenal, aku Sora Fujiwara," balas Sora dengan ceria.
Selang beberapa saat, tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka berdua dan berdiri tepat di samping mereka, membuat Kotobuki bangkit dan membungkuk pada orang tersebut.
"Ki-kimura-senpai, maaf aku tidak sengaja terjatuh dan--"
"Ya, aku sudah melihatnya sejak tadi, tidak apa, kau pergilah bersama yang lain untuk membersihkan kain itu," ucap seseorang yang dipanggil Kimura tadi dengan tenang. Ia nampak membawa beberapa orang untuk membantu Kotobuki membawa kain-kain yang terjatuh tadi.
"Baik, Senpai," ucap Kotobuki kemudian pergi meninggalkan mereka begitu mendapat perintah.
Sora yang memperhatikan sejak tadi tidak berkomentar apapun, ia hanya bisa terus memunguti sampah itu.
"Daichi!" panggil pria yang Sora ketahui bernama Kimura itu pada seseorang.
Yang dipanggil segera mendekat dengan bermalas-malasan.
"Ya, ada apa, Hoshi-senpai?" tanyanya.
Hoshi? Hoshi Kimura? Sepertinya sekarang Sora tahu bahwa pria itu adalah ketua klub karate, walaupun Sora belum pernah bertemu dan melihat secara langsung, tetapi Sora sudah mengetahui namanya sejak awal ia mendaftar.
"Kau bantu gadis ini," suruhnya.
"Apa? Kenapa harus aku?"
"Lakukan saja, Daichi. Tinggal beberapa orang lagi di dalam, aku akan melanjutkan seleksinya," pinta Hoshi sembari tersenyum.
Mau tak mau Daichi harus membantu membersihkan sampah yang masih nampak bercecer di beberapa bagian itu. Jika bukan Hoshi yang memintanya, Daichi tidak akan sudi.
Hoshi beralih menatap Sora lembut, dan merunduk untuk memberikan sapu tangannya. "Setelah ini, bersihkanlah tanganmu," katanya.
Refleks, Sora berdiri dan membungkukkan tubuh ke arah Hoshi. "Terima kasih," ucap Sora tulus.
Karena di Jepang seseorang akan membungkukkan tubuhnya jika berhadapan dengan orang yang mereka hormati, untuk menyapa orang lain yang mereka temui, meminta maaf, ataupun mengucapkan terimakasih.
Pria itu hanya tersenyum lalu pergi memasuki ruangan klub karate kembali.
Astaga! Sora menepuk dahinya. Lagi-lagi ia melupakan sesuatu. Bukankah ia harus ikut dalam seleksi anggota klub? Lalu apa yang sedang ia lakukan sekarang?
"Lain kali, biarkan saja," ucap pria yang bernama Daichi menginterupsi pikiran Sora.
Sora kembali berjongkok menatap pria di hadapannya yang sedang membantu memunguti sampah. "Maksudnya?" tanya Sora tak mengerti.
"Lain kali, jangan bersikap baik seperti tadi kepada orang lain, karena hal itu akan merepotkanmu sendiri," marah Daichi.
"Benarkah? Aku tidak berpikir seperti itu, aku merasa tidak direpotkan," sanggah Sora.
"Buktinya sudah jelas, orang lain yang melakukan, kita yang harus bertanggungjawab, lihat ini, mereka pergi, dan aku yang harus membantumu."
Sora mengulum senyum melihat pria itu sangat kesal. Ia tak menjawab lagi ucapannya dan dengan cepat Sora membersihkan sampah-sampah yang hanya tinggal sedikit itu.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Akhirnya kotak sampah sudah kembali pada tempatnya, dan tempat itu terlihat cukup bersih tak beda dari sebelumnya.
"Cih, bau sekali," umpat Daichi. Tanpa sepatah katapun ia pergi meninggalkan Sora.
"Terima kasih, ya!" teriak Sora tetapi diabaikan oleh Daichi.
Sora kembali mengingat tujuan awalnya. Ia segera membersihkan tangannya menggunakan sapu tangan yang ia dapatkan dari ketua club karate tadi, dan dengan cepat memasuki ruangan.
Sudah tidak terlihat antrian sama sekali disana, hanya tersisa beberapa orang, termasuk Hoshi yang masih duduk di bangku ketua.
Sora mencoba mendekatinya.
"Kimura-sensei," panggil Sora yang sudah berdiri tepat di hadapan Hoshi.
"Hm, ya? Ada apa?"
Karena dijawab dengan senyuman, Sora menjadi lebih optimis setelah tadi ia sempat pesimis.
"Masih bolehkah aku ikut seleksi klub ini?" pintanya tanpa berbasa basi.
"Apakah kau mendaftar?"
"Ya," Sora mengangguk dengan semangat.
Dilihatnya Hoshi menggenggam tangan dan menyandarkan pipinya ke kepalan tangan itu, masih dengan senyuman ramah dan memandangi Sora.
"Pertama-tama, kau harus membersihkan dirimu ke toilet," ucap pria itu membuat Sora kembali mengamati dirinya sendiri. Ternyata ada beberapa noda kotor di bajunya.
"Apakah aku masih bisa ikut seleksi setelah membersihkan diri?" tanya Sora dengan polosnya.
Sang ketua terkekeh. "Tentu saja, karena kau sudah membantu anggotaku tadi, aku akan memberikan hak istimewa padamu."
Mendengar hal itu, mata Sora berbinar terang. Semangatnya kini kembali hingga seratus persen.
"Terima kasih, aku akan melakukan yang terbaik," serunya kemudian pamit ingin ke toilet.
"Hey," panggil Hoshi sebelum Sora benar-benar pergi.
Gadis itu menengok.
"Siapa namamu?"
Kemudian ia tersenyum lebar hingga gigi gingsul yang membuat Sora terlihat manis itu nampak menghiasi wajah Sora.
"Sora, Sora Fujiwara!"
***
Sementara itu di klub seni..
Dengan tenang Yume duduk sendiri disalah satu kursi sembari mendengarkan musik melalui aerphone-nya. Ia bosan menunggu giliran namanya untuk dipanggil. Jika bukan karna Ryuu-sensei, ia tidak akan membuang-buang waktu dengan melakukan hal yang paling ia benci, alias menunggu.
Di sisi lain, Ichiro terlihat berkumpul bersama teman-temannya, bercakap-cakap untuk membunuh waktu, hingga nama mereka dipanggil untuk seleksi.
"Hey, Ichiro, bagaimana dengan gadis yang kemarin itu?" tanya salah satu teman Ichiro yang bernama Natsu.
"Banyak gadis yang kita bicarakan, maksudmu yang mana?"
"Yang disana," Natsu menunjuk ke arah Yume dengan bola matanya. Rupanya sejak tadi pria itu diam-diam sudah memperhatikan Yume.
Ichiro tertawa. "Dia gadis yang tidak mudah didekati, jadi lebih baik kau tidak terlalu berharap untuk berkenalan dengannya," jelas Ichiro yang memang sudah paham sifat dingin Yume.
"Tapi justru itulah hal yang menarik dari dia, bukan?"
"Benar, gadis yang susah didekati akan membuat kita lebih tertantang," timpal yang lain.
Ichiro acuh dengan perkataan temannya itu, ia kemudian memandangi Yume yang bahkan wajah datarnya saja sudah terlihat cantik.
Dulu, sewaktu kecil, Ichiro sempat menyukai gadis itu. Tetapi, setelah mereka berteman cukup lama, perasaan itu mulai hilang dan menjadi perasaan yang biasa saja. Perasaan yang benar-benar murni karena sebuah pertemanan.
"Bukankah dia sangat cantik, Ichiro? Kau bilang, kau teman lamanya, apa kau tidak pernah menyukainya?" tembak salah satu teman Ichiro yang lain, yang seperti dapat membaca lamunan Ichiro.
Pria itu menggeleng ragu. "Hm, mungkin pernah, aku tidak yakin," jawabnya.
"Hey, omong-omong, kalian tidak ingin membicarakan kakak senior yang ada disana?"
Jari Natsu menunjuk ke arah depan, tepatnya pada anggota-anggota senior klub seni yang duduk berjajar satu persatu dan sedang sibuk menyeleksi anggota baru mereka.
"Aku tahu maksudmu Natsu, yang di tengah itu, bukan?"
"Ya, ketua klub seni kita, dia benar-benar sangat cantik."
Benarkah? Ichiro tidak menyadarinya sejak tadi.
Begitu Ichiro mengikuti arah pandang mereka, ternyata benar. Seorang gadis berambut panjang hitam pekat, dengan wajah lembut keibuan dan senyum yang hangat terlihat aktif mencorat-coret kertas yang ada di hadapannya.
"Siapa namanya?" tanya Ichiro.
"Ayano Tanaka."
"Ya, dia adalah gadis tercantik di kampus ini."
"Banyak gadis cantik disini, aku sampai pusing melihatnya," canda Ichiro membuat yang lain tertawa.
"Justru itu tujuan Natsu masuk universitas ini, untuk mengincar gadis-gadis cantik," tambah temannya yang lain.
Mereka semua kembali tertawa meledek Natsu, hingga beberapa saat kemudian, Yume terlihat lewat di hadapan mereka, membuat semuanya terdiam karena senggolan Natsu.
Dengan cuek gadis itu melangkah, tak memandang siapapun, termasuk Ichiro, walaupun banyak mata yang melihatnya, tetapi, tatapan Yume tetap lurus ke depan. Sepertinya, namanya sudah dipanggil barusan.
Ichiro tersenyum, memperhatikan langkah gadis itu. Itulah salah satu hal yang membuat Ichiro sangat mengagumi Yume, gadis itu terlihat santai dan merasa tak terintimidasi dengan tatapan semua orang. Ia tidak suka ikut campur urusan orang lain dan hanya mengurus urusannya sendiri. Ichiro ingin menjadi seperti Yume, melakukan hal-hal yang Ichiro sukai tanpa memikirkan pandangan sekitar.
Yume, bisakah kita berteman seperti dulu?
***