Dihakimi

1325 Words
Setelah melewati obrolan yang tak berujung karena Maulia masih tetap menyalahkan diri sendiri, setidaknya Julian berhasil meyakinkan Maulia untuk tetap bertahan dalam pekerjaannya. Dengan begitu Julian tidak benar-benar kehilangan sosok Maulia untuk yang kedua kalinya. Julian juga akhirnya berhasil membawa Maulia kembali ke restoran untuk bergabung dengan yang lain. Beruntung sarapan pagi itu diwarnai dengan canda tawa dan mampu mencairkan suasana hati Maulia. Ia benar-benar bersyukur ternyata kejadian tadi tidak mengubah apa pun yang bisa menyudutkannya. Semuanya tetap sama dan tidak ada yang berubah dari mereka. Hingga akhirnya sarapan bersama selesai, Julian bersama timnya pergi menuju lokasi pertemuan sekaligus event perusahaan yang berada di kawasan Sudirman. Julian membiarkan Maulia bergabung dengan tim sekretaris lain di mobil yang sama agar perjalanan menuju lokasi tidak terasa membosankan bagi wanita itu jika harus satu mobil dengan Julian. Terlebih suasana hati Maulia belum benar-benar membaik, jadi ia berharap dengan Maulia melewatkan banyak waktu bersama tim sekretaris itu mampu menghiburnya dan menghapuskan kesedihan juga rasa bersalah yang sempat singgah. Ya, Julian tidak lagi menaruh rasa cemburu pada Fauzan karena pria itu sudah ditolak oleh Maulia. Namun, pertanyaan mengapa Maulia mengatakan jika dirinya tidak sempurna dan tidak pantas untuk siapa-siapa masih terngiang jelas dalam benak Julian yang terus bertanya-tanya dalam hati. "Vin, apa ada informasi tentang Maulia yang aku lewatkan selama tujuh tahun dia pergi dari Jakarta dan menatap di Surabaya?" Julian akhirnya bertanya untuk memecahkan rasa penasaran yang mengganjal. "Tidak ada, Pak. Semua informasi tentang Maulia sudah saya serahkan ke Bapak tanpa ada yang terlewat satupun." Kevin menjawab dengan lugas, tetapi sorot matanya sedikit memicing seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Tapi kenapa aku ngerasa ada yang janggal ya? Di informasi yang kamu kasih, Maulia beberapa kali masuk rumah sakit dan menjalani perawatan setelah dia bercerai dariku, tapi nggak dijelaskan dia sakit apa!" Ya, Julian tidak ragu mengatakan hal itu pada Kevin karena memang asisten pribadinya itu mengetahui tentang status Maulia dan Julian di masa lalu. "Bukan penyakit yang serius kok, Pak, mungkin kondisi Maulia drop setelah bercerai dari Bapak." "Menurutmu, apa itu artinya dia terpuruk setelah berpisah dariku?" "Ya, saya berpikiran seperti itu." "Tapi, masih ada yang mengganjal satu lagi, Vin!" "Apa itu, Pak?" "Dari informasi yang kamu kumpulkan dan kasih ke aku menyatakan kalau hidupnya sangat sibuk selama tujuh tahun terakhir sebelum dia jadi sekretarisku, bahkan dia nggak pernah menjalin hubungan sekalipun sama laki-laki selama tinggal di Surabaya, tapi kenapa semalam dia bilang kalau dia udah nggak cinta sama aku sejak ada seseorang yang hadir di hidupnya, dan dia punya masa depan sama seseorang itu. Jadi siapa laki-laki yang dia maksud? Apa kamu sengaja menyembunyikan sesuatu dariku, Kevin Abraham?" Julian mengakhiri kalimatnya dengan penuh penekanan dan menyebut nama lengkap asistennya. Ia benar-benar merasa janggal dan mengira jika Kevin tidak memberikan informasi secara lengkap tentang Maulia yang diminta oleh Julian. Kevin menggeleng. "Tidak, Pak, saya sudah menyerahkan semua bukti yang saya dapatkan sesuai permintaan Pak Julian!" Kevin menjeda kalimatnya sejenak. "Kita sudah sampai, Pak, mari silakan turun!" Julian mendesah kasar karena mobil yang membawanya sudah tiba di lokasi pertemuan, mau tidak mau ia pun turun dari mobil setelah dibukakan pintu padahal ia belum selesai bicara dengan Kevin sampai mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya. *** Pukul 5 sore akhirnya pertemuan dengan klien sekaligus event perusahaan telah berakhir diselenggarakan. Kini Julian dan timnya bersiap-siap untuk pergi ke bandara. Tidak hanya ada mereka, tetapi di sana juga ada Diana yang benar-benar datang ke acara pemeran bahkan ia membeli satu unit apartemen yang satu tahun lagi siap dihuni karena kini masih dalam tahap pembangunan. Sejak kedatangan Diana, Maulia benar-benar menjaga jarak dengan Julian. Terlibat dalam pekerjaan yang sama membuat Maulia dekat dengan Fauzan sepanjang event berlangsung dan hal itu membuat Diana berasumsi jika Maulia bisa dekat dengan pria mana pun. "Sayang, Maulia memang begitu ya orangnya?" Diana coba bertanya pada sang tunangan yang merupakan atasan Maulia dan sering bepergian dengan wanita itu untuk urusan pekerjaan. "Gitu gimana maksud kamu?" tanya Julian dengan wajah tidak suka. Lalu ia melemparkan pandangan ke arah Maulia yang sedang asik berbincang dengan tim sekretaris dan berdiri di sudut lobi, sementara ia dan Diana duduk berdua di sofa sambil menunggu petugas hotel datang mengantarkan barang-barangnya. "Kok dia kayak murahan gitu ya, dekat sama semua laki-laki. Tadi pas event aja sama tamu penting ketawa-ketawa dan dipegang mau aja, sekarang sama sekretaris Fauzan, terus bukannya Gio juga lagi PDKT sama dia ya?" Julian tampak jengah mendengar ucapan Diana yang menghakimi sekretarisnya. "Kamu bisa ngomong gitu karena kamu nggak kenal baik Maulia. Aslinya dia itu perempuan baik-baik kok, dekat sama orang juga sewajarnya. Kalau sama klien dia memang ramah luar biasa, dia begitu juga demi bantu penjualan properti perusahaan, dan dia memang dikenal punya kemampuan marketing yang best, bahkan banyak dapat penghargaan berkat kerja kerasnya!" "Oh gitu. Kamu bisa ngomong kayak gitu karena kamu kenal baik Maulia maksudnya?" "Ya, udah lumayan lama kenal dia, apalagia dia sekretarisku, jadi ya kurang lebih aku tau dia perempuan yang seperti apa." "Tapi aku nggak suka ya, Sayang, kamu muji-muji dia di depanku!" Diana kesal dan langsung mengerucutkan bibir. "Kapan aku muji dia?" Julian yang paham ke mana arah tujuan perkataan Diana barusana, membuatnya merasa perlu menjelaskan karena ia lelah jika harus diajak berdebat. "Barusan!" "Aku nggak lagi muji dia, justru aku bantu jelasin sedikit tentang dia ke kamu biar kamu nggak salah paham lagi soal sekretarisku." Julian menjelaskan dengan penuh penekanan agar Diana mengerti. "Tapi kok kayaknya kamu dekat banget ya sama dia, bahkan kamu sering belain dia di depan aku, ya kayak sekarang!" Diana ingat bagaimana pagi tadi Julian membela soal Maulia setelah ia memergoki leher wanita itu penuh dengan kiss mark seseorang. "Ya dekat karena dia sekretarisku, memang salah aku dekat sama sekretarisku sendiri? Aku dekat sama dia pun soal kerjaan loh, Diana!" Julian mulai malas dan hampir emosi jika Diana mengeluarkan sikap cemburuannya yang akut. "Salah menurutku! Aku ngerasa kamu berubah sejak kerja di perusahaan itu dan punya sekretaris model Maulia! Aku sering loh dengar cerita, banyak sekretaris yang jadi selingkuhan atasannya saking sering ngelakuin perjalanan bisnis bareng! Wajar dong aku khawatir, aku takut kamu selingkuh sama sekretarismu!" Diana mengatakan itu dengan suara lantang. Ia menyuarakan apa yang ia rasakan sejak Julian kembali dari Amerika dan menggantikan posisi Stefan sebagai presiden direktur di perusahaan properti dan real estate ternama di Indonesia dan memiliki kantor pusat yang terletak di Surabaya. Beruntung Julian dan Diana berdebat jauh dari orang-orang yang sedang sibuk dengan barang-barang mereka yang baru saja diantar oleh petugas hotel. "Diana, please ... kamu tau kan aku capek seharian kerja. Tolong ya, jangan ajak aku debat. Kalau kamu mau cari teman debat silakan pulang ke Surabaya sendiri. Aku lagi butuh ketenangan!" Julian mengatakan itu dan langsung bangkit dari duduknya. Julian hendak melangkah masuk ke mobil karena mobil jemputan yang ia tunggu akhirnya tiba. Diana pun langsung menyusul dan masuk ke mobil yang sama dengan Julian. Meminta Kevin duduk di depan karena ia ingin di samping Julian. "Sayang, maafin aku ya. Aku nggak akan ngomong yang aneh-aneh lagi deh ya biar kamu nggak marah. Maaf aku sempat mikir jelek kayak tadi karena aku takut kehilangan kamu." Diana bergelayut manja di lengan Julian, menatap sang tunangan seraya tersenyum menggoda. "Bagus kalau kamu sadar aku nggak suka kalau lihat kamu cemburuan nggak jelas kayak tadi!" Julian akhirnya menepikan perasaan kesal dan berusaha untuk kembali bersikap penuh kasih pada Diana, wanita pilihan kedua orang tua untuk ia nikahi dalam waktu dekat ini. "Tapi kamu harus janji sama aku kalau sampai kapanpun kamu nggak akan punya hubungan sama Maulia atau sekretaris lainnya. Janji?" Diana memberikan janji kelingkingnya untuk ditautkan oleh Julian saat nanti mengucap janji. Namun, ada keraguan di hati Julian untuk menjanjikan hal tersebut karena pada kenyataannya Maulia selalu mengusik di pikirannya. Bahkan setelah kejadian malam itu, malam di mana ia kembali berhubungan dengan Maulia untuk kedua kalinya. Mana mungkin ia bisa melupakan kejadian semalam karena Julian melakukannya dalam keadaan sadar. Tetapi, pada akhrinya ia menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Diana untuk meyakinkan wanita itu dan menyenangkan hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD