Harapan Lepas Dari Nelangsa

1128 Words
Dari kaca raksasa sebuah tempat yang ramai dan selalu sibuk, Liza dapat melihat pemandangan senja terbentang luas. Hamparan kelip bintang mulai bermunculan, menjadi penghias langit senja yang berangsur gelap. "Woah! Aku tidak tau kalau langit senja seceria ini." Liza membatin sendu dalam benak. Tak ingin terlalu terbius pesona atmosfer keindahan di luar bandara, Liza kembali mengalihkan pandangan pada tablet berukuran 10 inci dalam genggaman. Fokus, Liz. Kau ingin segera terbebas dari jeratan Lukas, bukan? Semakin cepat Lukas mendapatkan posisi Presdir, semakin cepat juga aku terbebas darinya. Liza kembali membatin, kali ini penuh semangat menggebu seraya kembali melanjutkan men-scroll tablet yang kebetulan menampilkan informasi data serta foto investor keturunan bangsawan Asia—Aldrick Xavier. Wow! Dia tampan dan terlihat awet muda meskipun usianya nyaris menyetuh kepala empat. Beruntung sekali yang menjadi istrinya, Liza memuji kagum dalam hati visual sosok gagah Aldrick. Tidak suka merokok. Menyukai minuman Wine merah tahun lama. Tidak banyak bicara, lebih banyak mengamati. Tidak suka dengan pembual. Aldrick mudah bosan dan akan bergestur memalingkan wajah serta mulai memainkan ponsel jika lawan bicara terkesan hanya basa-basi. Begitulah kilasan kisi-kisi yang diberikan ayah mertua kepada Liza saat briefing membahas sosok Aldrick yang terkesan dingin dan perfeksionis. "Ayolah, Tris. Aku hanya pergi tiga hari saja. Kau tidak perlu khawatir. Aku pergi dalam rangka tugas dengan atasan." Di tengah Liza yang sedang berkonsentrasi, Alex rupanya tengah menenangkan seorang gadis yang masih mendekap tubuhnya. Trisha Sander, gadis bertubuh ramping, berambut cepol acak merupakan kekasih Alex sang asisten. "Ergh, aku sampai lupa kalau kekasih Alex mengantarnya ke bandara," gumam Liza seraya menoleh, menyaksikan interaksi pasangan bucin di belakang. Untuk perjalanan kali ini, Liza ditemani Alex karena Lukas urung terbang bersamanya. Dirinya memilih pesawat konvensional ketimbang Jet Pribadi yang ditawarkan sang mertua sebelumnya. Liza memang tak terlalu suka kemewahan berlebih. "Pesawatku sebentar lagi boarding, Tris." Alex kembali meminta kerelaan Trisha melepaskan kerpergian dalam rangka dinas pekerjaan. Namun, gadis itu tetap bergeming, tak ingin beranjak dari memeluk Alex. Alex dan Trisha saling mengenal berkat sebuah aplikasi dating online. Menariknya saat kencan pertama, keduanya merasa klik dan berlanjut pada beberapa kencan berikutnya hingga akhirnya menjadi pasangan kekasih. Trisha merupakan seorang fashion designer sekaligus pemilik butik. Gadis itu memiliki perangai manja dan sedikit posesif, akan tetapi Alex sangat menyanyangi Trisha karena sang kekasih kerap selalu ada untuk pria itu. "Tapi di Bali banyak wanita seksi berbikini. Aku takut mereka menggodamu. Aku ikut saja, ya?" pinta Trisha merengek, semakin mengeratkan dekapan. Tak rela jika sang kekasih pergi ke tempat wisata yang tak hanya terkenal dengan keindahan pantainya, tetapi juga wisatawan mancanegara. "Aku janji tidak akan menyusahkanmu ketika bekerja," lanjutnya lagi. Sepertinya aku harus turun tangan membantu Alex. Jika tidak kami bisa ketinggalan pesawat nanti. Liza yang cukup terganggu oleh rengekan serta prilaku Trisha terpaksa menolong Alex agar terlepas dari jeratan kekasihnya untuk sementara waktu. "Ekhem, Trisha. Aku setuju denganmu bahwa di Bali memang banyak wanita berbikini seksi. Tapi aku jamin, hati Alex hanya untukmu." Bukannya tenang, Trisha malah merengut masam bertambah khawatir. "Dan juga ... aku sebagai atasan dari Alex menjamin bahwa kami akan sangat sibuk sesampainya di sana karena pekerjaan kali ini sangat penting. Aku berjanji, setelah semua selesai, akan kuizinkan Alex pulang terlebih dahulu. Ok?" "Benarkah?" tanya Trisha dengan netra yang berbinar, perlahan melerai pelukan terhadap kekasihnya. Sementara itu, Liza merespon dengan anggukan mantap. Tak lama, Liza pun melesat terlebih dahulu, memberi ruang sepasang kekasih itu untuk pamitan terakhir kalinya. "Kau dengar? Aku sampai malu Liza harus menjadi jaminan agar kau percaya. Dia itu bosku, Trish." Alex menghela napas sedikit kecewa dengan sikap kekasihnya. Seiras itu, rasa bersalah menyelimuti diri Trisha. Gadis itu terisak sembari meminta maaf. Alex yang tak tega lantas kembali memeluk kekasihnya untuk menenangkan dan berjanji akan segera pulang. Beberapa saat kemudian. "Maaf, Liz. Trisha terkadang berlebihan." Alex melangkah mensejajarkan diri dengan Liza yang juga berjalan cepat, menenteng tas sling berwarna dusty pink favoritnya "Untuk apa kau minta maaf. Justru aku iri padamu, Lex. Kisah cintamu normal dan bahagia." Liza tersenyum getir sedangkan Alex tahu ke arah mana maksud ucapan sahabatnya sekaligus atasannya. "Saranku, jagalah Trisha dengan baik. Sifatnya yang posesif pertanda jika dia sangat mencintaimu." Alex pun merenung sesaat setelah mendengar saran dari Liza. Wanita itu benar, kisah asmaranya lebih baik daripada pernikahan penuh nelangsa yang sedang Liza jalani. Tidak ada cinta di dalamnya, hanya perlakuan semena-mena yang selalu Liza dapatkan dari Lukas. Meskipun baru lima bulan mengenal Liza, Alex tahu betul seberapa menderitanya wanita bermanik coklat itu. Lima bulan yang lalu, Alex tak sengaja menyaksikan dengan mata kepalanya saat Lukas merubah malam pertama pernikahan yang seharusnya bahagia menjadi neraka untuk seorang Liza. Alex merupakan pria seusia Liza yakni 25 tahun— anak kepala pelayan utama keluarga Farente. Alex secara kebetulan ditugaskan membersihkan Mansion yang akan ditempati pengantin baru Lukas dan Liza. Pada malam itu, seusai bebenah dan meninggalkan Mansion, Alex mendadak putar balik kembali ke sana dikarenakan dompetnya yang tertinggal. Namun, betapa terkejutnya pria itu ketika melewati sebuah ruangan yang pintunya menyisakan celah. Alex menyaksikan sosok Liza yang sedang terisak, menggenggam beberapa lembar kertas di tangan. Darah Alex lantas mendidih ketika suara tinggi Lukas memaksa Liza menandatangani sebuah berkas dan mengaku bahwa suaminya hanya memanfaatkan Liza sampai ia mencapai tujuannya saja. Yang lebih miris, jika Liza menolak atau berargumen, Lukas kerap mengingatkan hutang budi sang nenek dan itu selalu berhasil membuat istrinya tertekan hebat. Menyaksikan kedzoliman di depan mata, Alex merasa murka karena sebagai pria, ia tak bisa membalas dengan alasan Lukas merupakan putra konglomerat—majikan sang ayah dan dirinya. Namun, sejak saat itu juga, Alex bersumpah bahwa akan melindungi Liza dengan caranya sendiri, yakni menjadi asisten sekaligus teman yang bisa selalu bisa diandalkan kapanpun. *** PLAK! "Dasar pelayan tidak tahu diri. Kau merusak baju kesayanganku." Sesosok wanita bergaun hitam glamor nan seksi tak berlengan baru saja menampar seorang staf hotel wanita yang tak sengaja menabraknya, menumpahkan wine ke gaun miliknya. "Ma-af, Nyonya. Aku tidak sengaja," gugup ketakutan sang staf seraya terbata-bata. Tubuhnya gemetar imbas tamparan dadakan di depan banyak orang. "Maaf katamu!" Netra wanita itu melotot lebar tak terima ke arah staf yang masih tertunduk. Dari ekspresinya, dapat diasumsikan sang wanita tak puas dengan perkataan maaf saja. "Dasar tidak becus!" Ketika hendak melayangkan tamparan untuk kedua kalinya, seseorang berhasil menahan tangan wanita itu. "Kau boleh marah tapi kau tidak berhak melakukan kekerasan serta mempermalukan siapapun," latang Liza lantang, memperingatkan sang wanita glamor seraya menghempas kasar tangan miliknya. Sementara sang wanita menyeringai semakin geram merasa harga dirinya dijatuhkan oleh Liza. Di sisi lain, dari kejauhan sesosok pria gagah ber-outfit kasual lengkap mengenakan kacamata hitam tengah menyaksikan adegan bersitegang di lobby hotel itu. Pria itu lantas mengisyaratkan kode jetikkan jari pada sosok pria tinggi besar yang ternyata merupakan bodyguard untuk segara mendekat. "Cepat kau cari tau identitas wanita yang berani menghalau tamparan istriku terhadap staf hotel." "Baik, Tuan Aldrick."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD