"Mas, Kamu belum tidur?"
Aryo terperanjat ketika Dinda membungkuk di sampingnya. Mata Dinda melirik ke arah ponsel Aryo tepat ketika Aryo mematikan layar.
"Baca pesan dari siapa, Mas?" tanya Dinda lagi.
"Dari-- klien," Aryo bangkit duduk dan diam- diam menyimpan ponselnya di bawah bantal.
"Ehm.. Kamu--sudah makan?" tanya Aryo mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Dinda tak menjawab, ia hanya duduk di sisi Aryo.
"Ayo, kita makan bareng. Maaf-- tentang yang tadi," Aryo merengkuh Dinda ke dalam pelukannya.
"Apa terjadi sesuatu di kantor? Mengapa Kamu tiba-tiba seperti itu mas?" tanya Dinda, jari-jarinya bermain di atas dad@ Aryo.
"Tak terjadi apapun, mas cuma-- pengen mencoba sesuatu yang lain. Itu saja. Kalau Kau tak menyukainya, kita tak perlu melakukan hal itu lagi," jawab Aryo.
Dinda mengangguk. Sesaat yang lalu ia sempat mengira Aryo berubah, tetapi kini ia lega karena apa yang ia risaukan tak benar-benar terjadi. Aryo kembali bersikap lembut seperti biasanya.
Malam itu, keduanya makan bersama dan tidur berdua menghabiskan malam dalam kehangatan.
Keesokan paginya Aryo kembali menjalani rutinitasnya. Bersiap diri untuk bekerja ke kantor.
"Dinda, jangan lupa nanti malam kita ke rumah mama untuk merayakan anniversary mereka," kata Aryo setelah selesai sarapan.
"Iya Mas," jawab Dinda lemah. Sebenarnya ia tak yakin apakah Yanti akan menyukai kehadirannya sebab sudah setahun ini Yanti terus mengintimidasinya di belakang Aryo.
"Mas berangkat dulu ya," pamit Aryo. Mobilnya sudah hampir meninggalkan rumah, tetapi tiba-tiba kembali berhenti.
"Mas, apa ada yang ketinggalan?" tanya Dinda ketika melihat suaminya membuka buka isi tas kerjanya.
"Umm-- Apa hari ini Kamu sudah mencuci pakaian yang aku pakai kemarin?" tanya Aryo.
"Belum mas,"
"Sepertinya aku meninggalkan kertas penting di saku kemejaku. Bisakah Kau mengeceknya?"
"Tentu Mas, tunggu sebentar,"
Dinda berlari kembali ke dalam rumah. Ia mengambil kemeja putih yang Aryo kenakan kemarin.
Deg.
Jantung Dinda seakan berhenti berdetak menatap sesuatu di hadapannya. Jari Dinda meraba noda merah yang menempel pada kerah bagian dalam kemeja Aryo.
"Noda apa ini? apakah bekas lipstik? tapi.. aku tak memiliki warna seperti ini," batin Dinda.
Pandangannya seketika menjadi gelap. Pikiran Dinda kemana-mana. Bagaimana bisa ada noda lipstik di bagian itu?
"Apa Kau menyembunyikan sesuatu dariku mas?" tanya Dinda.
"Dinda! Apa Kau menemukannya?"
Dinda segera menyembunyikan bagian kain yang ternoda ketika mendengar suara langkah kaki Aryo mendekat. Tangannya mencari cari sesuatu pada bagian saku.
"Ini---Mas."
Aryo tersenyum ketika melihat Dinda menemukan apa yang ia cari.
"Terimakasih," kata Aryo. Tangannya menepuk nepuk bahu Dinda lantas berbalik untuk pergi.
Baru berjalan beberapa langkah, Aryo kembali ke arah Dinda.
"Dinda, Kamu baik-baik saja?" tanya Aryo.
Dinda hanya mengangguk. Matanya menatap kerah Aryo. Jika noda lipstik itu berada di bagian tersebut, maka dapat dipastikan ada seorang wanita yang mencium suaminya.
"Oke. Mas jemput jam tujuh ya," kata Aryo sebelum benar-benar pergi.
Setelah Aryo pergi, Dinda kembali mengambil kemeja dari keranjang. Ia terduduk dengan tangan meremas dad@.
Mungkinkah Aryo memiliki wanita lain tanpa sepengetahuan dirinya?
"Haruskah aku menanyakan hal ini pada Lena?" tanya Dinda dalam hati.
Dinda berfikir sebagai seorang sekretaris, Lena pasti mengetahui banyak hal tentang kegiatan Aryo di kantor.
Tapi bagaimana jika Aryo tak melakukan perselingkuhan? Apa noda sekecil itu bisa mengindikasikan bahwa Aryo berselingkuh??
"Tidak Dinda! Kau tak boleh gegabah. Jika mas Aryo selingkuh, Lena pasti akan memberitahumu," gumam Dinda. Di tengah kegalauannya, ia tetap mencoba untuk berpikir positif.
***
Dinda menghembuskan nafas panjang. Akhirnya dia menyelesaikan kue anniversary untuk orangtua Aryo. Ia melirik jam dinding, waktu sudah lewat pukul lima sore. Dinda melepas apron dari tubuhnya, Ia segera membersihkan diri untuk kemudian bersiap sebelum Aryo menjemputnya.
Tepat pukul tujuh, terdengar deru mobil berhenti di halaman rumah. Dinda berlari untuk membuka pintu.
"Hai,, Selamat malam Sayang.." sapa Aryo dengan senyum tersungging.
"Malam Mas.." jawab Dinda sambil mencium tangan Aryo.
"Kau cantik sekali.." puji Aryo. Matanya mengamati penampilan Dinda dari ujung rambut hingga kaki.
"Makasih Mas, Kamu mau masuk dulu?" tanya Dinda.
"Nggak. Mas tadi udah mandi dan berganti pakaian di kantor, sebaiknya kita bergegas," ajak Aryo. Tangannya mengambil alih kotak berisi kue di tangan Dinda.
"Mandi dan berganti pakaian di kantor?"
Kalimat itu sudah beberapa kali Dinda dengar sebelumnya, tetapi entah mengapa kali ini rasanya berbeda. Jantungnya bergemuruh ketika kembali teringat pada noda merah di kerah kemeja Aryo pagi tadi.
"Dinda? Mengapa Kau diam disitu? kita harus bergegas Sayang. Acaranya segera dimulai."
"Ah, iya Mas,"
Dinda mengerjap ketika mendengar suara Aryo. Ia segera menguasai diri, tak seharusnya ia berfikiran buruk tentang suaminya.
Bisa jadi noda merah tersebut adalah noda minuman yang tak sengaja tumpah di bagian tersebut.
"Kendalikan pikiranmu, Dinda!" ucap Dinda dalam hati.
Ia bergegas mengikuti Aryo masuk ke dalam mobil.
Malam itu jalanan begitu ramai sehingga Aryo dan Dinda beberapa kali harus terjebak macet. Meski harus terlambat lebih dari 20 menit, akhirnya Dinda tiba di kediaman orangtua Aryo.
Perayaan anniversary Yanti dan Hendra biasanya hanya dihadiri oleh Aryo, Dinda, dan bik Sum, ART di rumah Yanti. Hal ini karena Aryo tak memiliki saudara lain, ia adalah satu-satunya putra keluarga Hendrawan.
"Assalamualaikum..." sapa Aryo sambil membuka pintu rumah ibunya.
"Walaikumsalam.." jawab semua yang berada di dalam.
"Maaf kuenya terlambat Ma, jalanan macet," kata Aryo. Ia dan Dinda bergantian mencium punggung tangan Hendra dan Yanti.
"Oh, tak masalah Aryo karena malam ini sudah ada yang membawakan kue istimewa untuk Mama..." jawab Yanti tampak sumringah. Telapak tangannya terbuka menunjukkan kue berukuran besar di tengah meja makan.
Hati Dinda mencelos. Ia saling bertukar pandang dengan Aryo.
"Ma.. tapi Dinda sudah membawa kue buatannya dari rumah," kata Aryo. Ia menaruh kotak kue buatan istrinya di atas meja.
"Ya nggak papa, sekali kali Mama juga pengen sesuatu yang berbeda. Mama kan bosen dua tahun berturut-turut dikasih kue buatan Dinda terus. Tak ada salahnya kita mencoba kue lain. Lagian kita juga harus menghargai tamu kita, dong! Iya kan Pa?" tanya Yanti pada Hendra. Ia berharap Hendra mendukung pendapatnya.
"Hem, Tak usah ribut perkara kue, nanti kita makan bareng-bareng. Entah itu buatan Dinda atau hadiah dari Lena, pokoknya kita habiskan semuanya malam ini, haha.." kelakar Hendra menanggapi perkataan Yanti.
"Lena?" tanya Aryo. Jantungnya berdegup tak karuan. Seharian ini Aryo bersyukur tidak bertemu Lena karena sekretarisnya itu mewakili perusahaan untuk menghadiri grand opening hotel salah satu klien.
Namun, siapa Lena yang dimaksud ayahnya saat ini? Mungkinkah dia adalah Magdalena sekretarisnya di kantor?
"Lena? Hai.." sapa Dinda. Meski sedikit heran dengan keberadaan Lena di tengah-tengah keluarga suaminya, tetapi Dinda juga merasa senang, setidaknya ia memiliki teman ngobrol di rumah mertuanya itu.
"Selamat malam Dinda, selamat malam Pak Aryo.." sapa Lena yang baru saja muncul dari dapur.
Bagi orang lain, salam Lena mungkin terdengar biasa, tapi tidak dengan Aryo. Ia bisa menangkap sinyal-sinyal aneh dari tatapan mata Lena padanya.
Aryo tak tahu apa yang membuat Magdalena tiba-tiba begitu terobsesi padanya. Yang jelas, saat ini perasaan Aryo mulai tak tenang. Ia takut Lena menyinggung tentang ciuman mereka kemarin.
Selain itu, Aryo merasa kehadiran Lena mampu mengacaukan pikirannya. Entah mengapa wanita yang sudah menjadi sekretarisnya selama setahun itu tiba-tiba begitu menarik di matanya.
"Pelan-pelan mas Aryo.."
"SIAL!! mengapa aku kembali teringat dengan hal itu!!" umpat Aryo dalam hati.
Next▶️