"Apa tubuh aku cukup buat balas semua kebaikan yang Kakak berikan? Jika memang iya, lakukan apa aja yang bisa puasin nafsu liar Kak Nevan itu. Aku udah telanjur rusak. Nggak berarti lagi. Kalau memang sikap kasar aku di restoran kemarin ngelukain harga diri yang Kakak junjung, maka sekarang aku berikan apa yang Kak nevan mau." "Jangan bodoh kamu!" Rahang bawahnya mengeras. Lebih-lebih lagi saat Kalya telah berdiri di samping kanannya, di mana Nevan duduk. "Itu, kan, yang Kak Nevan mau?" Kalya menggumam lirih. Air matanya turut meluruh, bak sungai yang mengair dari pipinya. "Itu persepsi gila!" Sesaat, Nevan bermaksud berdiri, tapi diurungkannya niatnya itu dan memilih untuk kembali duduk. Diabaikannya lirihan Kalya tadi, memandang wanita itu tajam. "Tarik ucapan kamu," kukuhnya tegas.