BAB 2

895 Words
Gedung Abundio Enterprise Thomas yang duduk di kursi kebesarannya, menghadap ke jendela bening yang menutupi seperempat dari tembok ruang kerjanya sembari menatap rakaman cctv rumah keluarga Arnary melalui notebook di depannya. Senyum tipis di sudut bibirnya tersungging, sorot matanya tajam. Finally, she is back. Batin Thomas Rahangnya semakin mengeras, bibirnya mengatup rapat. Tatapan matanya semakin tajam menatap layar laptopnya, Thomas menggeleng-gelengkan kepala. Apa yang dilakukan gadis itu? Ingin menggoda pegawaiku? Really!? Batin Thomas. Thomas menghubungi para bodyguard yang sengaja ia tempatkan di kediaman Arnary. "Jaga mata kalian, kalau tak ingin kucungkil satu persatu," ancam Thomas penuh penekanan kepada anak buahnya yang berjaga di rumah keluarga arnary. "Siap Bos.” "Ada yang lucu pak Kisman?" "Engg …  Nggak ada Bos." Thomas bangkit berdiri kemudian menghubungi ajudannya. "Siapkan mobil kita pulang." "Baik Bos!” *** Thomas bergegas masuk ke dalam mobil SUV hitam yang sudah siap di depan lobby. Thomas duduk di belakang. Jim ajudannya duduk di sebelah Leo sang supir di depan. "Bos mau ke mana dulu sekarang?" tanya Jim sambil melirik dari kaca tengah. Mobil sudah mulai melaju meninggalkan gedung. "Ke Mansion," jawab Thomas, seraya menatap keluar jendela. Jim melirik raut wajah sang majikan yang tampak berbeda dari biasanya, saat ini tampak binary kebahagiaan terpancar dari sang majikan. *** Thomas langsung  menuju kamar kedua orang tuanya dan mengetuk pintunya. "Masuk Nak," seruYvonne dari dalam kamar. Klek.. Thomas membuka pintu kemudian bersandar pada kusen pintu seraya melipat tangan di dadanya. "Dia sudah kembali Ma." "Mama sudah tahu, Eva tadi menelepon Mama," terang Yvonne berjalan mendekati putranya dan mengelus lengan atasnya. "Cepat bersiap-siap," titah sang bunda. Thomas mengangguk patuh, kemudian berlalu ke dalam kamarnya. *** Ballroom hotel sudah di dekor sedemikian indah untuk pertunangan Thomas dan Juwita. Tentu saja Thomas Abundio anak bungsu Ronald Abundio adalah pemilik Abundio Enterprise. Jyoti sudah selesai berdandan dengan Emily. Tetapi ia sengaja berlama-lama untuk turun. Entah mengapa ia merasa enggan, dari tadi dadanya tak berhenti berdebar-debar. Drrtttt... Drrtt.. Papa❤: Kamu di mana? Jangan kabur ya? Tamu sudah datang semua Nak, cepat turun. Jyoti: Sebentar Pap ... Sudah mau masuk lift. Jyoti yang saat itu berjalan memasuki ballroom dengan gaun biru metalik berpotongan leher rendah, punggung terbuka dan belahan mencapai pertengahan paha kanannya. Beserta sekuntum mawar putih yang disematkan dirambut yang digelung asal tetapi tetap anggun. Emily juga memakai gaun dengan warna yang sama. Saat dirinya memasuki tempat acara, banyak pasang mata memandang takjub kepadanya. Keluarga besarnya yang sudah selama lima tahun terakhir tak pernah bertemu dengannya dan keluarga mantan mertuanya. Mereka terlihat shock dengan kedatangannya bersama gadis mungil. Raut wajah gadis kecil itu perpaduan antara dirinya dan Thomas. Thomas diusia pertengahan kepala tiga, tentu saja tampak gagah perkasa. Ketampanan dan bentuk tubuhnya semakin indah dipandang mata, kulit berwarna sawo matang, rambut hitam legam dengan iris mata hitam kecoklatan tak pernah berubah walaupun sudah sangat lama tidak bertemu. Wajah orang tuanya, mantan mertua, Thomas dan Juwita tampak terkesima dan kaget. Saat Jyoti membimbing Emily untuk berjabat tangan menghampiri orang tuanya. Tiba-tiba Eva menunduk menyamakan tinggi dengan Emily yang berusia empat tahun tapi badannya sedikit tinggi dibanding anak-anak seusianya. Eva menggenggam kedua tangan Emily dengan mata yang  sudah berkaca-kaca. Emily tersenyum lebar menampakkan deretan gigi susunya yang tersusun rapi dan putih. Dipta memandang lekat-lekat wajah Emily seolah-olah mengingat kembali wajah putri bungsunya saat masih kecil. "Nenek," kata Emily sembari tersenyum lebar menampilkan lesung pipit dan gigi rapinya. Mata Eva membulat lalu memandang Jyoti seolah-olah ingin diyakinkan. Jyoti hanya mengangguk haru. "Cucu nenek siapa namanya?” tanya Eva terbata-bata karena rasa tercekat bercampur haru. Emily melepas genggaman tangan Eva, bocah kecil itu lalu menjabat tangan Eva dan Dipta kemudian  mencium punggung tangan keduanya secara bergantian. "Kenalkan nama saya Emily Karmini Arnary." Emily memperkenalkan dirinya dengan senyum khas bocah yang tak lepas dari wajahnya. Thomas yang sedari tadi diam, memandang tanpa ekspresi ke arah Jyoti dan Emily tetapi tampak rahangnya mengeras sampai terdengar kertakan giginya dengan wajahnya yang dingin. Jyoti hanya mengikuti anaknya dari belakang dalam diam. Sampai Emily bergeser ke arah Thomas dan Juwita. Emily mengulurkan tangan menyalami Juwita. "Kamu cantik sekali," puji Juwita. "Tentu dong, karena mommy Emi juga cantik," ucap Emily sembari melirik Jyoti. Jyoti hanya tersenyum simpul menanggapi jawaban sang putri. Kemudian Emily berpindah ke arah Thomas. Sekian detik mata Jyoti dan Thomas bertemu, Jyoti kemudian menunduk menatap kepala Emily. Denyut nyeri di ulu hati itu kembali menyapa saat bertatapan dengan mata sang pria. Saat begini kenapa deg-degan sih ini jantung! Bisa cepat kena serangan jantung nih lama-lama. Ingat Jyoti, dia sekarang calon kakak iparmu. Thomas bangkit dari duduknya mendekati Jyoti dan Emily, ia berjongkok dengan melipat satu kakinya. Sembari memegang tangan kanan Emily dan sebelah tangan yang lain mengusap punggung Emily. Tetapi Thomas mendongak, pandangan matanya tajam tak lepas dari Jyoti. Thomas mengalihkan pandangan menatap Emily saat Jyoti memutus tatapan mata mereka berdua, "Emily umur berapa?" tanya Thomas lembut. Jelas terlihat Thomas tidak ingin mengulur waktu memastikan bahwa h=gadis mungil di depannya adalah buah hatinya. Pikiran Jyoti menjadi waspada, apapun yang terjadi ia tidak akan membiarkan Thomas mengambil hak asuh sang putri. Memang benar anak lebih baik tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang utuh dan saling mencintai, tetapi selama ini ia yang mengandung dan merawat Emily tanpa bantuan siapapun terutama Thomas yang mungkin bahkan tidak tahu bahwa dirinya hamil saat ia pergi dahulu. "Umur empat tahun dan tahun depan kalau Emi sudah lima tahun, Emi sekolah di primary school," jawab Emily sembari menunjukkan empat jarinya dengan menekuk ibu jari. "Emily pintar ya?" ujar Thomas. "Iya, karena Miss Tania bilang Emi sudah bisa membaca dan aritmatika," jawab Emily sembari mengangguk-anggukkan kepalanya seolah-olah menyakinkan Thomas akan perkataannya. Kedua orang tua Thomas pun masih memandang takjub ke arah Emily dan Jyoti. Yvonne menghampiri Thomas kemudian langsung memeluk Emily dan menggendongnya. "Hai Emily," sapa Yvonne dan tersenyum menebar kehangatan membuat gadis kecil itu merasa nyaman dalam gendongan sang nenek.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD