"Maaf, Can." Ian mengusap air mataku. Melihat wajahnya tampak begitu bersalah, aku merasa tak tega. Bukan kamu yang salah Ian, tapi hatiku. Maaf karena belum bisa melupakan Mas Aswin dari ingatanku. Ian kembali mengusap air mataku. "Aku gak ada niat mempermalukanmu, Can. Maaf aku gak kasih tahu dari dulu. Aku gak mau kamu jadi malu padaku." Hening. Hanya isakanku yang terdengar. Kugigit bibir kuat. d**a terasa sesak. "Can, maafkan aku." Kutelan ludah dengan susah payah mendengar nada bicara Ian yang begitu lembut. Tenggorokanku terasa tercekat. Aku mengangguk kecil lalu merebah di dadanya, mencoba mencari kenyamanan di sana. Ian mengusap puncak kepalaku. Lalu merebahkanku di ranjang kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhku. "Tidur saja. Aku masih ada yang perlu dikerjakan. Ji