Clara sudah sampai di rumahnya, dia segera masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size di kamarnya.
Ting! Nada suara ponselnya terdengar dari dalam tasnya, dia dengan cepat meraih tas yang dia tanggalkan di atas meja rias dekat tempat tidurnya.
“Ah, Cuma pesan dari aplikasi belanja, kirain dari dia,” gumam Clara yang kembali meletakkan ponselnya di atas nakas.
Tiba-tiba kedua alisnya Clara menyatu, “Apa? Aku berharap Om-om gila itu kirim pesan untuk aku? Aduh Clara! Otakmu sudah eror ya, kamu tau siapa lelaki yang kamu harapkan? Dia itu om-om Clara, OM! Umurnya pasti sangat beda jauh dari kamu! Malu dong! Apa lagi kamu belum tau dia sudah nikah atau belum, kalau misalnya dia sudah nikah gimana? Oh NO Clara! Jangan jadi pelakor! Lelaki emang begitu, lihat yang muda dan bening sedikit, langsung berpaling dari istrinya!” Clara berkata pada dirinya sendiri sambil mengetuk-ngetuk kepalanya karna sudah sangat bodoh sama perasaannya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar, Clara segera bangkit dari tempat tidurnya dan membuka pintu.
“Kamu sudah pulang?” tanya Alena pada anak gadisnya.
“Iya, sudah Ma,” sahut Clara dengan muka lelah.
Alena mengendus dekat tubuhnya Clara membuat Clara mengerti maksud mamanya.
“Bentar lagi Clara mandi,” ucap Clara tanpa perlu pernyataan dari mamanya.
“Anak gadis kok malas mandi, baru pulang malah mau tidur terus, sana cepat mandi, siap mandi kita makan sama-sama, papa kamu mau tanya sesuatu sama kamu,” sahut Alena.
“Oh ya? Tumben, biasanya jam segini papa masih sibuk di luar.”
“Ya itu, papa kamu sengaja mau bicara sama kamu.”
“Memangnya ada apa? Ah mama buat Clara jadi deg-degan aja, gak biasanya papa tungguin makan malam untuk bicara sama Clara, kalau perlu sama Clara biasanya juga langsung ke kamar Clara,” ucap Clara.
“Sudah, makanya kamu siap-siap terus, memangnya kamu tidak kangen sama papa kamu, hah?”
“Ya kangen, ya udah, Clara siap-siap sekarang,” jawabnya.
Alena pergi dari kamarnya Clara, dan Clara bergegas mandi dan pergi menemui papanya di ruang makan.
“Hai anak Papa,” sapa Dimas begitu melihat Clara mendekati mereka.
“Papa, ada apa? Tumben ngajak bicara di meja makan?” tanya Clara sambil menarik kursi di samping papanya bersiap untuk duduk.
“Kamu tidak mau cium papa kamu dulu? Sudah dua hari loh kita gak ketemu, tiap papa pulang kamu selalu udah tidur duluan,” ucap Dimas yang memperlakukan Clara masih seperti gadis kecilnya.
“Jangankan sama papa, sama mama aja dia udah jarang loh cium mama,” sahut Alena.
“Ah mama sama papa ini, Clara sudah besar, bukan lagi anak kecil yang harus di cium terus sama mama dan papanya,” sahut Clara ngambek membuat Alena dan Dimas tertawa.
“Jadi kamu sudah tidak butuh di manja lagi sama mama dan papa? Apa sudah ada orang yang manjain kamu selain mama sama papa ya?” tanya Alena bergurau.
“Gak gitu Ma, ah kalian berdua memang selalu bisa bikin Clara bahagia,” ucap Clara dengan senyum mengembang di wajahnya.
Dia bangkit dari kursinya dan mencium pipi kanan dan kiri mama sama papanya sambil mengunyel-unyelnya dengan gemas, lalu kembali ke tempat duduk.
“Jadi papa mau bicara apa sama Clara?” tanya Clara sambil fokus menatap papanya.
“Begini, Papa ingin kamu setelah lulus SMA melanjutkan kuliah kamu dengan serius, karna papa berniat menempatkan kamu di kantor papa sebagai penggantinya papa, bagaimana? Kamu mau kan?” tanya Dimas pada Clara.
Clara mendengar permintaan papanya dengan saksama, “Tapi Clara tidak mau kuliah di luar negeri seperti permintaan Mas Angga, Clara maunya kuliah di sini saja,” jawabnya.
“Boleh, papa tidak mempermasalahkan hal itu, jadi mulai sekarang kamu sudah bisa mempelajari sedikit demi sedikit tentang usaha kita, biar kamu terbiasa.”
“Iya Pa, Clara akan ikuti apa maunya papa.”
“Ingat, jadi kepala perusahaan bukan berarti kamu bisa boros membeli barang branded tiap pengeluaran terbaru,” ujar Alena yang di respon dengan anggukan oleh Dimas.
“Iya Clara, kamu harus mengurangi haus mata mulai dari sekarang, supaya kamu bisa lebih sukses dari pada papa, tapi sesekali memanjakan diri kamu dengan hasil keringat kamu, papa tidak akan melarang kamu,” sambung Dimas.
“Tapi kalau Clara menggantikan Papa di perusahaan, terus papa mau ke mana? Biasanya kan papa paling gak betah gak ada kerjaan.”
“Papa kamu ini sudah tidak muda lagi, papa juga ngerasa harus mengajari tentang perusahaan secepatnya sama kamu, kamu anak satu-satunya papa, kalau papa sudah tidak ada, sama siapa kamu bergantung, tidak mungkin kamu merepotkan Mas kamu terus, Mas kamu juga ada keluarga sendiri yang harus dia fokuskan,” jawab Dimas.
“Papa juga ingin melanjutkan hobby papa, papa ingin berkebun, papa sudah beli perkebunan di dekat sini, papa mau tanam macam-macam,” lanjut Dimas lagi sambil membayangkan di depannya sedang banyak tanaman palawija yang dia tanam sendiri.
“Tapi kan itu melelahkan Pa, apa papa tidak masalah ngerjain hal yang begitu?” tanya Clara khawatir.
“Tenang saja, papa kamu masih kuat kok,” jawab Alena meyakinkan Clara membuat Clara tenang.
Setelah berbincang banyak, akhirnya Clara pamit untuk tidur, matanya sudah tidak kuat menopang kelopak matanya supaya terus terbuka.
Alena dan Dimas juga pamit untuk tidur.
Clara meraih ponselnya sambil menguap, sebelah tangannya meraih ponsel dan menyalakannya, sedangkan sebelahnya lagi menutup mulutnya yang menguap.
Sudah ada beberapa pesan yang masuk ke dalam aplikasi chatnya Clara, Clara pun membukanya.
Dari nomor +62...
“Hai cantik, ini nomor abang tampan yang tadi jumpa di perpustakaan ya.”
“Kamu lihatkan, aku sudah pakai nomor lain, nomor lama sudah aku buang, jadi kamu jangan cemburu lagi ya, aku tidak akan biarkan perempuan lain mendekati aku, di hati aku Cuma ada kamu.”
“Sepertinya kamu sudah tidur ya, selamat beristirahat putri salju, besok ketemu lagi kita ya.”
“Oh ya, kalau kamu masih tidak percaya aku sudah membuang kartu lamaku, kamu bisa menghubunginya, pasti sudah tidak aktif.”
Clara membaca pesan dari Rio yang berderet masuk ke dalam ponselnya.
“Ih, siapa juga yang cemburu! Kegeeran banget ini lelaki!” ucap Clara sambil menyambungkan kabel pengisi daya pada ponselnya, lalu mematikan ponsel dan pergi tidur.
Rio yang masih terjaga melihat pesannya yang sudah conteng biru, berarti pemilik penerima pesan sudah membacanya.
Clara kembali terlihat sudah off, sehingga Rio tidak melanjutkan gombalannya untuk Clara.
“Kalau kamu blokir nomor ini lagi, aku masih ada 1000 kartu untuk menggoda kamu sampai aku berhasil masuk ke keluarga itu,” gumam Rio tersenyum.
“Tentu saja aku mudah menggantikan nomor ponselku, karna nomor utamaku, kamu saja tidak pernah aku hubungi lewat nomor itu, apa lagi cewek-cewek ganjen seperti di perpustakaan tadi,” lanjut Rio lagi sambil menatap langit-langit kamar dengan tersenyum sinis.