BAB 02 - AMAZING LOVE LIKE JEWEL CANGI.02

1419 Words
ALLJC.02 SUASANA SORE DI ORCHARD ROAD ALLURA GIBSON Sore ini aku telah berjanji dengan Felix Liam untuk bertemu di sebuah café yang ada di kawasan Orchard Road sepulang ia bekerja. Ia adalah pria yang sudah lama bekerja dengan kakakku Armand Gibson sebagai asistennya. Sudah beberapa tahun terakhir ia selalu mendampingi kakakku dalam mengurus perusahaannya. Karena umur kami berdua tidak terpaut jauh, hubungan kami cukup dekat. Seperti tidak ada batasan antara Nona Muda dari keluarga Gibson dengan pekerjanya. Bahkan aku menyimpan perasaan terhadapnya cukup lama. Kami duduk di sebuah café sambil menikmati suasana sore hari di Orchard Road. Sebuah nama jalan di pusat kota Singapore sepanjang kurang lebih 2,2 kilometer. Salah satu kawasan di Singapore yang tidak pernah sepi dari pengunjung. Kawasan ini juga menjadi salah satu tempat favourit yang di kunjungi oleh wisatawan local dan manca Negara selain Marina Bay yang tersohor itu. Di sepanjang jalan Orchard Road, berjejer berbagai macam mall dan pusat perbelanjaan berdiri dengan kokoh dan megah. Bisa dikatakan Orchard Road adalah tempat surganya belanja. Terutama untuk barang-barang bermerek dan kwalitas premium. Akan tetapi juga ada sebuah mall yang banyak menjual oleh-oleh atau souvenir murah, seperti Lucky Plaza. Di kawasan ini ada mall-mall yang terkenal seperti ION Orchard, Takashimaya (Nge Ann City), Paragon, Tang Plaza, Weelock Place, The Heeren, 313 Somerset, dan lainnya. Sabagai sebuah kawasan tergolong elite dengan mall-mall mewah dan barang brandednya, di kawasan ini juga terdapat hotel-hotel mewah, seperti Mandarin Orchard Hotel, Grand Park Orchard Hotel, Pan Pacific, Marriot Hotel, dan lainnya dengan gedung mewah dan menjulang tinggi. Pepohonan nan rindang dan pedestriannya yang luas di sepanjang jalan ini, membuat tempat ini menjadi salah satu tempat bersantai gratis Singapore. Tidak hanya sebagai pusat perbelanjaan, kawasan ini juga banyak terdapat café dan restoran yang menyuguhkan berbagai macam makanan. Sehingga jalanan ini selalu menjadi salah satu destinasi wajib bagi para warga local dan wisatawan. Berada di Orchard Road seakan sedang mengunjungi bazaar mode super modern. Bangunan mewah dan menawan sangat indah dipandang. Dari café dimana aku dan Felix Liam tengah duduk sambil menikmati secangkir kopi latte, terlihat banyak orang yang berlalu lalang dengan segala kesibukan mereka. Ada yang sedang berswafoto bersama dan sendirian. Ada yang tengah sibuk bercengkrama di tangga-tangga depan mall. Ada yang tengah bersantai di bangku taman yang tersedia. Ada yang keluar masuk mall dengan tas belanjaan di tangannya. Bahkan juga ada yang hanya sekedar berjalan sendirian atau bersama-sama dengan orang terdekat mereka. Sungguh sebuah pemandangan sibuk yang akan selalu terlihat bagi siapa yang berkunjung ke kawasan ini. Kecuali di malam hari saat semua mall telah tutup, kawasan ini akan sedikit lebih sepi dari pada saat ini. Aku mengamati pemandangan yang sudah biasa aku lihat itu hanya sementara. Tatapanku lebih banyak tertuju pada pria yang sedang duduk di depanku sambil berbicara. Kami berbincang dengan berbagai macam topic ringan yang menyenangkan. Dan aku sering menikmati suasa sore bersama Falix Liam di tempat ini hingga malam menjelang saat ia tidak sibuk bekerja. Ia tidak hanya sekedar asisten kakakku, bagiku ia dalah teman yang baik. “Allura, kenapa kamu menatapku seperti itu?” Felix Liam bertanya padaku dengan wajah memerah. Aku yang dari tadi menopang wajahku dengan kedua tanganku di atas meja sambil menatapnya, tersadar setelah ia menegurku dengan suaranya yang enak di dengar. Aku tersenyum padanya dan berkata, “Tidak. Aku hanya senang mendengarkan ceritamu.” Felix Liam menyeruput kopi yang ada di cangkir tangannya dan kemudian kembali berkata, “Aku hanya menceritakan hal yang biasa tentang keseharianku. Jadi tidak ada yang special. Bagaimana denganmu hari ini? Apa menyenangkan?” “Awalnya kau berpikir setelah dewasa dan menjadi nona di keluarga Gibson, cukup menyenangkan. Ternyata tidak. Semakin hari aku merasa semakin bosan karena tidak melakukan apa-apa. Perusahaan telah di handle kakakku. Ibu dan ayahku juga tidak mengizinkanku mencari pekerjaan di luar. Jadi hariku begitu-begitu saja. Juga tidak ada yang special.” Aku menjawab dengan santai. “Kenapa kamu tidak bekerja di perusahaan keluargamu saja?” Aku menggelengkan kepala karena tidak puas dengan ide yang diberikan Felix Liam. “Tidak. Aku tidak mau. Bekerja di perusahaan milik keluarga tidak menantang. Mereka pasti menganggapku dan memperlakukanku seperti anak kecil.” “Lalu apa rencanamu?” “Aku berencana untuk melamar pekerjaan di perusahaan lain. Tapi aku masih mempertimbangkan perusahaan mana yang akan aku kirimkan surat lamaran.” Felix Liam terdiam sejenak mengerutkan dahinya sambil kembali menyeruput kopi latte miliknya seolah sedang berpikir. Kemudian ia melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya. Aku yang melihat ekspresinya seperti sedang berpikir pun bertanya, “Felix, kenapa kamu melihat arloji seperti sedang berpikir keras?” “Tidak. Aku tidak sedang berpikir keras.” “Masih sore dan akan beranjak malam. Bagaimana kalau malam ini kita pergi ke pesta? Temanku ada yang sedang ulang tahun dan mengadakan parti di club.” Felix Liam menggelengkan kepalanya dan berbicara dengan wajah sedikit bersalah, “Maaf Allura, aku tidak bisa menemanimu ke pesta lagi. Jika Tuan Armand tahu, bisa-bisa ia memecatku. Selain itu besok pagi aku juga harus menemani Tuan Armand menghadiri rapat. Ada banyak permasalahan di kantor akhir-akhir ini. Maafkan aku.” “Baiklah kalau begitu. Tidak apa-apa. Aku akan mengajak temanku yang lainnya nanti.” Aku menjawab dengan wajah sedikit kecewa. “Bagaimana kalau setelah ini kita pergi jalan-jalan sebentar?” “Kemana? Jika kamu ingin mengajakku berkeliling tempat ini, aku tidak akan ikut. Aku sudah bosan mengitari Orchard Road ini, Felix.” Aku menjawab dengan kedua tangan tersimpul di dadaku. Felix Liam kembali menggelengkan kepala dan berkata, “Bukan. Aku ingin mengajakmu melihat pertunjukan lighting dan permainan logam di HSBC Rain Vortex.” “Kedengarannya menarik. Semenjak tempat itu diresmikan, aku belum sempat mengunjunginya. Lagi pula aku belum ada pergi ke luar negeri, jadi aku sangat malas ke bandara hanya untuk ke sana. Apa lagi perginya sendirian.” “Tenang saja, malam ini aku akan mengajakmu ke sana. Nanti kita juga makan malam di sana. Banyak restoran baru telah di buka di sana dengan berbagai macam menu makanan.” Aku tersenyum melihat Felix Liam yang berbicara dengan penuh semangat. “Kamu berbicara dengan begitu semangat. Apa sebelumnya kamu telah pernah pergi ke sana?” “Ya, aku sudah pernah pergi ke sana bersama Tuan Armand. Waktu itu kami di undang untuk mengunjunginya.” “Apa di sana aslinya sangat indah? Aku hanya baru melihatnya di social media. Terlihat sangat menarik.” “Ya, sangat indah. Makanya aku ingin mengajakmu untuk menonton pertunjukkan itu. Apa malam ini kamu ada waktu untuk itu?” “Tentu saja ada, Felix. Bahkan aku juga mau membatalkan rencana pergi ke pesta ulang tahun temanku. Setelah ini kita akan ke sana bersama. Aku sangat penasaran ingin melihatnya.” “Baiklah, kalau begitu kita akan pergi ke sana bersama setelah menghabiskan menu ini.” Aku mengangguk menyetujui ucapan Felix Liam. Kemudian kembali menikmati secangkir kopi latte dan dessert yang terhidang di atas meja. Setiap kali kemari bersamanya, kami akan selalu memesan menu yang sama. Bisa di bilang kopi latte dan dessert di sini adalah menu kesukaan kami. Kami juga akan selalu bertemu di sini saat memiliki waktu luang. Dan itu membuatku semakin dekat dengan Felix Liam hingga diam-diam memiliki perasaannya. Saat aku tengah menikati menu yang ada di hadapanku, Felix Liam terus menatapku. Sesekali ia tersenyum tipis. Aku yang mengetahui ia tengah menatapku penuh arti pun bersuara, “Jangan menatapku seperti itu, nanti kamu bisa jatuh cinta padaku.” “Bagaimana kalau aku benar-benar jatuh cinta padamu?” Felix Liam bertanya dengan wajah acuh tak acuh. Mungkin Felix Liam mengatakannya dengan asal, namun aku mendengarnya penuh arti. Seketika wajahku memanas mendengar pertanyaan yang di lontarkannya itu. Sambil memalingkan wajah ke arah lain sembari berkata, “Kamu jangan bercanda, Felix.” Aku berusaha menutupi malu ku dan wajahku yang memerah dari tatapan Felix Liam. Meski sebenarnya aku sangat menginginkan hal itu terjadi. Aku menginginkan ia benar-benar menyukaiku. Ya, aku ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya. Tidak hanya sekedar berteman dan antara pekerja dengan adik atasan, tapi aku ingin lebih dari itu. “Tapi aku rasa kamu tidak akan mau denganku yang hanya bekerja sebagai asisten kakakmu.” Felix Liam berbicara dengan wajah sedikit kecewa. Aku yang awalnya telah berharap banyak ia akan menyatakan cinta padaku, juga ikut merasa kecewa. Ternyata ia telah menyatakan mundur terlebih dahulu sebelum mulai berperang. Untuk menghindari suasana canggung antara kami berdua, aku pun kembali berkata, “Felix, aku sudah menghabiskan semuanya. Mari kita pergi.” “Baiklah. Aku akan membayar bill terlebih dahulu.” Felix Liam bangkit dari kursi sambil mengambil kunci mobil yang ada di atas meja, lalu berlalu pergi ke meja kasir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD