Ch-04

1585 Words
"Maaf bikin Pak Aryo kaget. Emm-- tadi siang nggak sengaja bertemu Tante Yanti waktu belanja. Kita ngobrol-ngobrol dan-- yah, itulah alasan saya disini saat ini," jelas Lena. "Bener. Mama sendiri yang ngundang Lena," imbuh Yanti. "Oh, begitu ya. Emm-- makasih sudah bersedia hadir Lena," jawab Aryo mencoba bersikap normal. Ia lantas menarik dua kursi dan menatap Dinda. "Sayang, kita duduk.." ucap Aryo yang mendapat anggukan senang dari Dinda. "Makasih Mas," Magdalena tersenyum simpul melihat Aryo dan Dinda, sedangkan Yanti melirik sinis ke arah menantunya. Acara berlanjut, semua duduk dan menikmati aneka menu yang terhidang. Obrolan pun mengalir begitu saja. Selesai makan Dinda dan Lena membersihkan dapur sedang Aryo bersama Hendra menunggu di ruang tengah. Dinda tengah menyingkirkan piring-piring kotor ketika Yanti mendekat ke arahnya sembari menyodorkan uang. "Din, tolong Kamu belanjain mama ke supermarket!" Dinda terperangah. Memangnya apa yang masih harus dibelanjakan malam-malam begini, batinnya. Ia menerima uang dan kertas catatan belanja dari tangan Yanti. "Sabun cuci piring, minyak goreng, gula, deterjen," gumam Dinda. "Memang kemana bik Sum?" Dinda menatap berkeliling mencari-cari sosok asisten rumah tangga mertuanya. "Bik Sum Mama minta ke tetangga sebelah nganter makanan. Umm-- Sebenarnya mama cuma butuh sabun cuci piring sih, tapi Mama pikir sekalian aja Kamu belanjain yang lain, mumpung keluar," ucap Yanti seolah tahu apa yang Dinda pikirkan. "Baik Ma.." jawab Dinda singkat. Ia beralih menatap Lena. "Len, aku tinggal bentar ya," "Aku temenin Din," Lena sudah meletakkan piring kotor di atas meja, tetapi Yanti menahan lengan Lena. "Eeehh.... Mau kemana? Kamu itu tamu Tante, Kamu kira Tante akan memperlakukan tamu dengan cara nggak sopan begini?" Dinda mengangguk. "Mama bener Len, Aku bisa minta tolong mas Aryo buat nganter--" "Ya Ampun Din, supermarket itu cuma di ujung komplek. Masa iya kesitu aja minta di anter Aryo!" potong Yanti dengan tatapan sinis. Dinda memilih mengiyakan dan segera keluar lewat pintu belakang, makin ia menjawab, makin pedas kata-kata yang akan keluar dari mulut mertuanya. Tak masalah jika hanya dia yang mendengarnya, tapi saat ini ada Lena di rumah itu, Dinda akan sangat malu jika Lena ikut mendengar kalimat kejam dari mulut Yanti. Dinda berhenti di depan pintu dapur, samar-samar terdengar suara Yanti meminta Lena untuk masuk bersamanya. "Ayo Lena kita tunggu di dalem aja.." ucap Yanti. "Nggak papa Tante, saya bantu beresin--" "Udah biarin. Biar Dinda sama bik Sum aja!" Dinda menghembuskan nafas panjang. Ia menendang kerikil di depannya kemudian bergegas memenuhi tugas dari ibu mertuanya. Butuh waktu sekitar lima menit bagi Dinda untuk mencapai supermarket dengan jalan kaki. Seandainya saja Aryo mengantarnya, mungkin hanya perlu waktu dua menit. Dinda selesai membayar semua belanjaan, ia melirik arloji di tangannya. Pukul 21.05 WIB. Meski rumah Yanti berada di lingkungan perumahan, tetapi keadaan lingkungan di sekitarnya tampak ramai. Hal ini membuat Dinda tak perlu khawatir ataupun takut meski harus berjalan sendiri. Ketika rumah Yanti tinggal berjarak empat rumah dari posisi Dinda, tiba-tiba di depannya terlihat seorang anak berlari mengejar bola ke arah jalan. Di saat yang bersamaan dari arah berlawanan melaju sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Kontan Dinda melepaskan plastik di tangannya kemudian berlari ke arah anak kecil tersebut. "AWAS!!!" teriak Dinda. BRUK!!! "Akhh!!" Dinda berhasil menarik lengan si bocah hingga membuat keduanya tersungkur di pinggir jalan. "WOIII!! LAIN KALI JANGAN MAIN-MAIN DI JALAN!!" umpat si pengendara sepeda motor sebelum melaju meninggalkan Dinda dan anak kecil dalam pelukannya. "KEVINN!!!" seru seseorang. Inggrit, wanita berusia kurang lebih 50 tahunan berlari menghampiri Dinda. Dia adalah nenek Kevin, anak kecil yang Dinda tolong. "Ya Ampun!! Udah Oma bilang jangan dikejar bolanya, kan?!" Inggrit terlihat panik melihat cucunya terjatuh di pinggir jalan. "Aduh!! Terimakasih ya Dek, maaf Kamu sampai jatuh begini," kata Inggrit, ia membantu Dinda dan Kevin untuk berdiri. Kevin beralih memeluk pinggang neneknya. Bocah laki-laki berusia kisaran lima tahun itu terlihat shock dan ketakutan. "Nggak Papa Nyonya," jawab Dinda. Ia beralih menatap Kevin. "Hei!! Kamu nggak terluka kan?!" tanya Dinda ramah. Kevin menggeleng. "Maaf dulu sama kakaknya. Untung si kakak nyelametin Kamu. Coba kalau nggak! Oma bisa apa Kevin!!" kesal si Oma. Dinda tersenyum. "Nggak papa kok Oma," jawab Dinda mencoba membuat Kevin lebih rileks. Dinda berdiri mengusap gaunnya yang terkena debu kemudian mengambil bola dan memberikannya pada Kevin. "Ini bolanya.. Lain kali hati-hati ya. Minta tolong mama atau papa Kamu buat nutup pagar dulu supaya bolanya nggak lari ke jalan. Oke?!" kata Dinda sembari tersenyum ramah. Kevin menerima bola dari tangan Dinda dan tersenyum. "Makasih Kak.. Maafin Kevin.." lirih Kevin. Dinda tersenyum. "Oke! udah kakak Maafin kok, tapi janji nggak boleh bikin Oma khawatir lagi ya?" Kevin mengangguk sambil tersenyum. Ia terlihat lebih rileks. "Dik, ayo masuk dulu. Itu lengan Kamu lecet! Biar Oma obatin dulu. Di dalem ada salep sama hansaplast," ajak Inggrit. Dinda memutar lengannya. Terlihat luka lecet di bagian siku. "Nggak papa Nyonya, cuma lecet dikit kok. Saya lanjut aja. Kebetulan di rumah lagi ada acara," tolak Dinda sopan. "Adek rumahnya mana? di kompleks ini juga?" tanya Inggrit. "Rumah mertua saya Nyonya, rumah nomer dua dari ujung," jawab Dinda sembari menunjuk arah rumah mertuanya. "Oh, rumah Bu Hendra?" tebak Inggrit. "Benar Nyonya, Perkenalkan nama saya Dinda, menantu Bu Hendra," Dinda membungkuk sopan. "Ya Ampun.. Iya.. Iya... Makasih banyak ya. Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Oma Kevin," kata Inggrit dengan senyum ramah. Dinda mengangguk senang. Ia lantas mengambil plastik belanjaan. Beruntung meski sobek, tak ada satupun belanjaan yang tercecer. Dinda lantas mohon pamit dan kembali berjalan menuju ke rumah mertuanya. Inggrit dan Kevin menatap kepergian Dinda. Keduanya baru berpaling kala sebuah mobil berhenti di belakangnya. "PAPA!!" seru Kevin ketika melihat mobil ayahnya. "Ada apa Ma? kenapa di luar?" tanya Bagas setelah memarkirkan mobilnya di halaman. Inggrit kembali memastikan Dinda yang kini sudah berbelok ke rumah Bu Hendra, tetangganya. Setelah itu ia menyusul Kevin yang sudah menghambur pada ayahnya. "Itu.. Tadi anak Kamu hampir ketabrak sepeda motor!" jawab Inggrit. "Apa?! ngejar bola lagi?!" tanya Bagas kaget. "Iya." "Ck..Ck.. Kan sudah papa bilang untuk main bola di taman belakang. Apa ada yang sakit?" tanya Bagas. Ia mengecek lengan dan kaki putranya. Kevin menggeleng. "Tadi ada kakak-kakak yang nolongin Kevin Pa!" jawabnya. "Oh, terus Kakaknya mana? Kamu udah bilang terimakasih belum?" "Udah." Kevin lantas berlari ke dalam rumah membawa bolanya. "Yang nolongin Kevin siapa Ma? dia nggak kenapa-napa kan?!" tanya Bagas pada ibunya. "Tadi sikunya lecet, tapi mau mama obati dulu nggak mau. Sepertinya terburu-buru," Bagas mangguk-mangguk dan mengikuti putranya masuk ke rumah. Sementara itu, Dinda mulai merasakan perih di kedua sikunya efek dari benturan di aspal saat menolong Kevin. Dinda menenteng dua plastik di kanan kiri tubuhnya. Ketika ia hendak masuk melalui pintu belakang, Dinda menoleh ke arah ruang tengah. Melalui jendela yang terbuka, nampak jelas Hendra dan Yanti tengah berkaraoke, sementara itu Aryo terlihat duduk di sofa memandangi kedua orang tuanya sambil tersenyum bahagia. Tak lama kemudian Lena tampak duduk di samping Aryo. Tangannya memegang gelas. Aryo membenarkan posisi duduknya ketika Lena terhenyak di sampingnya. Dinda merasakan dadanya berdesir aneh melihat tatapan Lena pada suaminya. Apalagi saat wanita itu menawarkan minuman tersebut pada Aryo. "Lena?" batin Dinda. "Tolak Mas!! Tolak!!" kata Dinda dalam hati ketika melihat Aryo memandangi minuman yang Lena tawarkan padanya. "Jangan diterima Mas.." kata Dinda lagi. Ia tak tahu mengapa kalimat itu terlintas di kepalanya, ia tahu Lena tak mungkin merayu suaminya, tetapi entah mengapa Dinda tak menyukai sikap Lena saat ini. Lengan Aryo terangkat. Ia memilih menerima minuman dari Lena kemudian tersenyum tipis. "Terimakasih..." Sepertinya kata itulah yang Aryo ucapkan. Lena tersenyum kemudian menempelkan gelasnya dengan gelas Aryo. Melihat hal itu membuat hati Dinda terasa sakit. Bukankah seharusnya dirinyalah yang berada di tempat itu saat ini? Dinda menatap dua plastik di tangannya. "Sebenarnya aku ini siapa?" tanya Dinda dalam hati. "Non Dinda! Non kemana aja? Bibi cari dari tadi loh?!" Bik Sum berlari dan mengambil alih dua plastik dari tangan Dinda. "Ini Bik, Mama minta dibelikan sabun cuci piring," jawab Dinda. Ia segera berpaling karena tak ingin bik Sum memergokinya tengah menatap kebahagiaan orang lain di dalam sana. "Sabun cuci piring?" tanya Bik Sum. Dinda mengangguk. "Di rumah masih banyak Non, ngapain beli sabun. Baru tadi siang Bibi nemenin Nyonya belanja," Blush.. Hati Dinda mencelos. Kontan ia kembali menatap Yanti dari balik kaca jendela. Wanita itu masih asyik bernyanyi, bahkan kali ini meminta Lena untuk berdiri dan bernyanyi bersamanya. Tubuh Dinda bergetar. Sebegitu bencinya kah Yanti padanya hingga membuat alasan supaya Dinda tak berada di tengah-tengah kebahagiaan mereka? "Non Dinda.. Ayo masuk!" ajak Bik Sum. Dinda terperangah. Ia menahan air mata yang hampir menetes. "Bik, maaf saya pulang duluan, tolong bilang ke yang lain, saya ada urusan mendadak," ucap Dinda. "Loh Non! tapi kan acaranya--" "Maaf ya Bik. Permisi.." Dinda berbalik meninggalkan kediaman mertuanya. Setelah berjalan beberapa meter, Dinda merogoh kantongnya, ia baru ingat bahwa ponselnya masih di dalam tas. Sedangkan saat ini di kantongnya hanya tersisa uang kembalian belanja. "Sial banget Kamu Din!!" rutuk Dinda. Ia tak mungkin kembali ke rumah Yanti. Akhirnya Dinda memutuskan untuk berjalan kembali ke ujung komplek untuk mencari taksi. Kepalanya menunduk. Air matanya menetes ketika kakinya melangkah menyusuri jalanan. Setelah menolak kue buatannya, Yanti mengusirnya secara halus dengan memintanya berbelanja saat yang lain bersenang-senang. Mungkin Yanti berpikir seharusnya Dinda cukup tahu diri untuk tidak mengganggu kebahagiaan mereka. Tin. Tin. Dinda tersentak dengan suara klakson mobil yang beberapa kali berbunyi di sampingnya. Dinda menghentikan langkah. Kaca mobil terbuka. Seorang wanita tua yang tengah memangku cucunya tersenyum ke arahnya. "Dinda? Kamu mau kemana lagi jalan sendirian malam-malam begini?" tanya Inggrit. Dinda menelan saliva. Ia bingung harus menjawab apa di depan wanita baik hati yang merupakan salah satu tetangga mertuanya itu. Next▶️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD