Chapter 3

1511 Words
Three Years Later... Minggu depan acara wisuda Macy akan diadakan dan ia baru saja mengirim pesan tersebut pada Monica. Tiga tahun berlalu begitu cepat dan sebentar lagi Macy akan bertemu dengan keluarganya untuk pertama kali setelah tiga tahun. Dalam tiga tahun terakhir, Derrick, Tessa, maupun Monica memang tidak pernah mengunjungi Macy dan itu atas permintaan Macy sendiri dengan alasan ingin ingin merasakan hidup sendiri seperti layaknya orang yang merantau. Macy juga selalu menolak panggilan video dari Monica serta orang tuanya dan hanya menerima telepon via suara. Ia bahkan sempat bekerja sebagai model ketika liburan dan magang sebagai manajer di sebuah perusahaan setahun terakhir sebelum memutuskan untuk resign karena setelah wisuda ia akan kembali ke Indonesia dan mulai mengambil alih bisnis milik Derrick. “Sudah?” Tanya Kenia pada Macy. Mereka berdua kini tengah berada di sebuah cafe yang terletak di pusat kota yang lumayan besar dengan interior yang unik. Dinding yang dipenuhi gambar doodle serta lukisan-lukisan abstrak yang indah dan meja yang berbentuk segi empat, belah ketupat, jajar genjang dan bentuk rumus matematika lainnya. Seolah-olah pemilik cafe ini ingin para pengunjungnya selalu mengingat pelajaran matematika dan mengajak mereka untuk menghitung luas dari meja tersebut berdasarkan rumus masing-masing. “Sudah. Tapi aku ragu kalau mereka akan mengenali wajahku nanti. Aku melarang mereka datang ke sini, aku juga menolak untuk pulang, terlebih aku juga selalu menolak panggilan video dari mereka dan hanya menerima panggilan via suara” Jawab Macy sembari meletakkan wajahnya di atas meja. “Ya sudah, tinggal perkenalkan saja dirimu pada mereka. Lagipula, bukan tidak mungkin mereka tidak mengenalimu karena suaramu tidak berubah sedikit pun, mana mungkin mereka melupakan suara anak mereka” Ujar Kenia. “Kamu benar. Tapi tetap saja, mereka pasti akan terkejut jika melihat fisikku yang sekarang” “Aku setuju. Aku sendiri juga tidak menyangka kalau kamu akan secantik ini” “Sudahlah, aku mau pulang. Jika kamu sadar kita sudah berada di sini selama hampir dua jam. Bye!” Ucap Macy kemudian berdiri dan mengambil sling bag-nya kemudian berlalu. “Dua jam? Benarkah?” Gumam Kenia pada dirinya sendiri. Kini Macy telah berada di gedung penthouse-nya. Entah mengapa ia sedikit lelah hari ini dan ingin segera berada di atas ranjang empuknya. Macy menempelkan kartunya pada lampu sensor di samping pintu lift yang akan mengantarnya langsung menuju penthouse miliknya, yaitu lantai paling atas dari gedung ini. “SURPRISE!” Itu adalah hal pertama yang Macy dengar ketika pintu lift terbuka dan teriakan tersebut berasal dari Derrick, Tessa, dan Monica yang tengah berdiri di hadapannya dengan Monica yang tersenyum lebar sembari merentangkan kedua tangannya. Hal itu tentu saja membuat Macy terkejut, karena ia mengabari Monica mengenai acara wisudanya setengah jam yang lalu. Dan entah mengapa mereka telah berada di sini, di penthouse-nya. Apa mereka bisa melakukan teleportasi? “Daddy, Mommy, Kak Monic!” Seru Macy yang masih terkejut. Sementara Derrick, Tessa, dan Monica seketika hanya diam di tempat mereka. Mereka bahkan lebih terkejut dari Macy ketika mendapati seorang wanita cantik dapat bebas keluar masuk ke dalam penthouse putri mereka. “Siapa Anda?” Tanya Monica. “Benar, siapa Anda? Dan kenapa Anda bisa masuk ke dalam penthouse Adik saya?” Tanya Tessa. “Mom, Kak Monic, ini Macy” Jawab Macy segera sebelum terjadi kesalahpahaman di antara mereka. “Anda jangan bohong, jelas-jelas wajah Anda sangat berbeda dengan Adik saya” Ucap Monica mulai kesal. “Tapi ini benar-benar Macy, Kak. Kak Monic lupa sama suara Macy?” Jelas Macy namun yang ia lihat adalah raut kebingungan dari mereka bertiga. “Kalian bisa mengajukan pertanyaan pada Macy sebagai bukti” Lanjutnya. “Baik. Kalau begitu kapan ulang tahun Macy?” Tanya Tessa dengan cepat. “19 Mei 19xx” Jawab Macy yang tidak kalah cepatnya. “Macy sekolah di mana saat SMA?” Tanya Tessa kembali. “International High School” Jawab Macy. “Ada berapa tahi lalat di tubuh Macy?” Merasa belum cukup, kali ini Monica yang mengajukan pertanyaan yang lebih spesifik pada Macy. “Tujuh” Jawab Macy. Mendengar jawaban Macy membuat Monica terkejut, pasalnya hal itu hanya diketahui oleh mereka berdua. Bahkan orang tua mereka tidak mengetahui hal itu. “Macy? Kamu benar Macy? Adikku?” Tanya Monica. “Iya Kak. Ini Macy” Jawab Macy. “Macy putri Mommy?” Tanya Tessa. “Iya Mom” Jawab Macy. “Macy putri Daddy?” Tanya Derrick yang sedari tadi hanya diam. “Iya Dad” Jawab Macy sembari mengangguk. “Macy!” Seru Monica dan Tessa secara bersamaan kemudian berlari memeluk Macy. “Dek, kenapa kamu bisa kurus kayak begini? Kamu tidak makan berapa tahun sampai bisa kurus kayak tengkorak seperti ini? Atau jangan-jangan kamu stres gara-gara tugas kuliah kamu? Atau kamu punya penyakit yang kamu sembunyikan?” Tanya Monica berturut-turut. “Tidak ada, Kak. Macy hanya menurunkan berat badan Macy” Jawab Macy. “Dan kamu sudah berubah menjadi malaikat seperti ini, Nak” Ucap Tessa. “Macy bukan malaikat tapi putri Mommy” Ujar Macy. “Macy kangen kalian” Ucap Macy sembari kembali memeluk Tessa dan Monica. “Nak” Sahut Derrick sembari merentangkan kedua tangannya. “Daddy” Seru Macy kemudian beralih memeluk Derrick. “Macy kangen Daddy” Lanjutnya. “Daddy juga” Ucap Derrick. ------- Satu minggu setelah acara wisuda selesai, Derrick, Tessa, dan Monica langsung kembali ke Indonesia. Sementara Macy masih menetap selama beberapa hari lagi untuk mengurus beberapa barangnya. Saat ini, Macy tengah berada di cafe yang sama seperti terakhir kali ia kunjungi bersama Kenia. Ia duduk seorang diri di kursi sudut dekat jendela yang menghadap langsung ke jalan raya dan itu adalah tempat favorite-nya jika pergi ke cafe seorang diri. Ia suka melihat orang-orang berlalu lalang dan sibuk mengurus urusan masing-masing. Setelah duduk selama kurang lebih satu jam, ia memutuskan untuk pulang karena besok ia akan kembali ke Indonesia dengan penerbangan pagi. Setelah membayar minumannya Macy berjalan keluar dan tanpa sengaja menabrak seorang pria hingga membuat tas pria tersebut terjatuh ke lantai. “Sorry, sorry, I didn’t mean it” Seru Macy sembari mengambil tas pria tersebut di lantai. Setelah memberikan tas tersebut, pria itu hanya menatap dingin ke arah Macy hingga membuatnya merinding. Lalu tanpa mengatakan apapun, pria itu berlalu begitu saja. “Apa-apaan itu? Wajah good looking tapi sikapnya ew” Ujar Macy kemudian melanjutkan langkahnya meninggalkan cafe. Ponsel Macy bordering ketika ia memasuki kamarnya. Kenia is calling… “Halo” Sapa Macy. “Kamu yakin mau berangkat besok?” Tanya Kenia tanpa membalas sapaan Macy. “Iya, aku juga sudah pesan tiket untuk besok pagi” Jawab Macy. “Maaf ya, besok aku tidak bisa mengantarmu ke bandara. Orang tuaku masih berada di sini dan kamu tahu mereka itu sangat cerewet” Ucap Kenia menyesal. “Iya, tidak apa-apa Ken. Aku juga bisa sendiri” Ujar Macy. “Baiklah. Kalau begitu sudah dulu ya, aku mau pergi dulu. Mamaku sudah berteriak dari tadi, aku yakin kamu juga mendengarnya” Gerutu Kenia dan ya, Macy memang mendengar suara seorang wanita yang terus memanggil nama Kenia. “Ok. Bye!” Ujar Macy kemudian memutuskan sambungan teleponnya. “Huft! Aku mengantuk sekali” Gumam Macy pada dirinya sendiri kemudian melempar tubuhnya pada tempat tidur dan lanjut bergelung bersama mimpinya. ------- Kini, Macy telah berada di dalam pesawat. Tidak lama setelah ia duduk, seorang pria dengan kaos putih dan celana jeans pendek ikut duduk tepat di samping Macy. ‘Tampan’ Batin Macy. Menyadari pikiran konyolnya, Macy segera menggelengkan kepalanya mengeyahkan pikiran kotor tersebut dari otak sucinya. ‘Tapi sepertinya aku pernah melihatnya’ Batinnya lagi. Ia kemudian meneliti pria yang tengah membuka laptopnya tersebut melalui ekor matanya. ‘Mungkin aku salah lihat. Huft! Sudahlah’ Tidak ingin berpikiran yang aneh-aneh lagi, Macy kemudian memejamkan matanya. Beberapa jam kemudian pesawat telah landing di bandara Soekarno Hatta International Airport. "Excuse me, Mr. and Mrs.. The plane has landed" Ucap salah satu pramugari seraya membangunkan Macy dan pria yang duduk di sebelahnya. Mendengar suara seseorang dengan jarak yang lumayan dekat dengannya serta merasakan pergerakan kecil dari kepalanya, perlahan Macy membuka matanya. Ia mengumpulkan seluruh nyawanya sebelum sadar dengan posisinya sekarang. Ia merasa kepalanya tengah bersandar di suatu benda dan setelah ia mendongakkan kepalanya, ia melihat wajah pria yang duduk di sampingnya tengah serius membereskan kertas-kertas yang cukup banyak di pangkuannya. "Can you lift your head?" Ucap pria itu datar. Bahkan tidak terdengar seperti bertanya melainkan perintah. Setelah menyadari posisinya, Macy segera mengangkat kepalanya. "Ah, ya. Sorry" Ucap Macy kemudian segera mengangkat kepalanya. Pria itu hanya diam sambil terus membereskan berkasnya di bawah tatapan Macy. “Macy bodoh” Gumam Macy setelah pria tersebut berlalu begitu saja. “You two are a great couple” Ucap pramugari yang sedari tadi mengamati Macy dan pria tadi sembari tersenyum kemudian berlalu tanpa menunggu balasan dari Macy. “Pasangan serasi? Huh! Pasangan apanya? Musuh, iya. Padahal aku tidak punya masalah dengannya. Kenal saja tidak, tapi dia memperlakukanku seperti musuh bebuyutannya. Dia bahkan tidak melirikku sama sekali. Huh!” Gerutu Macy sembari berjalan keluar pesawat dan mengambil ponselnya. “Lagipula siapa yang mau punya pasangan sepertinya? Pria minim ekspresi, dingin, acuh, walaupun wajahnya tampan tapi tetap saja. Huft! Mengoceh tentangnya membuat mulutku lelah. Sudahlah Macy, lagipula kamu juga tidak akan bertemu dengannya lagi” Gerutu Macy sembari memainkan ponselnya tanpa menyadari bahwa pria yang sedari tadi ia gumamkan seorang diri berada tidak jauh di belakangnya hingga bisa mendengar semua yang ia ucapkan. “Halo” Sapa Macy setelah mengangkat telepon dari Tessa. “Kamu sudah sampai sayang?” Tanya Tessa. “Iya Mom. Macy sudah sampai, baru keluar dari gate” Jawab Macy. “Baguslah. Pak Mardi sudah ada di depan menunggumu” Ucap Tessa. “Baik, Mom” Ujar Macy. “Hati-hati ya sayang. Bilang pada Pak Mardi untuk tidak mengemudi dengan cepat dan hati-hati” Pintah Tessa. “Yes, Ma’am” Ucap Macy. “Kamu ini. Baiklah, sampai jumpa di rumah” Sahut Tessa. “Iya Mom. See you” Ujar Macy kemudian memutuskan sambungan telfonnya. Setelah bertemu dengan Pak Mardi sang supir, mereka kemudian segera menuju ke rumah. Sesampainya di rumah Macy masuk ke dalam kamarnya setelah temu kangen dengan Derrick, Tessa, dan Monica. Dan tentu saja itu menjadi sedikit berlebihan karena respon Monica yang sedikit lebay. Meletakkan koper di samping tempat tidur, ia meneliti setiap sudut kamarnya. Tidak ada yang berubah selama tiga tahun terakhir.    ------- Bisa bayangin nggak cantiknya Macy sekarang? >_< Love you guys~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD