Resah di Hari H

1203 Words
"Saat kita bercinta, aku sedang tak menggunakan pengaman apapun. Kini, aku hamil dan kau seratus persen ayah dari bayi yang ku kandung, Lex." Kalimat Jena beberapa hari lalu sukses mengendap dalam kepala Alex bahkan sampai hari ini. Hari dimana ia akan segera mengucap janji suci pernikahan bersama sang kekasih yang bernama Trisha. Tidak mungkin Jena hamil anakku, bukan? Kami hanya melakukannya satu kali, dia pun memiliki seorang suami. Ya, aku yakin bayi itu hasil Jena dan suaminya. Pria yang sudah mengenakan outfit tuxedo lengkap itu membatin sedang membatin gusar seraya mematut diri di depan cermin. Segala tentang Jena memang selalu berhasil mengalihkan atensinya. Alex begitu mencintai Jena dengan seluruh jiwa dan raganya pada lampau. Namun, sayang. Sang pria harus mengalami kepedihan yang teramat menyesakkan sejak Jena memutuskan untuk meninggalkannya secara sepihak dan menikah dengan pria lain. "ARGH!" Alex yang tengah berada di fitting room mengusak frustrasi rambutnya. Tanpa disadari, aksinya mengundang atensi sang make up artist yang merespon dengan raut keheranan. Alex lantas meminta maaf atas sikap dadakannya dan segera membenahi sikap serta penampilannya lagi. Ini semua akibat ulah mu yang meninggalkanku tanpa sebab, Jen. Maaf, aku akan menghapus tentangmu untuk selamanya. *** "Woah, Ini bukan mimpi, kan?" celetuk Jena terkesiap, netranya bahkan berhenti berkedip sembari memandang ke layar ponsel. "Kau kenapa, Jen?" tanya Karina yang tak kalah antusias. "Lihat ini, Kar!" Jena mengulurkan ponselnya kepada Karina. Gadis itu pun langsung menelaah dengan saksama apa yang terpampang di sana. "Woah! Selamat, Jen. Kau berhasil mendapat pekerjaan, yeay!" Karina spontan mengeluarkan teriakan euphoria, tangannya menggenggam tangan milik Jena untuk mengajaknya melakukan gerakan melompat kegirangan. "Tunggu, tunggu." Namun, Jena terpaksa harus menjeda aksi kesenangan Karina. "Maaf, Kar. Aku sedang hamil. Kau ingat apa yang dokter katakan mengenai larangan bergerak secara berlebihan, bukan?" Seketika, Karina tersentak merasa bersalah. Diiringi air muka polosnya, sang sahabat segera meminta maaf seraya mengelus penuh hati-hati perut Jena. "Maafkan tantemu ini ya, Adik Bayi." Karina menirukan suara bocah kecil saat mengelus perut Jena. Aksinya sontak membuat wanita hamil itu tertawa gemas. "Jadi, kapan kau akan diwawancara?" tanya Karina penuh binar di matanya. "Lusa. Maukah kau meminjamkan baju untuk wawancara? Aku tidak memiliki baju formal," pinta Jena sedikit canggung. "Tentu saja. Kau boleh meminjam baju manapun yang kau suka." Tanpa menyia-nyiakan waktu, kedua sahabat segera melakukan persiapan dari mulai mencari informasi perusahaan yang hendak mewawancarai Jena. Karina tak hentinya bercicit antusias sembari mengeluarkan seluruh koleksi lemari untuk dicoba oleh sahabatnya saat interview nanti. Berbeda dengan Karina, Jena memilih fokus membaca profil tentang Glam Enterprise. Glam Enterprise merupakan Perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan penjualan perhiasan mewah dengan nama brand Blink Jewel. Perusahaan ini secara turun temurun dikelola oleh keturunan langsung salah satu pengusaha terkaya di tanah air yakni keluarga William. Saat ini, saham terbesar dipegang oleh putra bungsu Pengusaha Owen William yang sekaligus CEO Glam Enterprise, Kaiden William [25 tahun]. Ia baru saja resmi diangkat menggantikan posisi sang ayah, CEO sebelumnya. "Wow! Ceo Glam masih terlihat sangat muda. Aku berani menjamin bahwa dia dipaksa untuk segera menggantikan tahta ayahnya seperti kebanyakan konglomerat lainnya," celetuk Jena sembari masih mengulir layar ponsel. "Apa kau bilang? Glam?" Karina menghentikan sejenak kegiatannya. Netra gadis itu terperangah menatap Jena sekarang. "Ada apa, Kar? Mengapa kau menatapku seperti itu?" "Kau sebaiknya berhati-hati dengan pria bernama Kaiden William, Jen. Jika perlu, kau tidak usah interview di sana." Dahi Karina mengkerut khawatir seraya menasehati Jena. Bukan tanpa alasan Karina memperingati sahabatnya itu. Ia bertutur bahwa ada dua orang temannya yang melamar pekerjaan di sana, akan tetapi keduanya berakhir dipecat serta dipermalukan. Dalam dunia kerja, Kaiden William terkenal dengan sebutan CEO muda yang kejam. Meskipun begitu, Kaiden juga dikenal CEO cerdas serta menorehkan prestasi yakni menaikkan profit perusahaan setiap tahunnya. "Beruntungnya, temanku itu diterima masuk ke perusahaan tempat aku bekerja sekarang," tutur Karina lagi. Karina sendiri merupakan staf akuntansi sebuah perusahaan bernama Byiota Corp. yakni perusahaan yang bergerak di bidang export import. Karina dimutasi dari luar pulau ke kantor pusat yang berada di ibu kota. Maka dari itu, ia bisa bertemu lagi dengan Jena. "Terima kasih atas peringatannya, Kar. Tapi aku ingin mencobanya. Hanya Glam Enterprise yang memanggilku dari sekian CV yang kumasukan ke laman online." Jena dengan sopan mengeluarkan beda pendapat sebagai respon atas peringatan sahabatnya itu. Apa boleh buat, Karina hanya bisa pasrah dan mengikuti keputusan bulat Jena. Ia berharap bahwa sahabatnya diperlakukan dengan baik oleh calon atasannya nanti. *** Glam Enterprise. Mengenakan atasan blouse garis salur hitam putih berlengan 7/8 serta celana panjang hitam yang dipinjam dari Karina, Jena datang menghadiri panggilan kerja. Seorang staf wanita langsung mengarahkan Jena ke sebuah ruangan cukup besar yang di dalamnya berisi meja membentuk huruf U lengkap dengan beberapa kursi mengitari layaknya sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk mengadakan meeting. "Ekhem! Kau Jena Anderson?" Seseorang melesat cepat masuk ke dalam ruangan sembari menyapa dingin Jena. Sosok itu segera mengambil posisi duduk menghadap sang puan. "Ya, benar. Aku Jena." "Aku sudah membaca CV-mu. Kau tidak terlalu berpengalaman tapi berani memasukkan lamaran pekerjaan di perusahaan ku," cecar Kaiden terdengar mencemooh. Nyatanya, sang CEO sendiri yang secara langsung mewawancarai Jena. What! Apa dia sedang menghinaku? Netra Jena berubah sengit menatap Kaiden. Meskipun cukup tegar, Jena nyatanya memiliki tabiat asli pemberontak dan boleh dibilang liar. Tipe manusia yang tak suka bila ranahnya diganggu tanpa sebab. "Memangnya kenapa? Apa manusia sepertiku tidak boleh mencari pekerjaan?" sindir Jena. Wanita itu sudah tak peduli apabila dirinya tidak lulus interview sekarang karena bagi Jena harga diri di atas segalanya. Berani sekali dia menimpaliku dengan sindiran. Tapi ... aku menyukai attitude-nya yang terlihat kuat. Hmm, kita lihat berapa hari kau akan bertahan di sini, Nona Anderson. Kaiden membatin licik seraya mengamati Jena dengan saksama. "Baiklah, kau mendapatkan poin plus," cetus Kaiden dengan nada tenang—berbeda dari beberapa detik yang lalu saat ia terang-terangan menyindir Jena. "A-pa maksudmu, Pak?" "Selamat, kau diterima sebagai staf humas baru, Nona Anderson," tukas Kaiden yang sontak membuat Jena membulatkan mata sempurna. "He?" Ada apa dengan wawancara di perusahaan ini? Mengapa pria ini menerimaku begitu saja bahkan tanpa tes apapun selain pertanyaan basic? *** Singapore. Saat hendak memakai setelan outfit kerja seperti biasa di area wardrobe, tiba-tiba mata Aldrick menangkap penampakan satu set outfit tuxedo yang ter-display rapi di sebuah manekin. Bukan sekedar satu set pakaian kerja biasa, melainkan ada sebuah kenangan dengan Jena saat masih menjadi istri kontrak Aldrick. Meski tak ada perasaan cinta, anehnya beberapa kenangan dengan mantan istri kontraknya kerap menyeruak seperi saat ini—saat Aldrick memperhatikan manekin lengkap dengan outfit yang ditata Jena sebelumnya. "Karena ini hari terakhirku sebagai istri kontrakmu, aku memperlakukanmu sebagai suamiku sungguhan, bagaimana?" "Maksudmu kau ingin bercinta denganku begitu?" "Ugh, bukan itu, Al. Mengapa pikiran pria kerap mes*m?" protes Jena gemas. "Itu bukan mes*m tetapi kebutuhan," balas Aldrick datar. Jena menepuk jidatnya mengalah dan kembali pada niatan awal yakni hendak memperlakukan Aldrick sebagi suami sungguhan dengan menunjukkan hasil karya tataan outfit kantor untuk Aldrick pakai—selayaknya istri menata baju kerja untuk suaminya. "Lihat! Kombinasi outfit yang telah kubuat. Bagus, bukan?" Dengan raut sumringah, Jena memamerkan tataan outfit untuk Aldrick pakai. Namun, sayang. Rasa sesal kini tiba-tiba menyeruak dalam da*a atletis sang konglomerat imbas apa yang telah telah disiapkan Jena nyatanya tak pernah ia pakai hingga saat ini. Ada apa denganku? Mengapa tiba-tiba kepikiran Jena?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD