Setelah Rio mengetikkan nomor ponselnya di ponsel gadis di sebelahnya, dia langsung mengembalikan ponsel tersebut pada pemiliknya.
“Ini, sudah,” ucap Rio sambil tersenyum menawan ke arah mereka, Clara hanya melirik dengan ujung matanya lalu mencebik.
“Makasih Bang ya, aku miscall ya,” jawab gadis itu dan Rio hanya mengangguk mempersilakan.
Suara ponsel Rio terdengar saat gadis tersebut benar-benar melakukan panggilan telpon memakai nomor yang dituliskan oleh Rio.
“Masuk nih,” ucap Rio sekedar basa-basi.
“Di simpan Bang ya, nanti kita hubungi Abang kalo ada tugas lagi,” jawab gadis itu dengan antusias.
Rio hanya terbengong, lalu tersenyum sambil menyahut, “Hah? Ah, iya, jangan sungkan-sungkan,” sahutnya dengan ramah.
“Kalo gitu kita-kita pergi dulu Bang ya, kita ada kerja kelompok lagi,” pamit mereka.
“Oh baiklah,” sahut Rio masih dengan ekspresi senyum ramah.
Gadis-gadis cantik itu pergi keluar dari perpustakaan membuat Rio bisa bernafas dengan lega, dia melihat ke arah samping untuk berbicara pada Clara, tapi Clara sudah tidak ada di sampingnya.
“Perasaan tadi dia masih di sini mengejek aku, ke mana dia?” ucap Rio pada dirinya sendiri, lalu mengitari bola matanya mencari keberadaan Clara.
“Ah, itu dia, jadi dia memilih duduk menjauh dari gua, tenang saja gadis kecil, aku tetap akan mengejar!” lirih Rio yang bersemangat bangkit dari tempat duduknya pergi duduk di samping Clara.
Rio kembali duduk di samping Clara tanpa berkata sepatah pun, Clara yang menyadari kehadiran Rio mendengus kesal.
“Bisa gak jangan ganggu saya?!” pinta Clara dengan muka judes dan suara yang sedikit meninggi.
Rio mengangkat kedua tangannya ke atas dengan isyarat dia tidak ngapa-ngapain.
“Kamu tenang saja, nomor yang aku berikan untuk mereka, itu nomor ponsel yang sudah kamu blokir,” ucap Rio sambil cengengesan membuat Clara menutup buku di tangannya yang sedang dia baca, dan memejamkan matanya meredam emosi yang hampir memuncak.
“Terus faedahnya Om kasih tahu sama aku apa?” tanya Clara dengan mata melotot tajam pada Rio.
“Hmmm ... apa ya?” Rio melihat lurus ke depan sambil menyipitkan kedua matanya, terlihat seperti sedang berpikir sesuatu, “Faedahnya ... biar kamu tidak cemburu dan tidak berpikir aku ini buaya, karna nomor itu akan aku buang, aku pakai nomor yang lain, supaya bisa kirim pesan hati untuk kamu,” sahut Rio sambil membuat emot hati dengan jarinya, meletakkan di dadanya sendiri lalu menyodor ke hadapan Clara.
Clara menggidikkan bahunya, lalu menaikkan ujung bibirnya dengan ekspresi remeh mendengar ucapan Rio.
“Benarkan kamu cemburu?” tanya Rio cengengesan sambil menunjuk ke arah Clara, “Tentu saja benar, kalau kamu tidak cemburu kenapa kamu pindah dari sana? Pasti kamu panas lihat aku kasih nomor ponsel aku untuk cewek-cewek itu, kan? tenang saja, aku gak akan pernah tertarik pada gadis lain selain kamu,” lanjut Rio kembali sambil menopang dagu menatap Clara.
Clara membalas tatapan Rio dengan tatapan menyeringai, tapi Rio malah mengedipkan sebelah matanya menggoda Clara membuat Clara mengernyitkan dahi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Om kan pintar, tapi pengangguran ya, jadi Om bisa kan ngerjain ini!” seloroh Clara sambil meletakkan buku tugasnya di depan muka Rio.
“Apa?” Rio yang sedang menopang dagu langsung duduk dengan tegak, “Aku pengangguran? Yang benar saja putri salju, aku ini pengusaha muda yang sukses, kamu tenang saja, kalau kamu hidup sama aku, jaminan hidupmu akan bahagia penuh dengan kekayaan yang melimpah ruah,” jawab Rio dengan gaya jantannya memperlihatkan sisi kehebatannya.
Clara kembali tersenyum sinis, “Kalau Om punya kerja tidak mungkin memata-mataiku setiap saat,” cebik Clara.
Rio tersenyum simpul, tak menjawab debatan Clara, dia memilih meraih buku tugas Clara dan membacanya.
‘Lumayan bagus juga tulisan tangan gadis ini,’ batin Rio ketika melihat buku tulis Clara.
Rio fokus pada tugas yang disuruh kerjain oleh Clara, untung otaknya masih encer sama pelajaran SMA.
Rio terlihat mempelajari soal yang ada di buku tugas Clara, “Coba lihat yang ini, sepertinya soal ini, begini cara penyelesaiannya,” ucap Rio membuat Clara refleks melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Rio, membuat wajah mereka berdua agak mendekat.
Rio tersenyum melihat Clara yang hampir masuk ke dalam perangkap yang dia sengajakan.
Rio menjelaskan cara penyelesaian soal tersebut pada Clara, dan Clara menyimak dengan saksama, hingga Rio selesai menjelaskannya.
“Oh begitu, kayaknya mudah,” ucap Clara sambil mendongakkan kepalanya ke arah Rio, dia kaget menyadari dirinya sangat dekat dengan Rio membuatnya menarik bukunya sendiri menjauhi Rio.
Clara kembali mencebik, dia membalikkan tubuhnya membelakangi Rio, lalu fokus mengerjakan tugasnya sampai selesai.
“Kamu pasti lelah, kita cari minum dulu yuk,” ajak Rio begitu melihat Clara memasukkan buku tugasnya ke dalam tas.
Clara memperlihatkan minuman yang dibelinya tadi pada Rio, membuat Rio menepuk jidatnya sendiri karna lupa, padahal dia sempat melihat Clara membeli minuman sebelum masuk ke perpustakaan.
Clara menyandang tali tas di bahunya dan berjalan ke luar dari perpustakaan, di ikuti oleh Rio.
“Aku antar pulang ya,” tawar Rio sambil memasang wajah manis berusaha membujuk Clara supaya mau ikut bersamanya.
“Ogah banget pulang sama Om-om!” sahut Clara dengan cuek.
“Ayolah putri salju, Abang antar ya,” Rio kembali membujuk Clara membuat Clara geli.
“Udah sana pergi ah, jijik!” ucap Clara dengan tangan mengibas-ngibas di hadapan Rio, meminta Rio jauh-jauh darinya.
“Gak semudah itu putri salju, aku tau kamu ke sini naik taksi, jadi aku akan memastikan kamu naik taksi dengan aman untuk pulang ke rumah kamu,” jawab Rio santai.
“Gak usah sok peduli! Kenal juga enggak!” Clara menatap dengan malas ke arah Rio.
“Ini bukan sok peduli, tapi lebih tepatnya aku memang peduli sama semua orang, terutama sama kamu. Dan ... untuk kalimat yang kamu ucapkan kenal juga tidak, heum ... apa saat ini kamu belum juga kenal sama aku?” tanya Rio sambil mendekatkan wajahnya ke muka Clara, “Atau kamu memang ingin mengenal aku lebih jauh, tapi kamu malu untuk berkata terus terang?” lanjut Rio lagi menggoda Clara dengan cara menaik turunkan alisnya berkali-kali. Tapi lagi-lagi Clara membuang muka dan terus berjalan tanpa menghiraukan Rio.
Clara langsung menyetop taksi dan masuk ke dalam taksi tanpa berucap sepatah kata pun pada Rio, membuat Rio bertolak pinggang memikirkan bagaimana cara mencairkan es di hati putri saljunya.
“Benar-benar susah di tebak gadis itu! Pertama kali bertemu marah-marah, esoknya jadi gadis humor, eh hari ini malah jadi es di kutub utara, dingin banget sikapnya, aku harus berusaha maksimal untuk meluluhkan hatinya,” gumam Rio sambil memandang taksi yang dimasuki oleh Clara, perlahan taksi itu hilang dari depan mata Rio.