“Halo, Annie?” sapa Lumina pada Annie siang itu.
“Lumi? Ada apa?” sahut Annie dari seberang telepon.
“Ada acara pentas seni di sekolah Nigel, dan aku akan datang melihatnya.”
“Wah itu ide yang bagus, Lumi. Terima kasih sudah menjaga Nigel untukku. Oh ya, sepertinya aku belum bisa pulang hari ini karena ada beberapa pesta yang harus kudatangi bersama teman sosialitaku.”
Lumina terdiam sejenak mendengar itu, seakan merasa keberatan dan Annie merasakan hal itu.
“Jangan khawatir, Lumi. Aku akan memberimu bonus besar nanti. Aku mohon jaga Nigel, oke?”
“Tapi … sampai kapan? Aku cukup sibuk di kampus untuk menyelesaikan tugasku sebelum lulus.”
“Hanya sebentar saja. Aku sudah membelikanmu banyak hadiah cantik. Kau pasti suka,” rayu Annie.
“Aku … tak terlalu membutuhkan barang. Aku harap kau tak terlalu lama pergi. Kasihan Nigel harus—“
“Nigel sudah terbiasa tanpa aku. Dia sangat pintar dan mandiri,” potong Annie.
“Tapi …”
“Sudahlah, kau adalah orang yang paling kupercaya menjaga Nigel. Oke, aku akhiri dulu, salam untuk Nigel. Bye.”
Dan sambungan itu pun terputus. Lumina menghela napasnya. “Ibu macam apa dia?” lirihnya.
*
*
Siang itu, matahari bersinar terik di langit kota metropolitan. Lumina menghela napas panjang sebelum menutup pintu apartemennya.
Ia mengenakan gaun casual berwarna pastel yang sederhana namun elegan, cocok untuk acara pentas seni di sekolah Nigel.
Sebagai pengasuh sementara Nigel dan juga guru pengajarnya, dia merasa perlu hadir untuk memberikan dukungan pada anak itu karena Nigel memintanya.
Namun, begitu kakinya melangkah keluar dari gedung apartemen, jantungnya berdegup kencang.
Sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap terparkir tepat di depan pintu keluar.
Dan di sana, bersandar dengan santai di samping mobil, adalah Jadynn—pria yang menjadi bayang-bayang dalam pikirannya.
"Jadynn?!" seru Lumina, matanya membelalak. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Jadynn tersenyum tipis dan terkesan dingin, senyum yang selalu membuat Lumina merasa antara senang dan gelisah.
"Kita akan datang bersama. Aku tak pernah masuk ke sekolah Nigel sebelumnya.”
Lumina mengerutkan kening. "Tapi ... bagaimana kau tahu alamat apartemenku?"
Jadynn hanya mengangkat bahu, seolah itu bukan pertanyaan yang perlu dijawab. "Ayo, kita bisa terlambat jika kau terus bertanya."
Dengan perasaan setengah canggung, setengah bingung, Lumina akhirnya masuk ke dalam mobil mewah itu.
Bau parfum Jadynn yang khas—kayu dan sedikit citrus—memenuhi kabin, membuatnya harus menahan napas sejenak karena darahnya berdesir hanya karena membayangkan yang tidak tidak.
*
*
Sepanjang perjalanan, mereka berdua lebih banyak diam. Lumina tak berani memulai pembicaraan, dia merasa tak nyaman dengan situasi mereka.
Itu seperti sedang berselingkuh padahal mereka tak melakukan apa pun. Sesekali Jadynn bertanya hal-hal seputar kuliahnya dan Lumina menjawabnya dengan sopan seperti pada atasannya.
*
*
Sekolah Nigel adalah sebuah institusi bergengsi untuk anak-anak dari kalangan atas.
Gedungnya megah, dengan taman yang luas dan fasilitas lengkap. Begitu mereka tiba, beberapa orang tua murid yang sedang berkumpul di halaman sekolah memandangi mereka dengan penasaran.
Lumina dan Jadynn menghampiri seorang guru yang menyambut mereka.
“Halo, selamat datang,” sapa sang guru.
“Halo, kami keluarga Nigel, dan dia—“ sebelum Lumina melanjutkannya, Jadynn menjawab terlebih dulu.
“Aku pamannya,” potong Jadynn yang tak ingin disebut ayah Nigel oleh Lumina.
Lumina tertegun dan tampaknya Jadynn memang tak akan pernah mengakui Nigel sebagai putranya.
*
*
"Lihat, itu pasti orang tua Nigel," bisik seorang ibu.
"Selama ini kita tidak pernah melihat mereka. Ternyata ayahnya tampan sekali dan ibunya masih sangat muda," sahut yang lain.
Lumina mendengar bisikan itu dan merasa telinganya memanas. Ia ingin membetulkan anggapan mereka, tapi Jadynn sudah memandangnya dengan ekspresi tak terganggu.
"Biarkan saja," bisik Jadynn dengan wajah dinginnya.
Lumina hanya bisa menghela napas.
*
*
Di dalam aula sekolah, panggung kecil telah disiapkan untuk pentas seni hari itu. Kursi-kursi telah diatur rapi, dan para orang tua mulai memenuhi ruangan.
Lumina dan Jadynn duduk di barisan tengah, tidak jauh dari panggung.
Saat lampu diredupkan dan pertunjukan dimulai, Lumina segera melupakan segala kegelisahannya.
Matanya mencari sosok kecil yang sangat dia kenal—Nigel. Ketika akhirnya Nigel muncul di atas panggung dengan kostum kecil sebagai tokoh dalam drama musikal, hati Lumina meleleh.
"Lihat, dia lucu sekali. Dan dia tidak nervous sama sekali!" bisik Lumina dengan bangga.
Jadynn mengangguk, tapi matanya tidak pernah lepas dari Lumina. Ia memperhatikan bagaimana sorot mata wanita itu berbinar-binar, bagaimana senyumnya mengembang setiap kali Nigel melakukan gerakan lucu di atas panggung.
"Kau sangat menyayanginya, ya?" tanya Jadynn pelan.
Lumina tidak langsung menjawab. "Dia anak yang pintar dan manis. Aku hanya ingin dia tahu bahwa ada orang yang selalu mendukungnya yaitu aku."
Jadynn terdiam.
“Kau suka anak kecil?”
Lumina mengangguk. “Aku besar di panti asuhan, dan aku tahu bagaimana rasanya tidak diperhatikan dan tidak memiliki siapa pun.”
Ucapan itu terkesan menyindir, tapi Jadynn tak terpengaruh. Dia justru asyik melihat wanita muda nan cantik itu di sebelahnya.
*
Sepanjang pertunjukan, Lumina terus memberikan semangat pada Nigel. Ia bertepuk tangan paling keras, tersenyum lebar, bahkan sesekali melambaikan tangan ketika Nigel melirik ke arahnya.
Tapi di sisi lain, Jadynn hanya duduk diam. Pikirannya entah ke mana. Terang-terangan, dia memandang ke arah Lumina, mempelajari setiap ekspresi yang muncul di wajahnya.
Dan Lumina tahu bahwa Jadynn melihatnya sejak tadi, tapi dia terlalu canggung untuk menghentikan apa yang dilakukan pria itu.
Lumina merasa dadanya berdebar. Ia tidak tahu harus melakukan apa ketika ditatap sedalam itu oleh Jadynn.
Untungnya, pertunjukan pun selesai, dan semua orang bertepuk tangan. Nigel, dengan wajah berseri-seri, melambai ke arah Lumina seolah mengatakan, "Aku berhasil!"
Lumina membalas lambaian itu dengan senyum lebar. Tapi di dalam hatinya, ada pertanyaan yang mengganggu:
Apa sebenarnya yang Jadynn inginkan darinya?