Kesalahan Semalam

1070 Words
Pagi itu Julian dan Maulia sudah bersiap meninggalkan hotel untuk pergi ke tempat pertemuan dengan klien. Namun, tidak ada pembicaraan di antara mereka setelah keduanya terbangun dari tidur di atas ranjang yang sama. "Kita turun sekarang yuk! Kita udah ditunggu sama yang lain buat breakfast bareng di restoran." Setelah tidak ada percakapan selama satu jam, akhirnya Julian angkat bicara lebih dulu ketika dirinya sudah rapi dengan pakaian kerja, begitupun dengan Maulia. "Bapak duluan aja, nanti saya nyusul." Maulia menolak seraya mengusap tengkuknya yang tertutup kain syal berwarna hitam. "Kenapa nggak mau bareng? Aku tau sekarang kamu pasti marah dan benci banget sama aku karena kejadian semalam. Tapi ... tolong kasih tau apa yang harus aku lakuin buat nebus kesalahanku semalam, Lia? Kamu boleh tampar atau pukul aku sepuasnya buat ngeluapin perasaan marah kamu!" Maulia menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya Maulia bingung dengan perasaan yang ia rasakan saat ini. Semua seolah bercampur menjadi satu. Isi kepalanya seakan tengah berperang satu sama lain. "Tolong, Lia, tolong katakan sesuatu? Jangan hanya diam seperti ini. Kamu boleh menuntut tanggung jawab dalam bentuk apa pun itu, asal kamu bilang sama aku." Kali ini suara Julian penuh penekanan di setiap kalimat yang terlontar, bahkan ia sampai berlutut di bawah Maulia yang duduk di tepi ranjang. "Apa yang Bapak lakuin? Bangun, Pak, jangan sampai seperti ini!" Maulia sontak meminta Julian kembali bangkit. Tak pernah terpikirkan sama sekali olehnya, Julian akan sampai merendahkan diri dan berlutut di bawah kaki demi mendapatkan maaf darinya. "Nggak, Lia. Aku nggak akan bangun sebelum kamu bilang kalau kamu mau maafin aku. Semalam aku benar-benar khilaf, Lia, aku nggak bisa ngendaliin diri aku sendiri. Aku minta maaf karena udah ngelakuin hal itu ke kamu, tolong maafin aku." "Di sini bukan cuma Bapak yang salah, saya juga bersalah. Saya nggak perlu tanggung jawab apa pun dari Bapak, saya cuma berharap kejadian semalam nggak sampai ke telinga Nona Diana. Dia tunangan Bapak, saya benar-benar nggak bisa bayangin sehancur apa dia nanti kalau tau tentang kesalahan kita semalam, saya nggak pernah berniat buat nyakitin perasaan dia, Pak, apalagi perasaan sesama perempuan. Kejadian semalam juga di luar kendali saya, andai saya sadar, mungkin saya bisa cegah Bapak biar nggak kejadian." Maulia mengaku salah dan dengan lancar air mata penuh rasa bersalah itu jatuh menetes membasahi wajah. "Kamu nggak salah, Lia, aku yang salah karena aku yang mulai. Semua itu nggak akan terjadi kalau seandainya aku bisa menahan diri." "Sekarang kita lupain aja soal kejadian semalam, Pak, anggap semalam nggak ada yang terjadi di sini, dan nggak ada yang perlu diingat apalagi dibahas. Mungkin dengan cara begitu kita bisa kembali seperti sebelumnya dan hubungan kita hanya sebatas atasan dan sekretaris." Walau dengan berat hati dan tidak akan mudah menjalani hari-hari berikutnya setelah kejadian semalam, Maulia meminta hal itu demi menjaga hubungan Julian dengan Diana yang beberapa bulan lagi akan menikah. Ia tidak ingin jika dirinya menjadi penyebab rusaknya sebuah hubungan, apalagi Diana pernah meminta Maulia untuk menjaga Julian dari godaan wanita di luar sana. "Mana mungkin aku bisa lupain kejadian semalam, Lia. Aku nggak bisa lepas tangan gitu aja." "Bapak harus bisa karena ini demi hubungan Bapak dan Nona Diana. Please, Pak, sekarang tolong bangun dan Bapak harus pergi ke restoran untuk sarapan." "Terus gimana sama kamu, Lia? Kenapa kamu cuma mikirin hubungan aku dan Diana?" "Karena itu yang terpenting sekarang. Bapak nggak usah mikirin saya." "Nggak, Lia." "Tolong bangun sekarang juga, Pak. Kalau Bapak masih bersikap kayak gini, saya akan mengajukan surat pengunduran diri hari ini juga!" Tidak bisa membujuk Julian dengan cara baik-baik, Maulia pun terpaksa melontarkan ancaman seperti itu karena ia tahu hal apa yang tidak disukai dan ditakuti oleh Julian, yaitu kehilangan sekretaris terbaik seperti Maulia dari sisinya. Julian berdecak kesal mendengar ancaman barusan. Ia pun segera bangkit dari posisi bersimpuhnya dan berdiri tegak seperti biasanya. "Aku udah bangun, jangan pernah berani-beraninya kamu mengundurkan diri dari perusahaan!" "Kalau begitu Bapak harus dengarkan perkataan saya, pergi ke restoran sekarang!" "Terus kamu?" "Saya akan menyusul, sepuluh menit kemudian setelah Bapak keluar dari kamar ini!" "Ok, kalau itu mau kamu! Tapi jangan pernah punya pikiran untuk pergi dari sisiku!" Setelah mengatakan itu, Julian segera memutar tubuhnya untuk melangkah pergi meninggalkan kamar. Kini tinggallah Maulia di kamar besar itu seorang diri. Ia merenung sejenak, memikirkan kesalahan, dan dosa besar yang sudah ia lakukan semalam. Wanita itu kembali teringat dengan apa yang terjadi saat akhirnya Julian menyentuhnya, melampiaskan hasrat, dan mengatakan jika ia telah lama menantikan momen untuk kembali bertemu dengan Maulia. Perkataan yang terdengar jujur apa adanya dan ada ketulusan yang berasal dari dalam hati. Setelah sempat memutar ingatan ke belakang, Maulia pun sadar jika waktu sudah berputar lebih dari 10 menit sejak kepergian Julian. Ia pun bergegas pergi dengan langkah panjang. Setibanya di restoran hotel yang berada di lantai tiga, Maulia langsung menemukan keberadaan Julian bersama para staf lainnya yang menempati meja panjang di tengah-tengah ruangan. Wanita itu langsung menghampiri meja tersebut dan langsung membungkukkan setengah badan di hadapan Julian yang duduk di kursi paling ujung. "Maaf saya datang terlambat, Pak." "Tidak masalah karena kamu sedang kurang sehat. Silakan duduk!" Titah Julian yang membuat Maulia segera duduk, menepati kursi kosong yang berada di seberang Julian. "Bagaimana keadaan kamu, Maulia? Apa sudah jauh lebih baik?" Julian bertanya dengan formal yang tentu saja pertanyaan itu mewakili beberapa orang yang penasaran tentang kondisi Maulia pagi ini setelah semalam sempat demam tinggi. "Seperti yang Bapak lihat, saya sudah sehat dan dalam kondisi baik. Terima kasih sudah mengirimkan dokter untuk mengobati saya semalam, Pak. Mohon maaf saya jadi merepotkan Bapak." Maulia kemudian menunduk dalam seraya mengulas senyum. Ia tetap harus bersikap hormat seperti biasa seolah-olah semalam tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Sementara jajaran sekretaris yang menatap ke arah Maulia yang duduk di seberang Julian tersenyum lega mendengar hal yang disampaikan wanita itu. "Syukurlah. Kalau begitu tunggu apa lagi? Mari kita mulai sarapannya!" Julian memberikan perintah pada semuanya agar memulai sarapan mereka pagi ini sebelum bergegas pergi menuju tempat pertemuan yang diadakan bersamaan dengan event perusahaan. Mereka yang mendengar perintah itu pun gagas mulai menyantap hidangan yang tersaji. Namun, saat Maulia hendak menyuapkan makanan ke mulut, seketika gerakannya terhenti ketika suara seorang wanita memanggil Julian dan juga dirinya. Maulia menoleh ke arah sumber suara, terlihat wanita cantik dengan penampilan elegan itu melangkah mendekat ke arahnya seraya tersenyum bahagia. "Nona Diana?" Seketika itu juga Maulia gugup bukan main karena tidak menyangka akan bertemu dengan tunangan dari pria yang semalam melakukan kesalahan bersamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD