"Brengsekkk! Apa maumu sebenarnya?!" jerit Elea.
Rain tersenyum smrik, pria itu melepaskan pelukannya pada tubuh Elea. Tak peduli dengan ekspresi Elea, ia justru memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.
"Tidak punya maksud apa pun. Bukankah aku bilang hanya penasaran? Apa kita beritahu mereka tentang malam itu?"
"Kau tak akan berani," tukas Elea dengan tangan mengepal, ingin melihat sejauh mana Rain ini bertindak.
Rain terkekeh-kekeh, inilah yang ia suka dari Elea. Wanita ini sangat berani sekali, baru kali ini ada wanita yang benar-benar menolak dirinya. Padahal Elea pasti tahu ia memiliki segalanya.
"Menantangku rupanya? Baiklah, akan aku lakukan sesuai keinginanmu, Nona Eleanor."
Elea membulatkan matanya syok, dilihat dari sorot mata Rain yang sama sekali tidak takut. Keteguhan itu sangat jelas di sana membuat hatinya diliputi ketakutan yang luar biasa. Ia belum mengenal Rain sepenuhnya, tapi ia tahu Rain punya kuasa yang tidak akan bisa ditandingi. Membayangkan apa yang akan terjadi jika fakta itu tersebar, membuat Elea sangat ketakutan.
"Jangan coba-coba!" Dengan suara yang keras Elea membentak Rain, wanita itu meraih tangannya dengan kasar lalu meletakkannya. "Malam itu kita tidak punya niat apa pun selain kesenangan bukan? Untuk apa kau harus melakukan ini, memberitahu mereka sama saja memberitahu dunia kalau kau adalah pria yang suka tidur dengan pel4cur sepertiku."
Rain menyipitkan matanya, ia menyoroti seluruh tubuh Elea dari atas sampai bawah. Pria itu kemudian mendorong tubuh kecil itu hingga terhempas ke tembok.
"Akhhhhhhh!" teriak Elea kaget.
"Kau menyebut apa dirimu tadi? Pel4cur? Sekarang katakan padaku, pel4cur mana yang masih perawan?" desis Rain sangat geram sekali. Masih teringat jelas tangisan Elea malam itu, dimana saat pertama kali pecah perawan bersamanya.
Elea menggigit bibirnya, mulai kebingungan menyusun kata-kata yang tepat.
"Kenapa memangnya? Jangan bilang kau mulai jatuh cinta padaku hanya keperawanan itu? Oh come on, itu adalah anggota tubuh yang tidak berguna. Setelah denganmu aku bisa melakukannya dengan pria lain diluar sana yang lebih hebat darimu," sergah Elea mencoba menantang tatapan mata Rain.
Tanpa sadar sikapnya itu membuat amarah dalam diri Rain muncul. Membayangkan tubuh ranum yang pernah ia sentuh dijamah oleh orang lain membuat darahnya mendidih. Pria itu tanpa ragu mendorong tubuh Elea kian erat hingga Elea merasa kesakitan.
"Berani sekali kau melakukan itu!" hardik Rain.
Elea berusaha berontak, cukup kaget akan respon Rain yang seperti ini. "Kenapa? Apa kau tidak terima? Hahaha lucu, kita itu bukan siapa-siapa. Dan perlu kau tahu, aku melakukan ini demi uang! Aku ingin uang yang banyak dan kaya!"
"Hanya demi uang kau–"
"Ya! Siapa pun yang memberikanku uang banyak, aku akan tidur dengan mereka!"
"Oh, sekarang aku tanya. Berapa harga dirimu?" Rain mendorong Elea dengan kasar karena sudah mulai muak. Tak menyangka jika wanita yang dia pikir sangat istimewa ini sama saja dengan para pel4cur di luar sana.
Tanpa sadar sudut mata Elea basah mendengar perkataan Rain. Wanita itu merasa sakit hati, saat dirinya dianggap sebagai seonggok barang yang bisa dibeli.
"Aku tidak sedang ingin bersamamu. Pergilah, istrimu menunggumu di rumah," ucap Elea buru-buru mengusap buliran bening itu sebelum jatuh membasahi pipinya.
Elea berjalan cepat meninggalkan Rain, sayangnya bagi Rain urusan mereka belum selesai. Pria itu kembali menarik tangan Elea lebih kasar dari sebelumnya.
"Kau ini apa-apaan? Lepas!"
"Kenapa? Kau takut melakukannya denganku karena kau sedang berbohong saat ini?"
"Ti-dak." Elea cukup gelagapan. "Untuk apa aku takut? Malam ini aku punya job dengan bayaran tinggi. Jika kau mampu membayar lebih, aku akan bersamamu."
Rain tersenyum sinis, ia langsung mengambil dompet miliknya dan memberikan beberapa kartu hitam kepada Elea.
"Ambil semua yang kau inginkan. Mulai detik ini, jadilah pel4curku."
Bola mata Elea membulat sempurna mendengar hal itu, ia benar-benar tidak menyangka jika Rain akan berbuat hal segila ini. Pria ini apa coba maksudnya? Ingin menjadikan Elea pel4curnya?
"Kau gila? Kau itu suami kakakku, kita bisa dikutuk oleh Tuhan karena ini berdosa!"
Elea langsung menolak, ia memang berdosa karena menjerumuskan dirinya dalam lingkaran hitam itu. Tapi ia tidak ingin semakin berdosa jika harus menjadi p3lacur kakak iparnya sendiri.
"Ya, ini memang dosa. Dosa terindah bersamamu!"
Tanpa menunggu persetujuan Elea, Rain langsung menarik tengkuk wanita itu lalu mencium bibirnya dengan ganas. Elea berusaha berontak, tapi sialnya Rain sangat pandai membuat suasana menjadi memanas. Kedua tangan Elea diangkat ke atas dan ia semakin beringas mencium wanita yang sudah menjadi adik iparnya ini.
Rain tahu perbuatannya ini salah, tapi perasaan yang menggebu-gebu di dalam hatinya juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Seumur hidup, Rain baru pertama kali merasakan sebuah perasaan yang gila seperti ini.
"Ini hanya rasa penasaran 'kan? Aku yakin, aku tidak akan jatuh cinta. Rasa itu sudah mati bersama dia yang sudah pergi." batin Rain bergelut dengan pikirannya sendiri.
***
"Elea! Bangun, Elea! Apa yang kau lakukan?!"
Tubuh Elea seperti terhempas dengan keras disertai sebuah pukulan dipipi gadis itu. Mata indahnya terbuka, kaget saat melihat sosok ibunya yang menatapnya penuh amarah.
"Ibu, ada apa?" tanya Elea kebingungan, kenapa tiba-tiba ada ibunya? Bukankah seharusnya dia bersama ...
Elea menutup mulutnya syok, teringat akan kejadian dimana ia berciuman panas dengan Rain di koridor club, begitu liar dan panas hingga mereka berdua terhanyut dalam sebuah perasaan yang menggebu-gebu. Seingatnya ia dan Rain pergi naik mobil dan mereka ...
"Astaga! Aku–"
"Apa kau ingin tidak bisa berhenti berbuat ulah? Sungguh membuat malu orang tua. Kenapa kau pergi minum-minum di club sampai Nak Rain harus mengantarmu pulang ke rumah?" Ratna berteriak kesal.
"Apa, Rain?"
Elea semakin syok, Rain ternyata membawanya pulang? Semalam ia pikir Rain akan membawanya pergi ke apartemen atau hotel dan mereka akan melakukan malam panas bersama lagi.
"Kalau kau memang sudah tidak ingin diatur, cepatlah pergi dari rumah ini, Elea. Ibu benar-benar sudah muak, jangan sampai membuat kakakmu malu, apalagi dipandang rendah oleh keluarga mertuanya. Kau tahu, keluarga mereka itu sangat terpandang. Jangan sampai gara-gara ulahmu yang liar ini, membuat nama kakakmu jelek!"
Elea berdecak pelan. "Ibu hanya terlalu berlebihan, aku masih muda. Wajarlah aku masih suka jalan-jalan," cetus Elea.
"Membantah terus kau!" Ratna yang sudah sangat muak langsung menampar pipi Elea, kali ini hingga berdarah.
Elea meringis kesakitan, ia menatap ibunya dengan tatapan sedikit tajam. "Pukul, pukul terus aku, Bu! Kenapa hanya memukulku, bunuh saja aku sekalian!" jerit Elea sambil menangis.
"Kau–" Ratna kembali mengangkat tangannya ingin memukul Elea, tapi terdengar suara Vania, membuat ia mengurungkan niatnya.
"Ibu, kenapa dengan Elea?" Vania bergegas mendekati adiknya, ia terkejut melihat luka disudut bibir wanita itu. "Astaga, ibu memukul Elea seperti ini? Ini berdarah, Ibu!"
"Katakan saja pada adikmu itu, berhenti membuat ulah atau ibu akan mencoret namanya dari kartu keluarga."
Bukannya merasa bersalah, Ratna justru langsung meninggalkan Elea begitu saja. Wanita itu sudah sangat geram sekali melihat tingkah Elea yang ia rasa semakin mengesalkan. Wanita itu kembali ke kamarnya, disambut oleh tampang suaminya yang terlihat cukup marah.
"Bisakah jangan terlalu keras pada, Elea? Dia itu masih anak-anak, kau bisa menasehatinya pelan-pelan," tutur Damar.
"Dia sudah kuliah, jadi dia bukan anak-anak," tukas Ratna tak mau kalah.
"Dia hanya membuat kesalahan kecil, Ratna. Tapi kau sampai seperti ini, dia itu juga anak kamu."
Tatapan Ratna seketika langsung berubah mendengar ucapan dari suaminya. Ia tersenyum sinis. "Sejak kecil dia sangat merepotkan, seharusnya biarkan dia mati saja–"
"Ibu!"
Bersambung.