Mangsa Baru

1445 Words
'Apa dia sedang mencari mangsa baru??' batin Edgar sembari dengan menghela napas. Tidak mendekat dan hanya memperhatikan dari kejauhan saja. Ia ingin tahu, apa yang sedang wanita itu lakukan di sana. "Ini enak ya?" ucap Elena yang sudah melahap habis cake buatannya. "Iya. Enak sekali. Sepertinya, aku akan meminta koki untuk membuatnya lagi," ucap pria tersebut. "Hah? Meminta koki??" tanya Elena. "Iya. Ini rumahku. Semua jamuan ini, koki kami yang buat." "Oh, jadi kamu tuan rumahnya???" ucap Elena yang hampir saja memekik dengan kencang. "Iya begitulah. Sebenarnya, aku tidak terbiasa di keramaian seperti ini. Tapi , aku disuruh untuk berbaur dan berkenalan dengan orang-orang, yang katanya rekan-rekan bisnis ayahku. Oh iya, siapa nama kamu??" tanya pria itu , yang langsung mengulurkan tangannya ke depan Elena. Elena menatap uluran tangan pria tersebut, lalu menyambutnya dengan senang hati. Harus menjaga sikap, di depan tuan rumah dan jangan melakukan hal-hal yang konyol. Meskipun tadi sudah, dengan ia yang membelah dua makanan dan memberikannya untuk pria ini. "Elena. Namaku Elena," Jawabnya dengan tangan yang sudah saling bertaut itu. "Namaku Gabriel. Gabriel da Vinci." Kedua alis Elena terangkat. Ia tatap heran pria depannya ini dan kemudian tersenyum tipis. "Seperti nama seniman. Leonardo da Vinci," ucap Elena sembari melepaskan tautan tangannya. "Memang. Ayahku tergila-gila dengan hampir semua karya-karyanya. Lihatlah dinding rumah ini. Hampir penuh dengan lukisan , maupun barang-barang antik lainnya. Ayahku menyukai hal-hal yang berbau seni. Jadi, anaknya pun dinamai dengan nama seniman kecintaannya." "Iya. Berarti, bukan cuma mencintai seniman. Anak-anaknya juga dicintai hampir sama besarnya. Sampai anaknya juga dinamai nama seniman." "Exactly. Ternyata kamu asyik juga ya orangnya. Oh iya, boleh minta nomor kamu??" tanya Gabriel. "Untuk apa??" tanya Elena sembari tersenyum dengan wajah yang tersipu. "Tambah teman. Setidaknya malam ini, aku sudah menambahkan kamu ke dalam daftar temanku," ucap Gabriel. "Eum, ya sudah. Bolehlah," ucap Elena yang tidak mempermasalahkan hal tersebut. Menambah daftar teman, memanglah bukan hal yang salah kan?? Elena mengeluarkan ponsel miliknya dan Gabriel segera men-scan barcode pada layar ponsel Elena, ketika sudah tersambung, Gabriel pun segera menamai kontak dengan nama Elena di sana. "Ok. Thank you. Aku harus pergi dulu. Mau menyapa tamu yang lain. Enjoy ya? Nikmati jamuan makanan yang ada di sini," ujar Gabriel. "Sama-sama. Iya, baiklah," timpal Elena yang setelah ditinggal oleh Gabriel, langsung mengambil segelas minuman berwarna dan meminumnya. Lalu, pria yang sejak tadi hanya memperhatikan gerak geriknya saja, kini terlihat mendatangi Elena juga dan berdiri di belakangnya. "Sudah?" tanya Edgar kepada wanita yang menurunkan gelas dan menatap wajah Edgar sambil membuat kerutan di dahinya sendiri. "Hm? Sudah apa??" tanya Elena kebingungan. "Sudah dapat mangsa barunya?" cibir Edgar dan Elena segera berpaling muka sembari meneguk minuman lagi. "Mangsa baru apa?" ucap Elena seraya menyeka ujung bibir, dengan menggunakan punggung tangannya sendiri. "Yang tadi. Kamu sudah mendapatkan pelanggan yang baru kan? Sedang berada di acara yang formal, masih sempat-sempatnya menjual. Tapi aku akui kamu hebat juga, bisa mendapatkan yang lebih muda dan juga keren. Apakah seleramu sudah mulai berubah sekarang?? Sudah tidak menyukai daun kering kah?? Atau sedang mencari yang lebih kaya??" cibir Edgar habis-habisan. Tetapi, yang dicibir hanya menggertak giginya saja. Karena kalau tidak ingat, bila tengah berada di tempat yang ramai macam begini dan juga, ia masih harus pulang bersama dengan pria ini juga. Pastinya, sudah ia siramkan air yang ada di tangannya sekarang, ke wajah pria yang ucapannya sungguh tidak bisa disaring sama sekali ini. "Kapan kita pulang?? Aku sudah tidak betah di sini. Mau pulang dan istirahat di rumah," ucap Elena yang nampak jengkel sekali raut wajahnya. "Aku pun sama. Tapi, acara masih belum dimulai. Jadi tunggulah dulu. Makan apapun yang sudah mereka sediakan dan aku, akan pergi menyapa rekan-rekan bisnis ayahku yang lain," ucap Edgar yang kembali meninggalkan Elena lagi. Elena menghela napas, lalu mencari tempat duduk yang kosong. Ia juga turut membawa segelas air yang masih ada, bersama dengan makanannya juga. Sudah bosan dan juga ingin pulang. Sudah tidak mood berada di sini. Tetapi, tiba-tiba saja ada seorang pelayan, yang membawa piring berukuran besar, dengan berbagai macam potongan cake yang ada di atasnya. "Nona Elena??" panggil pelayan tersebut, hingga Elena yang tengah menundukkan kepalanya itu, segera mendongak dan menatap si pelayan. "Iya, saya." "Ini dari Tuan muda," ucap si pelayan sembari menyajikan makanan di atas meja dan juga membawakan minuman tambahan juga. "Selamat menikmati, Nona," ucap si pelayan. "Iya. Terima kasih," balas Elena sembari tersenyum tipis. Elena memperhatikan makanan yang berada di atas meja dan kemudian mendongak, untuk mencari orang yang sudah mengirimkan makanan serta minuman ini. Tidak ketemu juga, karena tempat ini sangatlah ramai. Tapi, ia justru mendapatkan satu pesan , yang baru saja tiba setelah suara dentingan pada ponselnya terdengar. Elena cepat-cepat membuka tas kecil yang dibawanya dan membaca pesan singkat yang datang. Kemudian, ia pun nampak tersenyum setelah membaca pesan yang berbunyi... 'Aku ada di paling depan. Sedang bersama dengan ayahku. Kamu nikmati saja makanan dan minumannya. Semoga suka ya.' Elena segera mengetik pesan balasan, untuk pria yang sudah berbaik hati, dengan mengirimkan makanan-makanan ini. 'Terima kasih banyak. Akan aku coba makanannya.' Elena mencoba satu persatu dan mengatakan cake mana yang menurutnya paling enak. Ia juga mengirimkan foto makanan tersebut kepada pria yang sedang berdiri tegak di samping ayahnya, yang sedang melakukan sambutan untuk para tamu yang hadir di sini. 'Jangan pulang dulu. Tunggu sampai acaranya selesai.' Pesan terakhir yang Elena dapatkan dan sudah tidak ia balas lagi. Karena Edgar sudah kembali datang, setelah mencarinya dalam kerumunan. Tidak memiliki nomor Elena, jadi harus mencari secara manual begini. Tidak terpikirkan juga, untuk menanyakan nomornya kepada sang ayah. "Ck! Kamu di sini rupanya! Aku mencari-cari kamu sejak tadi!" seru Edgar jengkel dan sembari menghela napas, karena harus berjalan ke sana kemari di dalam rumah yang luas ini. "Kenapa tidak telepon??" tanya Elena. "Ck! Kamu meledekku?? Aku tidak memiliki nomor kamu kan!" cetus Edgar terhadap wanita yang santai sekali menikmati minumannya ini. "Hahhh... Ya sudah mana!? Berikan nomormu!" cetus Edgar. Elena mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan kepada Edgar. Edgar arahkan ponselnya sendiri kepada ponsel Elena dan setelah dapat nomor wanita ini, ia pun menyimpan nomornya. "Sudah ayo," ajak Edgar. "Ayo kemana??" tanya Elena. "Ya ayo pulang. Memangnya, kamu sangat betah berada di sini, jadi tidak mau pulang?? Atau malah mau menginap sekalian saja di sini??" cecar Edgar. "Tidak. Aku mau pulang," timpal Elena. "Ya sudah. Ayo cepat," ajak Edgar. Elena bangun dari kursi dan melihat ke sekeliling tempat ini dulu. Tadi ia diminta untuk menunggu. Tapi sudah harus pulang juga. "Ayo, kamu tunggu apa lagi?? Cepat jalan!" perintah Edgar yang sudah mulai akan berjalan pergi, tapi malah melihat Elena yang diam terpaku di tempat. Jadi gemas ingin memarahi wanita ini. "Iya iya," jawab Elena yang kini berjalan sambil membuntuti pria yang memecah kerumunan banyak orang. Setibanya di rumah. Elena langsung naik ke atas untuk mengganti pakaiannya. Edgar pun melakukan hal yang sama dan segera melepaskan semua kancing kemeja putihnya, tanpa ada yang tersisa, lalu menanggalkan kemejanya tersebut. Elena yang berganti pakaian di dalam kamar mandi, nampak keluar dari dalam sana dan mendekati pria, yang sudah bertelanjang d**a itu sambil dengan kepala yang menunduk. "Ada apa??" tanya Edgar, sebelum Elena sempat berbicara. "Aku... Aku mau minta tolong turunkan resleting gaunnya. Tanganku ini tidak sampai dan resletingnya ada di belakang," ujar Elena. Satu alis Edgar terangkat ke atas. Ia pandangi wanita ini dulu sesaat dan melontarkan kata-kata untuknya lagi. "Memangnya, bagaimana kamu memakainya!? Bisa pakai tapi tidak bisa membukanya lagi! Aneh!" cetus Edgar. "Ck! Pelayan kamu kan tadi yang bantu aku siap-siap. Lagian, aku cuma minta tolong buka setengah! Tanganku tidak sampai!" cetus Elena. "Hahh... Ya sudah mana! Merepotkan," gerutu Edgar. Elena pergi membelakangi Edgar dan Edgar pun, segera menyentuh resleting, yang berada di tengah-tengah punggung Elena. Ia turunkan perlahan sembari dengan menelan salivanya sendiri. Dalam konteks ini, ia adalah seorang pria yang terbilang normal. Jadi bohong sekali, bila tidak merasakan darahnya berdesir dengan kencang. Elena mengernyitkan dahinya, karena merasa resleting sudah turun dengan cukup jauh juga. "Sudah terimakasih," ucap Elena yang segera maju, hingga tangan Edgar terlepas dari resleting yang tengah di pegangnya tadi. Elena pergi ke kamar mandi dan hanya tinggal Edgar saja, yang tengah gigit jari. Edgar pejamkan matanya, lalu mengembuskan napas melalui mulutnya itu sendiri. "Hahh... Pikiranku tidak beres," gumam Edgar sembari menggelengkan kepalanya dan lanjut membuka pakaiannya sendiri. Edgar melemparkan pakaian yang tadi ia gunakan ke atas tempat tidur dan kemudian mengambil pakaian tidurnya, lalu menggunakan pakaian tersebut. Baru selesai berpakaian, ia mendengar suara deringan ponsel yang cukup kencang dan melihat ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup itu. Iseng dan juga penasaran. Edgar datangi tas kecil yang berada di atas meja dan mengeluarkan ponsel milik Elena dari dalam sana. "Gabriel," ucap Edgar, yang membaca nama, yang ada di layar ponsel Elena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD