d**a Reina berdebar kencang ketika ia melihat sosok yang sangat ingin ia temui ada di depan sana, di meja seorang ketua yang sedang menyeleksi calon anggota klub berkuda satu persatu. Sedangkan Reina ada di barisan yang cukup jauh, dan mungkin kira-kira ia harus menunggu dua puluh orang lagi untuk sampai pada Shin Yamamoto, pria yang selama ini ia cari.
Dipandanginya pria itu sembari tersenyum. Ia membayangkan bagaimana terkejutnya Shin ketika melihat Reina nanti. Apakah ia akan ingat kencan mereka dulu? Mengingat itu hal itu Reina menjadi tersipu malu. Bisakah ia menganggap pertemuan mereka waktu itu adalah sebuah kencan? Ya, kencan dengan orang asing yang hingga kini tidak bisa Reina lupakan.
Tak lama bagi Reina mencari nama Shin Yamamoto, setelah pria itu memberitahu namanya pada Reina disaat-saat perpisahan mereka dulu. Gadis itu langsung mencari tahu tentang Shin lewat internet, dan alasan sebenarnya mengapa Reina masuk ke Kingdom Academy dan ingin bergabung dengan klub berkuda, hanyalah Shin. Karena sebenarnya ia tidak tahu menahu, bahkan tidak tertarik pada kuda, dan sebenarnya ia juga tidak terlalu menyukai universitas kingdom, karena cita-cita Reina adalah menjadi seorang model atau artis, bukan menjadi pebisnis yang mewarisi perusahaan orangtuanya. Tetapi, semua itu tidak penting lagi bagi Reina, asal ia bisa bertemu kembali dengan Shin Yamamoto.
Reina tak pernah menyangka, pria dibalik topeng yang Reina anggap menghiburnya kala itu sangatlah tampan. Mulai dari detik itu juga, setiap hari Reina selalu mengamati Shin dari internet dan juga menyimpan poto-poto Shin di ponselnya. Tetapi, wajah Shin tidak seberapa, ketika Reina melihat Shin sekarang, ternyata pria itu jauh lebih tampan dilihat secara langsung. Seperti saat ini, Reina tidak akan bisa mengalihkan pandangannya dari seorang Shin.
Shin terlihat tenang dan sangat berwibawa ketika ia berbicara pada calon anggota baru klubnya, walau ia tak menampakan senyum manis seperti yang lain, tetapi tetap saja, dimata Reina Shin-lah yang paling menarik dan menonjol.
Harapan Reina, semoga saja pria itu masih mengingatnya, dengan Reina yang saat ini sudah mempunyai rasa kepercayaan diri yang tinggi, tidak seperti dulu. Ia ingin kembali mengucapkan terimakasih pada Shin.
Menit demi menit berlalu, hingga beberapa detik lagi giliran Reina. Mereka sudah mendapatkan nomor panggilan sesuai urutan pengumpulan formulir yang mereka kumpulkan kemarin, jadi, tidak akan ada yang bisa mendahului atau terdahului, semua sudah tersusun rapih sesuai aturan.
"Reina Ikeda."
Begitu namanya dipanggil, rasanya jantung Reina akan melompat. Suara rendah Shin baru saja menyebut namanya. Reina melangkahkan kaki ke depan para pengurus klub termasuk Shin. Ia memilin-milin tangannya gugup, menelan salivanya dan melihat satu persatu wajah pengurus klub karena kenyataannya ia justru tidak punya nyali untuk menatap Shin.
Apakah Shin sedang memandanginya? Apakah Shin sedang berusaha mengingatnya? Menunggu pria itu bersuara lagi sangatlah membuat Reina seperti melakukan senam jantung.
"Kau ditolak."
Mata Reina melebar mendengar dua kata yang membuatnya langsung menatap Shin.
Pria itu menunduk, melihat-lihat kertas yang ada di hadapannya dan membuang salah satu kertas tersebut yang Reina yakini adalah formulir miliknya.
"Ada apa? Kenapa aku ditolak?" tanya Reina memberanikan diri meminta penjelasan.
Shin menyetop kegiatannya. Ia mengangkat pandangannya tepat ke wajah Reina. Seketika d**a Reina berdetak cepat, saat ini mereka saling memandang, walaupun tatapan mata Shin padanya sangat dingin dan tajam. Sepertinya Shin tidak mengenali Reina?
"Aku tidak suka anggotaku memiliki kuku-kuku yang panjang."
Spontan Reina melihat ke arah jemarinya. Memang benar ia menggunakan nail art berwarna peach. Tapi, bukankah ini terlihat cantik di tangannya? Lagipula, apakah kukunya akan mempengaruhi cara ia berkuda nanti? Reina masih tidak paham dengan kesalahan kuku-kuku itu.
"Tapi--"
"Dan kau terlihat lemah," potong Shin cepat sembari membuang tatapannya dari Reina.
Huh? Apa katanya? Reina terlihat lemah?
"Next."
Salah seorang wanita yang duduk di samping Shin berteriak untuk memanggil antrian anggota baru selanjutnya.
Sedangkan Reina? Ia masih syok, merasa terusir dan berjalan lemas ke pojok ruangan klub berkuda. Ia menggigit bibirnya melihat tatapan kasihan orang-orang di sekelilingnya.
Apa yang baru saja terjadi? Shin menolaknya?
Tidak, bahkan Shin benar-benar tidak mengingatnya. Pria itu memperlakukannya sama dengan calon anggota lain. Huh? Tunggu, lalu apa yang Reina harapkan? Shin mengenalinya dan memperlakukan Reina secara istimewa? Begitu kah?
Reina menggeleng-gelengkan kepala.
Hal ini benar-benar tidak bisa dibiarkan! Ia berjanji akan membuat Shin mengingatnya dan mengatakan hal itu dari mulutnya sendiri! Sungguh!
***
"Dia tidak ingat denganku! Aku benar-benar kesal karena dia menolakku di hadapan semua orang!" sembur Reina meluapkan amarahnya yang sedari tadi ia tahan.
"Tenang Reina, tenangkan dirimu," Sora mencoba mengelus punggung Reina. Ia mencoba menyuruh gadis itu menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan.
Saat ini, Reina, Sora dan Miyu sedang berada di atap kampus, karena ajakan dari Sora yang melihat Reina datang padanya dengan wajah yang sudah merah padam dan napas tertahan, jadi, Sora memilih tempat itu agar Reina dapat bercerita dan meluapkan kekesalnya dengan bebas, karena tempat itu tak banyak didatangi mahasiswa, walaupun tempatnya sangat menenangkan.
Atap kampus mereka dibuat menyerupai taman, ada banyak pohon-pohon kecil yang cukup rindang dan tentu saja, kursi taman yang terpasang di beberapa titik, juga ada kantin mungil yang terdapat di pojok atap.
Kursi-kursi itu ada yang berbentuk lingkaran dengan meja dan payung besar yang melindungi, juga ada kursi-kursi panjang dari besi menghadap ke arah hamparan kota dengan pemandangan gunung fuji yang nampak indah di seberang.
"Bukankah kau lebih menyukai seni peran, Reina? Kenapa kau tidak masuk ke klub teater saja," usul Miyu tiba-tiba.
"Benar sekali, untuk apa kau masuk klub berkuda jika kau tidak menyukai hal itu? Jangan hanya karena kau menyukai Shin, lalu kau mengorbankan hobimu dan memaksakan dirimu," tambah Sora.
Kedua teman Reina itu sudah mengetahui alasan Reina yang sebenarnya, karena Reina sudah menceritakan semua hal, termasuk pada Sora yang selalu menempel pada Reina dan Miyu. Lagipula, Sora adalah gadis yang tulus dan periang yang ia kenal dulu. Seorang Miyu yang tertutup saja, bisa dengan mudah akrab pada Sora, jadi Reina cukup mempercayai Sora untuk menjadi salah satu teman terbaiknya kini.
Reina mencebikkan bibir, lalu membuat wajah sedih kepada kedua temannya yang nampak prihatin itu. Dari ketiganya, mungkin hanya Reina saja yang tertolak.
"Tapi aku sangat ingin masuk klub itu," rengek Reina. "Aku ingin sekali menyapa dan berbicara pada Shin."
Miyu menepuk pundak Reina pelan. "Sudahlah Reina, kau bisa saja bertemu dan berbicara padanya tanpa masuk klub itu," hibur Miyu.
"Benar, bukankah kau bisa secara langsung menemuinya?" Sora memegang kedua bahu Reina, menatap Reina dengan mata yang berbinar seperti memberi semangat.
"Bagaimana bisa aku menemuinya tanpa sebab?"
"Tentu saja bisa, katakan saja yang sejujurnya, kau ingin lebih dekat dengannya," ucap Sora.
"Apakah bisa semudah itu? Dia saja bahkan tidak mengenaliku?" dengan ragu Reina bertanya, walaupun sebenarnya ia sangat berharap akan semudah itu.
"Tentu saja! Kau gadis yang cantik, siapa pria yang tidak tertarik padamu? Kecuali Shin Yamamoto adalah seorang gay," tukas Sora.
Benar, Sora pasti benar. Ucapan Sora membangkitkan semangat Reina. Ia yakin ia bisa mendekati Shin walaupun tidak berada dalam satu klub. Yang pasti karena Reina cantik, ia percaya pada dirinya sendiri. Shin adalah seorang pria, seorang pria akan lemah kepada gadis yang cantik. Begitulah yang Reina pikirkan, hingga suara Miyu memadamkan semangatnya yang tengah berkobar.
"Dan kecuali jika Shin sudah mempunyai kekasih," kata Miyu santai yang langsung mendapat senggolan dari Sora.
Bahu Reina kembali melemah. Benar juga, mungkin saja Shin sudah mempunyai seorang kekasih sehingga ia tidak melirik Reina?
"Jangan pesimis begitu, Shin cukup populer, belum ada seseorang yang bilang jika ia sudah punya kekasih? Be-benar kan, Miyu?" usaha ragu-ragu Sora mencoba mengembalikan semangat Reina lagi.
"Hm," gumam Miyu.
Reina hanya mengangguk-angguk, saat ini Reina hanya perlu tahu, apakah Shin sudah punya kekasih atau belum. Karena jika Shin sudah punya kekasih, akan sia-sia saja memiliki wajah seperti Reina, karena ia tidak mau menggangu sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain, artinya ia harus mundur. Tetapi, jika Shin ternyata masih sendiri, ini kesempatan Reina untuk lebih mengenal Shin, dan mendekati pria itu.
"Lalu, pikirkan tentang klubmu, Reina, jangan memikirkan Shin saja," lanjut Miyu, menyadarkan Reina pada kenyataan.
"Baiklah, Miyu, sesuai saranmu, aku akan masuk ke klub yang aku sukai, klub teater. Semoga saja mereka tidak menolak, hanya karena kukuku."
"Tenang saja, Reina, mereka pasti akan menerimamu saat ini juga jika kau mendaftar. Karena gadis sepertimu lah yang mereka inginkan, gadis cantik yang modis sepertimu, akan sangat terlihat baik dalam kamera," puji Sora.
Kali ini kepercayaan diri Reina kembali bangkit setelah beberapa waktu yang lalu menghilang, karena ucapan seorang Shin.
Reina akan membuktikan bahwa dirinya bukan gadis yang lemah.
"Lalu, bagaimana denganmu, Sora? Apa kau masuk ke klub karate?" tanya Miyu mengalihkan topik pada Sora agar Reina tidak berlarut-larut memikirkan apa yang baru saja terjadi.
Sora hanya tersenyum lebar menatap kedua temannya satu persatu.
"Aku belum datang kesana, karena melihat Reina yang bersedih, aku sampai lupa untuk datang," jawab Sora dengan polosnya.
"Astaga, Sora! Kenapa kau masih bisa tersenyum? Cepat pergi!" usir Reina merasa tidak enak pada Sora.
Gadis itu hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ternyata Sora memang gadis yang baik dan tulus, selain memiliki semangat yang tinggi dan aura yang positif, Sora juga bisa berkorban untuk temannya. Semoga saja Sora memang sosok yang seperti Reina bayangkan, karena rasa trauma Reina pada teman-temannya terdahulu, saat ini Reina benar-benar berhati-hati dalam mengenal seseorang. Prinsipnya berteman sebanyak mungkin, tapi cukup mengenal saja, tidak untuk akrab yang berlebihan. Karena memiliki fake friend itu sangat menyakitkan.
"Tunggu apa lagi?" tanya Miyu.
Sora justru tertawa.
"Baiklah, baiklah, aku pergi dulu!"
"Semangat, Sora!"
***