Menyembunyikan Status Janda

1094 Words
Terbiasa hidup glamor dan tiba-tiba harus meninggalkannya memang bukan perkara mudah. Di tambah, Jena harus mencari pekerjaan dengan upaya sendiri. Beruntung, pengalaman magang enam bulan menjadi staf humas di perusahaan sang ayah bisa dijadikan referensi pada CV miliknya. Tak hanya itu, berhadapan beberapa kali dengan circle kolega sesama konglomerat mantan suami kontrak semakin menambah jam terbang wawasan dunia humas. Pasalnya, Aldrick secara tidak langsung mengajari Jena bagaimana cara bersikap serta bernegosiasi dengan kolega bisnis penting. Selain label seorang istri, paras cantik blasteran khas wanita timur tengah Jena kerap Aldrick gunakan sebagai brand image kala menghadiri pertemuan-pertemuan penting. Dari pengalaman itu, Jena banyak belajar mengenai kebiasaan para konglomerat dan cara meng-handle mereka. Pagi ini Jena memberanikan diri memasukan CV yang sudah disusun sedemikian rapi ke dalam beberapa laman lowongan kerja online . "Kau yakin akan bekerja, Jen? Bagaimana kalau mereka tahu jika kau sedang hamil?" tanya Karina memastikan disertai air muka penuh kekhawatiran. Pasalnya jarang ada perusahaan yang mau memperkerjakan wanita yang tengah berbadan dua. "Kau tenang saja, Kar. Aku hanya bekerja sampai bentuk perutku mulai terlihat saja. Aku membutuhkannya untuk tambahan biaya lahiran nanti," timpal Jena meyakinkan Karina sang sahabat. Wanita itu juga menegaskan bahwasanya dirinya akan berhati-hati dalam menjalani pekerjaannya apabila diterima nanti. Walaupun sedikit ragu, Karina tetap mendukung penuh keputusan sang sahabat. Tak lama seusai berdiskusi, Jena meminta Karina untuk mengantarnya ke beberapa tempat termasuk rumah sakit. Beberapa saat kemudian. "Janin Anda terlihat sehat. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Nyonya Anderson," jelas sosok dokter spesialis kandungan sembari meletakkan alat USG ke tempat semula seusai memeriksa perut rata Jena. Wanita itu lantas menghela napas lega saat mengetahui kondisi bayi yang dikandungnya tumbuh sehat. Ia segera menutup perutnya dan beranjak turun dari atas brankar periksa. "Sudah kuresepkan beberapa vitamin untuk secara rutin kau minum." Sang dokter menyerahkan sebuah kertas resep sembari memberi wejangan mengenai informasi hamil muda kepada Jena yang ditemani Karina di sebelahnya. Meskipun kandungan Jena terpantau baik-baik saja, dokter mewanti-wanti agar sang puan tetap waspada karena usia kandungan muda tergolong beresiko keguguran jika tidak dijaga dengan baik. Semoga aku bisa menjagamu, Nak. Jena membatin penuh harap seraya menyentuh bagian perut. Setelah mengunjungi dokter, Jena mengajak Karina ke sebuah butik tas bermerek dengan harga fantastis, bahkan ada beberapa tas yang harganya setara satu rumah mewah. Bagi kalangan konglomerat, harga semahal itu bukanlah masalah. Begitupun dengan Jena yang dulunya bisa dengan mudah membeli tas-tas mewah itu. Sayangnya, kedatangan wanita hamil itu bukanlah untuk membeli melainkan sebaliknya yakni menjual satu-satunya tas original bermerek salah satu brand mewah. Tas yang ia dapatkan dari sang ayah saat ulang tahun terakhirnya. "Kau yakin akan menjual tas ini, Jen? Kulihat, hanya tas ini yang kau pakai sedari kemarin?" tanya Karina mengkonfirmasi. "Tak apa. Aku bisa membeli yang lebih murah. Aku tidak mungkin terus menyusahkan mu, Kar. Hanya ini benda berharga yang ku punya," ucap Jena santai. "Dengan hasil penjualan ini, aku akan mencari tempat untuk tinggal dan keperluan calon bayiku sebelum mendapat pekerjaan," lanjutnya lagi menatap tak rela pada tas clutch dusty pink yang berada dalam genggaman. Harta gono-gini yang Jena dapatkan dari perceraian dengan Aldrick sebenarnya lebih dari cukup bahkan boleh dibilang berlimpah. Mantan suaminya memberikan sebuah rumah beserta deposito bernilai ratusan juta. Namun, tak satupun yang Jena gunakan. Hal itu dilakukan lantaran sang puan ingin memulai hidup baru dengan caranya dan tidak ingin ditemukan oleh siapapun baik oleh ayah atau mantan suaminya bisa saja melacak Jena dari berbagai transaksi yang dilakukannya. Oleh sebab itu, sang puan yang kini tengah berbadan dua benar-benar teliti mengganti seluruh data elektronik serta nomor ponselnya. Di samping itu, Jena belum memiliki niatan untuk mengabari ayahnya perihal perceraian yang belum lama terjadi. "Hey, itu tidak benar." Mendengar perkataan sahabatnya, Karina sontak mengeluarkan argumen. Gadis yang masih betah melajang itu tidak merasa direpotkan sama sekali. Jena bisa tinggal di rumahnya sampai kapanpun ia mau. Terlebih, Jena tengah berbadan dua dan membutuhkan support dari orang terdekat. *** "Tuan, maaf mengganggu. Ada panggilan penting dari Daniel Anderson." Di Singapore, asisten pria bernama Ren menginterupsi Aldrick yang baru saja menyelesaikan virtual meeting dengan investor dari Eropa. "Berikan padaku." Tanpa basa-basi Aldrick mengulurkan tangan, meminta ponsel milik Ren. "Halo." "Maaf jika aku menghubungimu melalui asisten. Aku sudah mencoba menghubungi ponselmu tapi kau tidak mengangkatnya." "Aku sengaja mengabaikan siapapun karena sedang menghadiri meeting penting." "Ah, begitu rupanya." "Ada perlu apa menelponku?" "Aku ingin bertanya mengenai Jena. Beberapa hari yang lalu dia menghubungiku bahwa akan pulang ke tanah air." "Lalu?" "Apa istrimu sedang bersamamu? Ponselnya sama sekali tak bisa dihubungi." Istri? Mengapa dia belum memberitahu ayahnya bahwa kami sudah bercerai? Aldrick membatin sesaat. "Halo?" "Aku belum bertemu lagi dengan Jena. Akan segera kukabari nanti." "Baiklah. Terima kasih, Menantu." Panggilan pun berakhir dengan menyisakan teka-teki besar dalam benak pria keturunan bangsawan Asia itu. Jena memang tak punya tempat spesial di hatinya. Namun, Aldrick cukup menaruh hormat pada sang mantan istri kontrak. Menurutnya, Jena adalah wanita cerdas dan energik serta kerap menepati janjinya yakni menjaga nama baik keluarga besar Xavier. Pria berlabel CEO salah satu perusahaan multinasional di Negeri Singa itu menikahi putri tunggal keluarga Anderson untuk alasan yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Aldrick yang workaholic serta tidak terlalu memikirkan asmara, didesak keluarga besarnya untuk segera menikah karena usia yang sudah hampir memasuki kepala empat. Sejurus itu, entah kebetulan atau tidak, Daniel Anderson—ayah Jena datang padanya untuk meminjam uang dalam jumlah fantastis guna melunasi hutang. Dari sanalah, terlintas ide gila menikahi kontrak putri Daniel sebagai jaminan hutang sekaligus dimaksudkan agar keluarga besar sang konglomerat berhenti mendesak Aldrick untuk menikah. "Ren, segera lacak keberadaan Jena dan langsung laporkan padaku," titah Aldrick kepada sang asisten yang langsung dibalas dengan anggukkan takzim. "Dimana kau, Jena?" *** Ruang manajer HRD Glam Enterprise. Sembari menyeruput secangkir latte, Elora terlihat mengutak-atik tuts laptop kerja miliknya. Dari layar benda persegi itu, dengan saksama ia memeriksa beberapa kandidat untuk posisi public relation selanjutnya yang akan menggantikan staf yang dipecat sang bos beberapa hari yang lalu. Jemari Elora menghentikan pencarian data CV di sebuah folder nama kandidat seraya menyeringai licik. "Hmm, wanita ini sudah berumur diambang batas syarat pekerja dan juga kurang jam terbang. Kurasa dia cocok untuk jadi korban kemarahan Kaiden selanjutnya." CV atas nama Jena Anderson Siapapun kandidat yang dipilihkan oleh Elora, kemungkinan akan terkena amuk badai dari sang CEO muda pecinta perfeksionis, Kaiden William. Dalam prinsipnya, tak boleh ada staf wanita yang terlihat sempurna di mata Kaiden dari segi apapun selain dirinya. Meski begitu, Kaiden menginginkan gender wanita lah cocok untuk mengisi posisi public relation. Menurut filosofi sang CEO, wanita lebih mahir melakukan tugas sebagai 'penyambung lidah' sebuah perusahaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD