I

1018 Words
Merasa bahunya ditepuk pelan, Rain mengalihkan tatapannya dari boneka miliknya ke arah seseorang yang mengganggunya itu.  "Rain, lihat deh Andrew sekarang pacaran dengan Sarah." Rain yang tidak mengerti apapun hanya melihat bergantian antara wajah penuh senyum dua sahabatnya juga genggaman tangan mereka.  >}{ Rain tersenyum getir, mengapa ia bisa di bodohi seperti sekarang ini. Andrew yang ia kenal seumur hidupnya malah menutupi semua hal darinya. Kedekatannya dengan Sarah selama ini dibelakang Rain, juga perasaan pemuda itu. Rasa nya begitu memuakkan hingga ia benci dirinya sendiri. "Rain, ikut ke kantin gak?" Rain menganggukan kepalanya lalu mengikuti Tiara dan teman-temannya yang lain menuju kantin. "Rain!" "Rainy tunggu!!"  Seakan tuli Rain terus melanjutkan langkahnya meskipun teman-temannya yang lain sudah memberitahunya. "Kamu pura-pura gak dengar aku panggil dari tadi ya?" Andrew mendengus keras lalu memberi kode pada teman Rain untuk meninggalkan mereka berdua. "Ada apa sih Drew? Aku lapar, mau ke kantin sekarang. Gak ada waktu untuk meladeni kamu, awas." Melihat tingkah aneh Rainy tentu saja membuat Andrew bingung. "Kamu lagi siklus ya? Kok tumben akhir bulan." Rainy menggeleng kuat dan berusaha menghindar dari Andrew. "Enggak, aku gak lagi menstruasi kok. Sekarang aku lagi lapar Drew." Tak menyadari Rainy yang ingin pergi sendiri, Andrew dengan santai menggenggam tangan Rain dan berjalan menuju kantin. "Aku pesankan bakso kayak biasa ya?" Tak ada yang bisa Rain lakukan untuk menolak sekarang selain menganggukan kepala.  Dengan cepat Andrew memesan satu mangkok bakso untuk mereka berdua. "Kesayangan Andrew kok mukanya ditekuk terus sih? Kenapa? Lagi ada masalah?" Rain menggelengkan kepalanya pelan, mencoba bersikap biasa. "Aku gak papa kok." Andrew merapatkan mulutnya mencoba untuk mengerti, "Kenapa kamu tadi berangkat sekolah sendiri?" Pertanyaan random Andrew sedikit membuat Rain bingung, "Ya.. Ya aku mau berangkat sendiri aja. Lagian aku sudah besar, memang seharusnya sudah bisa berangkat sendiri dan mandiri. Aku gak bisakan terus-terusan bergantung sama kamu." Bakso pesanan mereka tiba, tetapi tidak membuat Andrew mengusaikan pembicaraan mereka. "Kamu tahu kalo aku gak pernah merasa keberatan dengan itu." Tangan Andrew dengan cekatan mengambil garpu dan menusukkan baksonya. Ditiupnya bakso tersebut agar tidak terlalu panas, lalu menyuapkannya ke mulut Rain. Rainy mengambil alih garpu tersebut dan mulai memakan bakso nya. "Kamu memang gak keberatan Drew, tapi nanti yang susah itu aku. Gak akan bisa melakukan apapun tanpa kamu karena terlalu biasa seperti ini." Rain merasa tangan nya digenggam hangat. Mata Andrew menatapnya dalam dan penuh keseriusan. "Itu yang aku mau Rain, Kamu gak bisa melakukan apapun tanpa aku. Oleh karena itu supaya kamu bisa melanjutkan hidup harus ada aku disamping kamu." Entah mengapa mendengar pernyataan Andrew membuat hati Rain semakin teriris. Ia tidak tahu saat ini Andrew berbohong atau tidak, tapi yang pasti apa yang sedang direncanakan pemuda ini untuknya terlalu jahat dan terlalu menyakitkan. Rain tersenyum getir, "Tapi kita gak bisa. Kita bersahabat right?" "Yeah you're right. Kita bersahabat." Andrew menjawabnya dengan ogah-ogahan. Tapi tiba-tiba bibirnya tertarik sebelah, "Sahabat yang saling mencintai, sahabat yang saling memiliki dan sahabat yang berbagi kehangatan bersama." Mata Rain terbelalak tak percaya, beraninya Andrew berkata demikian di tempat ramai seperti ini. Bisa saja ada orang lain yang mendengar perkataan pemuda itu. "Andrew." Rain menggeram tertahan, dan menatap kesal Andrew yang tampak begitu santai.  "Apa? Memang begitu kenyataannya kan?" Ucapan Andrew secara tidak langsung menyatakan bahwa Rain adalah perempuan murahan. "Iya kamu memang benar." Mau tak mau Rain memang harus mengakuinya. Dirinya adalah perempuan murahan yang sudah tidak punya harga diri lagi. "Dan karena itu kamu gak akan bisa pergi dari aku Rain, menjauh dari aku walau sedikit pun karena aku yang sudah menodai kamu." Rain berdecih tak suka atas kenyataan itu. "Aku bisa pergi dari kamu dan menjauh dari kamu." Rain menahan rasa perih dalam dadanya ketika melihat wajah yang menunjukkan ekspresi meremehkan itu. "Kamu pikir siapa yang akan menerima perempuan bekasan? Semua laki-laki di dunia ini gak akan ada yang mau kecuali pria bodoh." "Aku akan cari pria bodoh itu dan hidup bahagia. Kamu gak perlu cemaskan aku, aku akan baik-baik saja." Rain melanjutkan aksi makannya tanpa peduli ekspresi tak terima milik Andrew. "Aku gak akan pernah membiarkan siapapun untuk membahagiakan kamu. Dan aku juga gak akan memberi kesempatan pada pria bodoh yang kamu maksud itu untuk hadir diantara kita berdua." "Andrew, kamu jangan egois. Semua yang aku punya sudah aku berikan ke kamu dan sekarang aku udah gak punya apapun lagi untuk kamu ambil. Jadi setelah ini biarkan aku bahagia dengan pilihanku sendiri dan apapun yang aku mau." Rain meletakkan uang baksonya diatas meja lalu pergi begitu saja meninggalkan Andrew. Dirasa Andrew tidak mengejarnya, Rain mengerjapkan matanya menumpahkan bendungan air mata yang sedari tadi ingin tumpah. "Lo lagi berantem ya sama Andrew? Sampe nangis gitu." Tiara mengusap bahu temannya penuh perhatian, hal itu malah semakin membuat Rain menangis lebih kencang dipelukan Tiara. "Sakit Ra, dada Rain sesak." "Udah Rain, udah jangan nangis terus. Lo nangis sedih begini belum tentu Andrew juga begini, harusnya lo lebih tegar dan terlihat biasa aja." Rain mengusap air matanya pelan. "Meskipun gue gak tau lo sama Andrew ada masalah apa. Tapi melihat lo nangis sedih begini gue ngerasa Andrew udah buat jahat sama lo. Walau lo gak bisa balas perbuatan dia, seenggaknya lo harus biarkan Andrew berpikir lo gak terpengaruh sama sekali dengan tingkahnya." Rain jadi makin terharu mendengar nasihat Tiara, segera ia memeluk kembali teman sebangkunya itu. "Thanks ya Ra, Nasihatnya." "Oke gak masalah. Eh, kita ke toilet sebentar yuk. Lo cuci muka terus nanti kita pergi ke kantor untuk ambil tugas hari ini. Miss Welda gak masuk, anaknya sakit." "Siap ibu ketua." Senyum tak pernah lepas dari bibir Rain, akhir hari ini Rain dibuat lupa akan Andrew karena teman-temannya. Tak terasa selama jam kosong mereka mengobrol di waktu-waktu mengerjakan tugas, dan bel pulang sudah berbunyi. Setelah menyusun bukunya Rain langsung keluar kelas dan mendapati seseorang yang sangat tak ingin di temuinya. "Kita pulang bareng." Rain menggelengkan kepala pelan dan mencoba menghindar dari Andrew.  Tapi langkah Rain terlalu lambat dibanding lengan Andrew yang sudah lebih dulu menahannya. "Tadi aku akan biarkan kamu pergi dari aku, tapi sekarang enggak akan lagi." "Dan coba saja kamu minta tolong pada siapapun, gak akan ada yang bisa menolong." Vote and Comment!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD