Ekspektasi Terjun Bebas

1088 Words
Hening. Tak ada suara yang keluar dari penghuni yang berada di dalam mobil. Liza dan Lukas duduk saling berjauhan di kursi penumpang belakang. Sementara Alex memegang posisi sebagai pengendali kemudi. Setelah insiden paparazi di pelataran Hotel Diamond, mobil yang dikemudikan Alex datang tepat waktu menjemput pasangan suami istri yang tengah bersandiwara di hadapan media. Meskipun mati-matian Liza berusaha menyembunyikan, raut kesal masih terlihat jelas dari wajah wanita dengan telah melepaskan wig pirangnya. Tak pernah sedikitpun ia alihkan pandangan dari jendela yang berada tepat di sebelahnya. Marah, kecewa, bahkan jijik kembali harus ia rasakan malam itu. Lima bulan sudah Liza menjalani pernikahan, tetapi tak terhitung berapa kali dirinya berada dalam situsi seperti ini. Mem-back up prilaku tak terpuji sang suami di hadapan media. Bukan tanpa alasan, Lukas harus selalu ber-image baik di depan publik karena tuntutan keluarga besar. Singkatnya, Lukas sedang dalam masa percobaan berkelakuan baik sebelum sang ayah resmi mewariskan seluruh bisnis perhotelan kepada pria tampan bertahi lalat di atas bibir kanannya. Sayangnya, rumor Lukas yang merupakan seorang billionaire kasar dan juga playboy kelas berat terlalu lekat sehingga paparazi selalu mengincarnya karena berita apapun tentang pria tampan itu kerap menjadi viral. "Lain kali, jangan membawa-bawa nama cinta. Itu terdengar menjijikan. Kau tidak ingin aku muntah saat kita bersandiwara, bukan?" sinis Liza sarkas memecah hening. "Hahahahaha." Tawa Lukas pun menguar puas. Tawa yang yang terdengar mencemooh, seolah perkataan Liza hanya sebuah lelucon untuknya. "Tentu saja itu hanya sandiwara, Liza Sayang," timpal Lukas sembari mengusap singkat sudut mata yang mengeluarkan cairan bening imbas tertawa lepas. "Ah ... jangan bilang kau terbawa perasaan lagi? Kau sungguh ingin aku mengatakan cinta padamu?" Lukas melanjutkan cemoohannya. "Ch! Cinta? Darimu? Jangan bercanda!" Liza berdecih muak. "Dari lubuk hatiku yang terdalam, hanya ada kebencian untukmu, Luk." Kali ini Liza menyorot tajam lawan bicaranya. Tak dapat dipungkiri, ucapan Liza membuat pria berpenampilan necis itu tersulut emosi. Raut sumringah seketika berubah kesal. Lukas lantas mendekati wajah sang istri dan berkata, "Kalau begitu, tetap jalani peranmu dengan benar sampai aku mencapai tujuanku." Telunjuk sang pria bahkan melakukan gerakan angkuh mendorong seraya menekan bahu kanan Liza dua kali. Lukas lebih lanjut kembali mengingatkan kesalahan Liza yang sejak awal berekspektasi terlalu tinggi bermimpi menikah dengan pria tampan dan kaya raya seperti dirinya. "Kau seharusnya menolak perjodohan dari mendiang nenekku, Liz. Kau pikir aku akan jatuh cinta kepada seorang perawat biasa sepertimu?" Lukas kini merendahkan harga diri Liza. "Kalau begitu, ceraikan aku. Kau bisa mendapatkan wanita manapun untuk menjadi istri bonekamu," tegas Liza mengultimatum sang suami. "Ckck! Bermain denganmu sudah terlanjur menyenangkan, Liz. Kita sudah menjadi tim yang solid. Untuk apa aku mencari wanita bodoh lainnya." Bajing*n! CIIITTT! Mobil yang dikendarai oleh Alex tiba-tiba mengerem dadakan, membuat penumpang di dalamnya pasrah jika terbentur. Namun, anehnya, Liza tak merasakan sakit akibat benturan dimana seharusnya ia alami. "Apa ini?" Liza menerka dalam hati ketika merasakan tubuhnya sedikit sesak seolah didekap. "KAU BISA MENYETIR, TIDAK!?" bentak Lukas kepada Alex dengan posisi mendekap tubuh Liza. Benar saja, Lukas secara spontan melindungi kepala dan tubuh mungil sang istri yang nyaris bertubrukan dengan jok depan mobil. "Maaf, Tuan. Tadi ada kucing lompat mendadak," kilah Alex yang sebenarnya mengada-ada. Maafkan aku, Liz. Dadaku panas mendengar b*****h ini tak berhenti mencemoohmu. Alex membatin geram. Maksud hati ingin memberi pelajaran kepada Lukas, sang asisten lupa kalau Liza pun ada di dalam mobil. "Kau tidak apa-apa?" Entah disadari atau tidak, Lukas bertanya penuh kekhawatiran kepada Liza. Berbeda dengan sikap angkuh beberapa menit yang lalu. "Lepas!" Alih-alih menjawab, Liza mengibas kasar dekapan Lukas. Wanita itu tak ingin terbuai akan sikap perhatian dadakan suaminya. Liza menganggap segala prilaku Lukas tak lebih sandiwara semata. "Ekhem. Kau jangan salah paham, ya. Itu kulakukan karena reflek sebagai bentuk kemanusian." Lukas berkilah seraya menarik tubuh kekarnya, menjaga jarak dengan Liza sampai mentok ke pintu mobil. Sementara itu, Liza memutar bola matanya malas. Ia tidak peduli dengan alasan suami brengseknya. Keduanya kini kompak memalingkan wajah ke arah jendela pada sisi masing-masing. Beberapa saat kemudian, mobil yang mereka tumpangi telah sampai di pelataran Mansion kediaman pasangan itu. Sempat berdebat lagi dengan sang suami, Liza yang sudah muak memilih turun dari mobil lebih dahulu, mengambil langkah seribu memasuki Mansion. GREB! "Liza, Sayang! Akhirnya kau pulang." Sarah sang mertua perempuan—ibu kandung Lukas mendadak hadir tanpa pemberitahuan di dalam Mansion. Wanita yang masih terlihat cantik meski usianya sudah menyentuh kepala lima itu langsung memeluk erat menantu kesayangannya. "Aku belum selesai bicara, b******k—" "APA KAU BILANG? BERANINYA MENGATAI ISTRIMU BRENGS*K!" pekik Sarah geram memergoki putranya berkata kasar pada Liza. Sarah yang sedang memeluk Liza spontan beralih melayangkan bogem mentah ke bahu putranya cukup keras. Lukas yang datang belakangan tidak menyadari bahwa sang ibu sudah ada di sana. Pasalnya, tak hanya di depan publik, Lukas dan Liza harus melakukan sandiwara di hadapan keluarga besar. "AAA! Mama kenapa memukulku? Aku dan Liza hanya sedang main-main." Lukas merajuk, mengusak kasar pundak yang dipukul Sarah. "Tetap saja kau tidak boleh berkata kasar terhadap istrimu." Sejurus itu, Sarah mengeluarkan rentetan ceramah. Lukas pun pasrah tak dapat menimpali ataupun mengelak. Sarah diibaratkan pawang nomor satu yang dapat dengan mudah menjinakkan seorang Lukas. Beruntungnya Liza, Sarah tidak turut bersandiwara seperti suaminya. Sang mertua begitu tulus menyayangi Liza sebagai menantunya. Melihat interaksi Sarah dengan Lukas di hadapannya cukup mencuil hati kecil Liza. Angannya seketika mengawang jauh. Mengingat fakta bahwa wanita itu sudah lama kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ayah kandung Liza meninggal akibat gagal ginjal saat usianya remaja. Sedangkan ibunya kini terbaring koma akibat ulah oknum tak bertanggungjawab yang menabrak lari tubuh paruh baya itu enam bulan yang lalu atau tepat dua minggu sebelum Liza menikah dengan Lukas. "Aku minta maaf, Sayang. Kita hanya main-main saja, bukan?" tutur Lukas lembut kepada Liza, membuat wanita itu sedikit terhenyak. Tanpa disadari, tangan suaminya sudah bertengger meremat bahu wanita bermanik hitam kecoklatan itu. Lagi-lagi, Lukas memainkan peran sandiwara sebagai suami idaman. "Aku melihat kalian di laman berita tadi. Apa benar kalian sedang melakukan bulan madu lagi di Hotel Diamond?" tanya antusias Sarah menatap penuh binar. Lukas dan Liza sontak saling bersitatap sejenak, mereka terlihat kebingungan, tak tahu bagaimana harus merespon Sarah. Nyatanya, kepentingan mereka di Hotel Diamond jauh dari kesan manis. "Ah, maaf jika aku terlalu antusias." Sarah terkekeh kecil. "Meskipun usia pernikahan kalian baru lima bulan, aku berharap dan berdoa agar menantu segera diberi momongan," timpal sang mertua yang kini menatap Liza penuh kasih kasih sayang serta harapan. Dulu, semua yang kau ucapkan adalah impianku, Ma. Tapi sekarang, rasa benci terhadap putramu telah mengalahkan cinta tulus yang pernah tumbuh. Maafkan menantumu ini karena harus meruntuhkan harapanmu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD