Ch-4

1011 Words
"Den, sadar Den! Tempat umum, banyak yang liat. Malu-maluin geng serigala aja!" Gerutu Andi yang sudah berhasil menarik temannya tersebut pindah ke kursi belakang bergantian dengan dirinya sendiri. "Emmmhhh.. gak papa kok mas, tante maklum. Kalian anak muda pasti sedang hangat-hangatnya masa pubertas." Lidia tersenyum malu-malu mendengar kasak-kusuk para anak muda tersebut. "Masa sih tant?" Andi pura-pura bertanya sambil mengusap pinggul Lidia, meremasnya dengan lembut. Alan menelan ludahnya melihat Lidia menggigit bibir bawahnya, menahan remasan lembut pada pinggulnya. Tubuh Lidia Natalia sedikit terhuyung ke kanan, bersandar ke lengan Alan. Lidia berpegangan pada lengannya. Meremas-remas lengan Alan, akibat ulah jahil Andi di sebelah kirinya. Arliand ikut serta maju menyandarkan dadanya pada punggung Lidia. "Tante?" Bisik Alan yang ikut serta tak mau ketinggalan dari para rekannya. Sengaja membuat Lidia semakin menggila. Lidia segera menyandarkan tubuhnya pada d**a bidang Arliand yang masih berdiri di belakang punggungnya. "Tante, kita ke belakang yuk.." Ajak Alan padanya. Dia pikir Lidia akan mengiyakan permintaannya, karena melihat wanita tersebut sudah sejak tadi memanas. "Ngapain mas? Mau lanjutin ini ya?" Lidia menunjuk lalu meremas sesuatu yang seharusnya tidak dia sentuh di sisi bawah milik pria itu. Alan melotot sambil menggaruk kepalanya menatap ke arah ketiga temannya. Wajahnya terlihat tidak memiliki solusi sama sekali! Lidia masih tetap memancing, sampai pria itu tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Alan tanpa sadar memekik dengan suara tertahan, karena sebentar lagi bakal ada yang menyembur keluar! "Kayaknya nih cewek sengaja mau nyiksa gue di tempat umum begini!" Gerutunya sambil menghela nafas berat, berusaha menjernihkan otaknya yang kini sudah tidak karu-karuan. Lidia merasakan dengan sepenuh hati, dia tahu sebentar lagi akan ada ledakan dari apa yang dia sentuh sejak beberapa menit lalu. Dugaannya benar, dia merasakan celana pria itu telah basah. Alan buru-buru menarik tangan Lidia menjauh darinya. Alan mundur menjatuhkan tubuhnya di kursi, dia tidak mampu lagi menahan tubuhnya untuk tetap berdiri tegak. Arliand tidak tahu kenapa ketua gengnya mendadak lemas tak berdaya. Dia segera mengambil tempat Alan berdiri di sebelah Lidia. "Bilangnya aja tempat umum! Gak tahunya malah ngambil tempat gue! Huh, dasar kampret kalian!" Gerutu Deden, melihat Lidia bermain dengan kedua rekannya yaitu Andi dan Arliand. Mereka berdua berdiri di kedua sisi kanan kiri Lidia Natalia. Kedua pria itu ikut merespon memegang sesuatu yang tak seharusnya dipegang. Deden tak mau ketinggalan karena dirinya berada di belakang punggung wanita itu, dengan santainya dia menyentuh punggung Lidia. Akhirnya mereka berlima duduk di kursi penonton dengan nafas terengah-engah. Mata mereka saling menatap satu sama lainnya. Lima detik kemudian dengan bersamaan meledakkan tawanya. "Hahhahaha!" "Tante kok hebat banget sih, di tempat umum pula!" Seru Andi penuh dengan semangat memuji Lidia Natalia, yang duduk dengan anggun di kursi penonton seraya memakai kacamata hitamnya. "Ahhh! Bisa aja deh mas... Emmhh!" Mencubit paha Andi dengan gemas. Matanya masih tertuju ke arah pacuan kuda di depan sana. "Ahhhh Delon ayo sayang.. semangat! Emmhhhhh.. iya lebih cepat lagi.. uuuhhhhh.. emmhhh!" Serunya sambil beranjak berdiri dari tempat duduknya, penuh semangat menyoraki atlet kuda favoritnya. Keempat geng serigala hanya bisa menggelengkan kepalanya menatap wanita penuh aura menggoda di depan matanya tersebut. Mereka berempat cengar-cengir menatap wajah satu sama lain. "Kok bisa sih? Baru kali ini gue nemu cewek model beginian! Servisnya hebat banget! Otak gue terasa dipelintir-pelintir sampai miring!" Seru Alan pada ketiga teman-temannya. "Iya! Gue aja yang kebiasaan semi-semi sama Ana tentangga gue, gak bisa nyembur secepat itu!" Sahut Arliand tak mau kalah. "Kalau gue sih biasa dengan sabun colek! Jadi baru kali ini lihat cewe bohai, gesek-gesek dikit langsung keluar anu gue!" Seru Deden jujur. "Serius dengan sabun colek?" Tanya Andi sambil menggigit ibu jarinya penasaran dengan pengalaman sahabatnya tersebut. "Hehehehe!" Pertanyaan Andi dijawab dengan suara tawa Deden, merasa berhasil menipu wajah polos sahabatnya tersebut. "Percaya amat lu ma dia! Kemarin aja gue liat dia borong minyak kemiri! Sepuluh botol brooooooo!" Teriak Arliand sambil mengancungkan sepuluh jarinya. "Buat apaan minyak kemiri? Rambut Lo perasaan kering-kering aja gue lihat saban hari! Buat goreng ikan?!" Seru Alan sambil menyentuh rambut Deden. "Bukan minyakin rambut! Tapi minyakin anunya kali!" Seloroh Arliand sambil cengar-cengir. "Enak! Aja! Mending pakai lotion! Dari pada pakai minyak kemiri!" Serunya jujur, pada tiga sahabatnya. "Kalian ngomongin apa sih? Eh? Acaranya sudah selesai tante duluan yah? Byeeeee sayang...." Melambaikan tangannya meninggalkan geng serigala. "Tante tunggu!" Cegah Alan sambil berlari sok jadi jutawan. "Ada apa sayang? Belum puas ya tadi? Emmhhhhh.." Mencubit d**a bidangnya dengan gemas. "Mau Alan anterin pulang nggak Tan?" Rayunya seraya mengusap rambut di atas keningnya, memasang wajah penuh pesona. "Nggak usah sayang, tante naik taksi saja ya?" Ucap wanita itu sambil memegang kedua pipinya, lalu mencubitnya karena gemas. "Ahhh Tante, ayolah.. gak papa jauhpun Alan tetep mau nganterin kok." Merajuk memeluk pinggang Lidia. "Jangan nanti anak Tante marah, dia seusia kamu loh." Ujarnya lagi masih tetap menolak permintaan pemuda tampan di sebelahnya. "Kalau begitu Alan minta nomor telepon tante ya?" Ujarnya lagi pada Lidia Natalia. Alan penuh semangat mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya, bersiap menyimpan nomor Lidia Natalia. "Sini, biar Tante aja yang nulis sayang." Lidia mengambil ponsel Alan menyimpan nomor telepon miliknya di dalam ponsel pria muda tersebut. "Sudah Tante pulang dulu yah? Emhhh.. cup!" Mencium pipi Alan tanpa ragu lalu melangkah anggun meninggalkan pria itu mematung di tempatnya. "Waoh! Lembut banget bibirnya! Alamaaaaakkkk!" Serunya penuh semangat seraya mengusap pipinya bekas ciuman bibir Lidia. Lidia Natalia menuju ke jalan, dia duduk di bangku tepi trotoar untuk menunggu jemputan Leno. Dan tiba-tiba dia melihat Delon sang Atlet sedang sibuk memberikan tanda tangan pada para penggemar. Dia sebetulnya ingin mendapatkan tanda tangan pria tersebut tapi dia tidak mau ikut berdesak-desakan bersama penggemar yang lain. Akhirnya dia memilih duduk kembali di kursinya, menjatuhkan tubuhnya. Delon yang tadinya melihat wanita cantik bertubuh sintal itu tersenyum sumringah berdiri lalu tiba-tiba cemberut sambil menjatuhkan tubuhnya lagi di kursi, pria itu terlihat sangat penasaran. Padahal sebelumnya dia melihat penggemarnya tersebut, alias si Lidia sedang heboh menyorakinya penuh semangat di arena balap kuda. Pria itu tersenyum menatap wajah cemberut manjanya, karena dia juga terkenal playboy cap gajah! Dia tidak takut terlibat skandal dengan wanita mana saja. Tanpa ragu Sang Atlet melangkah menuju ke arahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD