Beberapa bulan kemudian.
Hari itu Julian dan Diana akan melakukan fitting gaun pengantin untuk dikenakan di hari pernikahan mereka yang tinggal beberapa Minggu lagi. Kedua belah pihak keluarga sudah menyebar undangan, tentu keduanya sudah melakukan prewedding di Jepang dan Korea, bahkan kala itu Diana meminta Maulia untuk ikut dan menemaninya melakukan prewedding di dua negara karena entah mengapa keduanya bisa menjadi akrab seiring berjalannya waktu dan bersahabat hingga Diana sering kali bercerita tentang Julian pada Maulia.
Tidak hanya itu, Diana juga meminta Maulia untuk menjadi pengiring pengantin di hari pernikahannya.
Dan, besok adalah hari para bridesmaid dan groomsmen melakukan fitting baju di salah satu butik terkenal yang ditunjuk Diana. Wanita itu benar-benar menginginkan yang terbaik di hari pernikahan nanti.
Sepulang dari butik, Julian memutuskan untuk langsung datang ke perusahaan. Ia menolak mengantarkan Diana ke apartemen karena alasan ada meeting dengan klien. Namun, saat Julian tengah menaiki lift ke lantai atas, Maulia baru saja turun ke lantai bawah. Ia tidak izin pada Julian karena pria itu sedang tidak ada di kantor, jadi ia hanya izin pada Kevin karena ada keperluan mendesak.
"Mau ke mana, Mbak? Kok buru-buru banget?" tanya petugas keamanan yang menjaga pintu lobi karena Maulia terlihat melangkah begitu panjang dan tergesa-gesa.
"Pak Baim, saya mau izin pulang dulu karena harus ke rumah sakit. Alden tiba-tiba drop!" Maulia menjawab dengan tergesa dan tanpa menunggu jawaban Baim, ia kembali melanjutkan langkah karena taksi online pesanannya sudah menunggu di lobi.
"Eh hati-hati, Mbak." Ucapan Baim didengar oleh Maulia yang langsung menoleh ke arah petugas keamanan itu dan mengangguk sebelum masuk ke dalam taksi.
Taksi pun melesat pergi meninggalkan pelataran lobi menuju lokasi tujuan yaitu Royal Hospital Surabaya.
Sementara Julian yang baru keluar dari lift, sedikit merapikan pakaiannya. Namun, setelah melewati lorong ia tidak menemukan keberadaan Maulia di meja kerjanya. Meja itu tampak kosong.
"Ke mana, Maulia? Apa dia nggak masuk? Tapi dia sama sekali nggak ngabarin. Harusnya dia masuk kerja sih. Apa mungkin dia lagi di pantry ya?" gumam Julian penasaran sambil terus menatap meja tak berpenghuni itu.
Kemudian Julian pun melangkah masuk ke ruangannya. Ia akan memanggil Maulia ke ruangannnya jika wanita itu sudah kembali dari pantry. Namun, Julian malah menemukan amplop putih di atas meja kerja dan di dalamnya terdapat surat pengunduran diri yang dibuat oleh Maulia.
"Kenapa tiba-tiba?" Julian terkejut bukan main. Pasalnya tidak ada perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini antara Maulia dan dirinya. Semua terlihat berjalan dengan baik walau sebenarnya Julian tidak tenang sejak Diana semakin dekat dengan Maulia.
"Nggak! Dia nggak boleh pergi gitu aja!" Julian berlari keluar dari ruangannya untuk mencari Kevin di ruangan sang asisten.
"Vin, kenapa Maulia tiba-tiba resign?" Pria itu langsung bertanya dan meletakkan amplop putih itu di atas meja kerja Kevin.
"Resign?" Kevin justru ikutan terkejut. "Saya tidak tahu, Pak, padahal tadi Maulia cuma izin pulang karena ada keluarga yang sakit, dia sama sekali tidak bilang akan resign."
"Tapi ini apa, Kevin? Dia nulis surat pengunduran diri dan ninggalin ini di ruanganku!" Julian yang kesal menggebrak meja Kevin hingga telapaknya menjadi merah.
"Saya benar-benar tidak tahu tentang surat pengunduran diri ini, Pak. Maulia sama sekali tidak mengatakan akan mundur dari posisinya. Dia hanya bilang izin pulang siang ini dan kemungkinan dia akan izin beberapa hari tidak masuk karena harus merawat keluarganya yang sakit."
"Keluarga kamu bilang? Dia nggak punya keluarga di dunia ini, Kevin! Apa kamu lupa?"
"Maaf, Pak, saya benar-benar lupa. Kalau begitu saya akan menyusul Maulia dan bertanya langsung tentang surat pengunduran diri ini." Kevin sudah menggenggam amplop tersebut dan bergegas untuk menyusul Maulia sebelum wanita itu pergi jauh meninggalkan perusahaan.
"Sejak kapan Maulia pergi?"
"Baru beberapa menit lalu, Pak. Belum ada 15 menit sejak izin sama saya. Kemungkinan Maulia masih di sekitar perusahaan ini."
"Cepat cari dia sampai ketemu!" Julian memberi perintah dan ia pun tak hanya tinggal diam karena segera melebarkan langkah untuk ikut mencari Maulia demi mencegahnya pergi.
Wajah Julian menunjukkan jelas ketakutan. Ia tidak hanya panik dengan mundurnya Maulia secara mendadak, tetapi juga takut akan kehilangan wanita itu seperti dulu yang pergi hingga sulit ditemukan kembali.
Dulu, Julian tidak memiliki kuasa untuk mengerahkan seluruh anak buah yang keluarga Anderson miliki untuk mencari keberadaan Maulia yang mungkin akan sangat mudah ditemukan jika meminta tolong sang kakek yang punya segudang akses. Hanya saja perceraian mereka dulu membuatnya sulit untuk mengatakan alasan pada Kakek Anderson mengapa Julian tiba-tiba ingin mencari keberadaan sang mantan istri yang telah pergi. Mungkin tidak jauh berbeda dengan masa sekarang karena ia semakin tidak memiliki alasan mencari Maulia karena akan dianggap tidak memiliki hak, ditambah Maulia adalah masa lalu, dan ia akan segera menikah dengan Diana. Itulah yang membuatnya takut setengah mati jika Maulia benar-benar akan pergi jauh dari hidupnya sama seperti dulu.
"Please, Lia. Tolong jangan pergi seperti ini. Setidaknya kamu kasih tau aku alasan kenapa kamu tiba-tiba resign? Tolong jangan buat aku takut, Lia." Batin Julian saling perang.
Panik yang Julian rasakan membuatnya tidak fokus. Hingga akhirnya ia tiba di lobi dan bertanya pada semua orang yang ditemuinya, berharap salah satunya ada yang mengetahui di mana Maulia saat ini.
Setelah lelah bertanya pada orang-orang yang kompak menjawab tidak ada yang melihat di mana Maulia, Julian pun duduk sejenak sambil memegangi kepala yang tiba-tiba terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Namun, ia memaksa dirinya untuk tidak berhenti dan terus mencari Maulia sampai wanita itu ditemukan. Julian pun kembali melanjutkan pencariannya, ia memutuskan keluar dari perusahaan.
"Apa kamu lihat Maulia keluar dari ini?" Julian bertanya pada petugas keamanan setelah membungkuk hormat di hadapannya.
"Mbak Maulia? Iya tadi saya lihat, Pak, dia keluar lewat sini." Petugas keamanan yang tak lain Baim itu menjawab.
"Dia pergi ke mana, kamu tau?"
"Tadi sih bilangnya mau ke rumah sakit, Pak. Tadi aja dia buru-buru banget."
"Rumah sakit mana? Apa dia bilang ke kamu siapa yang sakit?"
"Katanya Mbak Maulia anaknya masuk rumah sakit, Pak. Tapi maaf, Pak, Mbak Maulia nggak sebut rumah sakit mana."
"Anak? Maulia punya anak?" Belum selesai keterkejutan Julian karena surat pengunduran diri yang Maulia berikan padanya diam-diam, keterkejutannya kian bertambah mendengar jawaban petugas keamanan bernama Baim itu.
"Iya, Pak, Mbak Maulia punya anak. Makanya sebelum kerja jadi sekretaris Bapak dia sering datang telat karena harus antar anaknya sekolah dulu, tapi setelah jadi sekretaris Bapak, anaknya dititip sama pengasuh. Belum lama ini Mbak Maulia cerita ke saya kalau anaknya sering sakit-sakitan, terus minggu lalu bilang kalau anaknya sakit parah, tadi Mbak Maulia bilang kalau anaknya drop, dan udah dibawa ke rumah sakit, makanya tadi Mbak Maulia langsung naik taksi online ke rumah sakit."
"Astaga, ternyata selama ini Maulia punya anak? Kenapa dia nggak pernah bilang sama aku sekalipun kalau dia udah punya anak?" batin Julian. Perasaannya kian campur aduk karena kenyataan yang baru ia ketahui.