Sesampainya di rumah, kebetulan rumah sedang sepi. Kimmy lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan atau berbohong pada siapapun, dia langsung masuk ke kamar dan menjatuhkan dirinya sejenak di atas tempat tidur sambil memandangi langit kamar dan berpikir.
Mustahil, Kimmy benar-benar sudah tidak ingin lagi bertemu Tristan, apa lagi bekerja untuknya. Sudah cukup bagi Kimmy. Seharusnya sekarang dia lega karena ini sudah berakhir, tapi kenapa rasanya tetap ada yang tidak benar?
Karena masih saja gelisah akhirnya Kimmy kembali bangkit untuk berjalan ke kamar mandi. Setelah mandi untuk membersihkan tubuhnya yang serasa semakin menjijikkan dan tetap terasa kotor meskipun sudah ia gosok dan ia cuci berulang-ulang akhirnya Kimmy menyerah. Dia terduduk di atas penutup toilet cukup lama untuk berpikir namun tetap tidak juga membuatnya lega.
Bagaimana Kimmy bisa mengusir semua bayangan kotor itu dari kepalanya. Kimmy bisa saja melempar ponselnya ke dasar palung laut paling dalam agar Trista tidak bisa lagi pemerintahnya, dan dia bisa bersembunyi ke ujung dunia agar tidak perlu lagi melihatnya. Tapi apakah hal itu berguna untuk bisa membersihkan kembali jejak kotor yang telah ditinggalkan pria itu di tubuhnya. Bahkan seandainya Tristan Murray hilang ingatan pun rasanya juga tidak akan berguna.
Kimmy tahu semua ini memang sudah sangat salah tapi apa daya karena sepertinya dia sedang tidak memiliki pilihan kecuali kebohongan.
Akhirnya Kimmy berjalan keluar dari kamar mandi dan menyambar piyama pertama yang dia raih dari dalam lemari. Memakainya dengan cepat dan segera merangkak naik ke atas tempat tidur karena dia benar-benar lelah. Fisiknya lelah, otaknya lelah, bahkan hatinya juga lelah. Haruskah seberat ini hanya untuk bisa tetap bersama Bang Hanif. Tapi Kimmy tetap tidak mau kehilangan pria yang dicintainya itu. Sebenarnya ini masih belum apa-apa tapi sepertinya dia sudah merasa sangat tersiksa dengan tumpukan dosa dan kebohongannya.
Tiba-tiba Kimmy ingat untuk mengecek ponselnya yang tadi sengaja dia matikan. Kimmy Buru-buru memencet tombol power dengan perasaan cemas.
Ada beberapa pesan dari tunangannya yang langsung muncul di layar begitu Kimmy kembali menghidupkan ponselnya. Rasa bersalah itu pun seketika kembali menerjangnya hingga membuat otaknya kebas karena tidak berani berpikir.
Hanif justru langsung menelpon begitu ia membalas pesannya. Kimmy langsung terlonjak gugup dan sempat ragu untuk mengangkat telponnya meskipun sejatinya dia sudah sangat rindu hanya untuk sekedar mendengar suara tunangannya.
"Kim, kenapa kau belum tidur? "
Seketika rasanya ada yang runtuh di dalam dadanya hanya dengan mendengar kekhawatiran sepele kekasihnya.
"Aku sedang memikirkanmu, " jujur Kimmy.
"Jangan terlalu sering memikirkanku jika hanya akan membuatmu sulit tidur. "
"Bagaimana dengan pekerjaanmu? "
"Baik, Bang. "
"Hanya itu? " heran Hanif mungkin karena jawaban Kimmy yang terlalu singkat dan pasrah.
"Aku mendapat rekan kerja yang sangat baik, dia juga suka memuji-mujimu meski dia bilang kau tidak pernah melihatnya."
"Ah, mana ada hal seperti itu, " tepis Hanif merasa konyol.
"Seharusnya aku cemburu karena ternyata Abang sangat populer. "
"Tapi aku milikmu. "
Seperti itulah Hanif, suka bicara seenaknya tanpa peduli jika wanita yang mendengarnya bakal segera gila.
"Istirahatlah, Kim. Sepertinya kau benar-benar perlu tidur, " kata Hanif karena Kimmy sudah tidak banyak bicara.
"Jangan, Bang. Aku masih ingin mendengar suaramu. "
Baru kemudian pria itu mulai bercerita tentang pekerjaan dan tempat tinggal barunya.
"Bagaimana jika kau kemari di akhir pekan? " tanya Hanif tiba-tiba, Kimmy yang sedang lambat berpikir sepertinya justru masih bengong. "Sepertinya aku juga tidak tahan karena merindukanmu," jujur pria itu dan seketika d**a Kimmy ikut kembali bergelepar hangat tapi membuatnya berdebar dan takut.
Tentu Kimmy juga sedang sangat merindukan Hanif nya. Andai pria itu dekat, Kimmy akan meraihnya sekarang juga, memeluknya erat hingga tidak ingin melepaskannya lagi. Karena sepertinya memang hany itu obat mujarab yang bisa meredakan seluruh nyeri di dadanya. Kali ini Kimmy benar-benar sedang rela menukar apapun untuk bisa membawa pria itu ke hadapannya.
"Tapi aku tidak yakin orang tuamu akan mengijinkan."
"Aku akan bicara, jika kau mau, dan aku juga bisa memintakan ijin pada Tristan jika kau ingin libur beberapa hari. "
"Aku baru bekerja dua hari, Bang, " Kimmy mengingatkan, jika akan aneh bila dia sudah minta cuti.
Saat itu juga Kimmy jadi berpikir, jika dia tiba-tiba berhenti bekerja pasti Hanif lah orang pertama yang akan curiga. Tentu Kimmy tidak mau Hanif jadi bertanya-tanya. Karena Kimmy sendiri juga tidak yakin sampai sejauh mana dirinya nanti sanggup mengarang berbohong.
******
Akhirnya Kimmy memutuskan tetap kembali bekerja. Walau rasanya tidak masuk akal untuk membawa dirinya kembali menemui Tristan Murai. Tapi Kimmy merasa lega karena Trista sepertinya benar-benar menjalankan kata-katanya untuk tidak mengganggunya di kantor.
Tristan masih bersikap biasa, hanya sempat menoleh sebentar ke ruangannya saat pria itu melintas pagi tadi.
"Lihat, andai dia tidak tampan pasti sudah kukutuk dia jadi kucing persia" komen Jacline setelah Tristan sempat menoleh mereka meski hanya sepersekian detik tapi wajah dingin dan angkuhnya itu yang menyebalkan.
"Kenapa kucing persia? " tanya Kimmy agak heran.
"Karena aku alergi dengan bulunya."
"Aku lebih alergi dengan buaya, " timpal Kimmy yang tiba-tiba merasa konyol.
"Tapi sepertinya dia lebih parah dari buaya." Jacline langsung menyeringai ngeri ketika sembari menggeleng cepat kepada Kimmy.
"Pernah beberapa kali aku harus memboking tiga kamar hotel untuknya. " Dari Ekspresi Jacline bisa di bayangkan jika wanita itu sedang mual hanya dengan mengingatnya. Sementara otak Kimmy nampaknya malah belum cair karena dia hanya bengong. "
"Aku tidak percaya jika itu juga termasuk pekerjaan kita. "
"Kau pikir untuk apa dia menggaji kita mahal? Karena untuk dia suruh sewaktu-waktu!"
Kimmy masih Syok dan belum berani berkomentar. Karena tiba-tiba dia ikut mual membayangkan bagaimana jika Jacline sampai tahun jika dirinya juga pernah merangkak ke atas ranjang seorang Tristan Murrai.
"Itulah kenapa kubilang aku mual di minggu pertama bekerja untuknya."
"Tristan punya banyak kekasih? " tanya Kimmy yang terdengarasin sangat polos.
"Dia suka di layani para profesional, orang seperti Tristan tidak akan mau repot melibatkan hati dengan wanita. Karena dia punya uang untuk membeli semua yang dia mau."
Nampaknya Kimmy baru paham dan sadar betapa cupu dan bodoh dirinya selama ini.
"Kau pasti juga tidak akan pernah menyangka berapa yang bisa Tristan habiskan hanya untuk wanita dalam semalam, dan yang jelas lebih banyak dari gajiku selama empat bulan." Jacline memutar bola matanya yang sipit hingga nampak lucu meskipun sebenarnya Kimmy masih merinding.
"Tapi yang kudengar dulu kekayaannya juga berasal dari kejahatan, " Tambah Jacline sambil berbisik dan mulai bergosip.
"Kejahatan! " kutip Kimmy semakin ngeri.
"Tristan memang mewarisi banyak kekayaan dari orang tuanya. Ayahnya memiliki banyak tempat hiburan malam dan kasino, bahkan sampai sekarang Tristan masih mengelola beberapa kasino besar di Makao dan Vegas."
"Ya, aku pernah sekilas mendengar itu dari bang Hanif. "
"Tristan baru memulai bisnis properti selama beberapa tahun belakangan ini. Mungkin dia mau merubah image dari nama besar ayahnya yang nanti bisa kau googling sendiri di internet."
Tanpa ingin menanggapi becandaan Jaclien Kimmy hanya menggeleng cepat " Lantas bagai mana dengan Pamela? " iseng Kimmy untuk bertanya karena tiba-tiba dia juga penasaran.
"Saudarinya itu sama saja, dia paling suka menyusahkan hidupku. "
Untuk yang ini sepertinya Kimmy langsung setuju. Kimmy ingat waktu dirinya harus reservasi restoran untuk makan malam, banyak sekali list peraturan yang semuanya dari Pamela.
"Mungkin wanita cantik memang harus banyak maunya."
"Tristan hanya terlalu memanjakannya, dan akan menuruti apapun kemauannya."
"Dan dia juga tidak pernah suka jika ada wanita cantik di ruangan ini."
"Kenapa kau jadi menatapku? " protes Kimmy karena tiba-tiba merasa seperti sedang di tuduh atau dikoreksi dengan mata sipit Jacline yang nampak jeli.
"Hati-hatilah karena kau cantik dan pagi tadi kulihat Trista melirikmu," tunjuk Jacline mengunakan pulpen yang dia putar mengunakan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Jangan konyol, " tepis Kimmy pura-pura acuh tapi masih berjengit dengan punggung kaku.
"Kau pikir sejak kapan dia sudi menoleh ke ruangan kita ini, " gumam Jaclien yang sudah sambil melanjutkan sisa pekerjaannya.
Kimmy hanya pura-pura tidak mendengarkan, karena dia takut Jancline kembali membahas perkara itu lebih lanjut. Nampaknya Jacline tidak hanya cerdas tapi juga jeli luar biasa. Nampaknya Tristan memang hanya merekrut para jenius, kecuali dirinya. Wajar kalau tiba-tiba Kimmy berkecil hati dengan kemampuan standardnya. Kimmy sadar, jika tidak akan mungkin bisa di terima bekerja di sini jika bukan karena relasi dari tunangannya. Terlepas dari semua akal licik Tristan, tapi sepertinya dia memang benar-benar menyukai Bang Hanif seperti yang di katakan Jacline.
Selepas jam kantor Kimmy langsung pulang kerumah dan menolak ajakan Jacline untuk ikut makan malam bersama rekan-rekannya. Begitu baru memasuki rumah ibu Kimmy langsung menyambutnya dengan pertanyaan mengenai rencana akhir pekan ke Singapore. Padahal seingat Kimmy dia belum menyampaikan hal itu pada siapapun. Kecuali, tentunya bang Hanif sendiri yang sudah lebih dulu membahasnya.
Jika melihat lampu hijau dari keceriaan ibunya nampaknya Kimmy semakin yakin jika tunangannya itu memang punya ilmu pelet. Ingat bukan hanya kedua orang tuanya saja yang akan meloloskan semua permintaannya, bahka manusia seperti Tristan Murai pun juga memberinya posisi spesial.
"Kupikir Ayah dan Ibu tidak akan mengijinkan. "
"Kami percaya Hanif akan bisa menjagamu, dan lagi pula kalian juga sudah bertunangan. " Senyum ibu Kimmy terlihat lembut ketika kemudian mengedipkan sebelah mata untuk menggoda putrinya.
Begitu masuk ke kamar Kimmy benar-benar sudah tidak sabar untuk langsung menelpon Bang Hanif dan sempat pura-pura protes dengan kejutanya.
"Aku sudah boking tiket untukmu akhir pekan ini. "
"Bagaimana bisa kau tidak menanyakan persetujuanku sama samasekali. "
"Karena aku sudah sangat rindu, Kim. Aku tidak menyangka jika berjauhan darimu tenyata berat dan sepertinya aku tidak akan sanggup lagi."
"Jangan terus menggodaku. "
"Apa dosa jika aku merindukanmu. "
"Ya, Bang masih dosa, " goda Kimmy membalas keisengan kekasihnya yang suka terlalu berterus terang untuk membuat kedua pipinya selalu merona.
"Mungkin kita bisa mempercepat pernikahanya. "
Tiba-tiba Kimmy terdiam sampai Hanif harus memanggilnya dua kali karena mengira gadis itu sudah ketiduran.
"Istirahatlah jika kau capek, mungkin aku hanya mengganggumu."
"Tida, Bang. Tidak, aku masih mau mendengarkan suaramu, " rengek Kimy masih terdengar manja seperti biasanya.
Sebenarnya barusan Kimmy hanya takut, dan sangat takut bagaiman jika nanti mereka benar-benar sudah menikah dan Hanif mengetahui jika dirinya sudah tidak perawan. Rasanya mengerikan dan Kimmy masih belum sanggup memikirkan hal itu sekarang.
******
Seharusnya Kimmy merasa lega saja dan tidak perlu memikirkannya dulu karena ia sedang bahagia sebab akhir pekan ini rencananya dia akan bertemu Hanif. Tapi nyatanya sudah tiga hari Kimmy sama sekali tidak bisa tidur nyenyak atau konsentrasi dengan pekerjaannya. Siang ini saja Jacline sampai harus menegurnya dua kali karena kebanyakan bengong dan tidak nyambung saat diajak diskusi, sampai dia menyarankan Kimmy untuk ijin pulang cepat karena sepertinya gadis itu benar-benar sedang tidak sehat. Wajah Kimmy pucat seperti orang yang kurang tidur dan juga menolak ajakan Jacline untuk makan siang walaupun sebenarnya dari pagi dia juga hanya mengigit setangkup roti dan selai kacang. Nafsu makanya benar-benar ikut hilang beberapa hari ini.
Padahal Trista juga sudah tidak pernah mengusiknya lagi. Seharusnya hidup Kimmy sudah kembali normal tapi nyatanya tidak sama sekali. Kimmy takut. Sangat takut jika nanti akhirnya Hanif tahu jika dirinya sudah tidak perawan lagi. Jelas itu adalah mimpi mengerikan yang cepat atau lambat memang harus Kimmy hadapi.
Sepertinya ini memang masalah yang harus segera ia pikirkan, karena mustahil dia bisa hidup dengan ketakutan seperti ini setiap hari. Apa lagi jika mengingat perkataan tunangannya yang berniat untuk mempercepat pernikahan mereka. Kimmy yakin jika orang tuanya juga pasti akan langsung meloloskan keinginan Bang Hanif.
Apa yang akan terjadi jika nanti akhirnya pria yang sangat dicintainya itu tahu jika ternyata dia bukanlah laki-laki pertama yang menyentuhnya. Bayangan mengerikan itu terus berputar-putar di kepala Kimmy sampai perutnya mulai mual tiap kali mulai memikirkannya. Bagaimanapun setahu Hannif dirinya adalah gadis baik-baik. Gadis baik-baik yang ternyata sudah membiarkan pria macam Tristan Murai berulang kali menyetubuhinya. Semua bencana ini memang karena Tristan dan kebodohannya sendiri.
Diam-diam kimmy kembali mengecek janji temu Tristan hari ini. Trista sepertinya memang sedang tidak ada janji karena menurut Jacline dia juga minta untuk mengosongkan jadwalnya sejak kemarin dan sama sekali tidak menyuruh mereka untuk menyiapkan apapun untuk keperluannya hari ini. Artinya Trista mungkin sedang berada di rumah.
Akhirnya Kimmy mengikuti saran Jacline untuk ijin pulang cepat walaupun dia tidak mengatakan jika sebenarnya mau kemana karena Kimmy sendiri sebenarnya juga tidak menyangka jika bakal membawa dirinya kembali ke sana.
Kimmy masih menyimpan kartu akses untuk masuk ke apartemen Tristan, dia hanya berharap semoga Tristan belum memblokir kartunya, karena dia tahu jika untuk menemui Tristan juga tidak akan mudah tanpa membuat janji terlebih dahu. Setelah menggesek kartu, Kimmy di persilahkan untuk menempelkan sidik jari pada layar pemindai. Pintu lift langsung otomatis terbuka dan Kimmy merasa lega untuk sesuatu yang sebenarnya sangat tidak layak untuk di kategorikan melegakan. Karena rasanya dia seperti sedang membawa dirinya sendiri menuju neraka yang lain.
Lift tersebut membawa Kimmy naik ke lantai apartemen Tristan. Ketika pintu lift kembali terbuka Kimmy hanya melihat ruangan luas yang sangat sepi. Kimmy sempat khawatir jika dirinya akan di anggap sebagai penyusup yang masuk ke properti orang tanpa ijin. Nyaris seperti rumah kosong tak berpenghuni, bahkan Philips yang biasanya langsung menyambutnya di depan pintu juga tidak ada. Apa mungkin Tristan memang sedang tidak berada di rumah, lagi pula Kimmy memang datang tanpa janji.
"Tristan ..." panggil Kimmy beberapa kali, sembari melihat ke beberapa ruangan yang memang sepi.
Kimmy masih berdiri di tepi kolam renang dan kembali menengok arloji di pergelangan tangannya. Tidak mungkin juga Tistan masih tidur di jam seperi ini. Kecuali dia sakit atau habis begadang semalaman. Tapi untuk sekedar memastikan Kimmy pun langsung naik ke lantai atas menuju kamar Tristan.
Sama seperti ruangan yang lainya di sana juga nampak sepi tapi saat melewati lorong Kimmy melihat pintu kamar Tristan sedang terbuka. Kimmy sedikit lega karena seharusnya Trista ada. Dia pun buru-buru berjalan lebih cepat dan seketika langkahnya terhenti di tengah pintu dengan otak kosong yang susah dicerna.
Kimmy melihat pamela yang tidak mengenakan pakaian sama sekali sedang terengah-engah di atas tubuh Tristan sembari meremas d**a telanjangnya sendiri. Wanita itu melenguh penuh kenikmatan ketika sedang bergerak di atas tubuh pria yang telentang di bawahnya. Tristan masih mencengkaram pinggul pamela dan terus mendorong wanitanya agar tidak berhenti. Sepertinya mereka berdua memang sedang sangat menikmati persetubuhan tersebut hingga tidak sadar jika Kimmy masih membeku di tengah pintu.
"Maaf!" ucap Kimmy ketika kedua pasangan yang masih saling menyatu itu menoleh padanya, dan nampak sama terkejutnya.
Kimmy benar-benar menyesal karena harus melihat pemandangan tersebut, dia pun buru-buru berlari dan pergi turun melewati tangga manual tanpa peduli untuk masuk ke dalam Lift lagi.
Kimmy mual dan hanya ingin muntah sekarang juga karena jijik, sangat jijik. Walaupun sudah tahu jika Tristan adalah pria berengsek tapi Kimmy memang masih tidak bisa membayangkan bagaimana Trista juga tega menyetubuhi saudarinya sendiri.
Kimmy hanya ingin buru-buru pergi kabur sejauh-jauhnya dari kekacauan mengerikan ini. Tapi ternyata Philip sudah berdiri di depan pintu.
"Maaf, Nona Kim. Tuan menyuruh Anda untuk menunggu. "
"Mustahil!" pekik Kimmy sembari meremas perutnya.
Wajah Kimmy semakin pucat dan tidak tahan ingin muntah.
"Dimana toilet?" tanya Kimmy dan Philip hanya nampak bingung.
"Aku mau muntah...!"
Baru saat itu Philip menunjukkan arah toilet yang paling dekat di bawah tangga.
Setelah muntah beberapa kali Kimmy kembali membasuh mukanya dengan air dari kran.
Philip yang merasa kasian menghampirinya dengan membawa segelas air mineral.
Philip ternyata pria yang baik bahkan membantunya mengambilkan tisu dan handuk kecil.
"Nona Pamela baru pulang dari Moskow biasanya mereka akan agak lama, " terang Philip begitu Kimmy selesai mengeringkan wajahnya dengan handuk.
"Bukankah meraka saudara? "
Pria itu hanya mengangguk.
"Oh!" Kimmy tiba-tiba kembali ingin muntah lagi sampai Philip menawarkan diri untuk memijit punggungnya. Sebenarnya tidak ada apa-apa yang dapat Kimmy muntahkan karena dia juga belum mengisi perutnya sejak pagi.
"Berapa wanita yang biasa tidur dengan tuanmu?" tanya Kimmy setelah kembali menyeka mukanya dengan air dingin.
"Ada beberpa."
"Apa pamela tahu?"
"Sebagian."
"Nona Pamela menikah tahun lalu tapi penikahannya tidak berhasil karena hanya bertahan beberapa bulan."
"Paman..."
Kimmy tidak tahu apa pria itu tidak keberatan jika dia menyebutnya seperti itu.
"Berapa lama biasanya Tristan akan bosan dengan wanitanya? tanya Kimmy setelah sempat mempertimbangkannya sejenak.
Tapi kali ini Philip tidak menjawab dia hanya mengulurkan handuk baru untuk Kimmy.
"Sebaiknyaku antar Anda untuk menunggunya."
"Mari...." ajak Philippe.
Kimmy terpaksa mengikuti. Selain tidak memiliki pilihan sepertinya Kimmy juga tidak ingin merepotkan pekerjaan pria itu.
Phillipe mempersilahkanya menunggu di sofa melengkung yang menghadap ke kolam. Tempat biasaya Kimmy menunggu Tristan dan tempat di mana dirinya juga pernah di setubuhi dan di pertontonkan di depan Philip.
Kimmy kembali menatap pria yang masih berdiri di depannya itu, "Aku tidak apa-apa kau bisa pergi. "
Baru kemudian Phillip berani permisi untuk meningalkan Kimmy sendiri.
Setelah menunggu lewat setengah jam akhirnya Tristan turun untuk menemuinya. Pria itu masih mengenakan jubah mandi dengan rambut basah yang nampaknya juga asal ia sisir dengan jari.
"Kau tidak bilang akan datang."
"Maaf sudah mengganggu kalian," kata Kimmy dengan canggung dan belum bisa bicara lagi ketika Tristan masih menatapnya sambil berdiri.
"Untuk apa kau kesini?" tanya Tristan yang sepertinya juga sedang tidak ingin ber basa-basi.
"Aku menginginkan keperawananku?" Kimmy balas menatap pria di depannya.
"Apa maksudmu? "
"Kau bilang aku bisa minta apapun padamu. "
"Untuk apa?" heran Tristan
"Aku tidak bisa menyerahkan diriku yang seperti ini pada suamiku, " jujur Kimmy, masih menatap Tristan yang jadi tak bergeming.
"Akan kulakukan apa pun asal kau bisa mengembalikan keperawanku."
Tristan masih diam dan berpikir sambil memperhatikan Kimmy yang nampaknya memang benar-benar rela melakukan apapun demi tunangannya itu.
"Kuharap kau tahu arti ucapanmu sendiri!" tegas Tristan dengan nada dingin.
Kimmy mengangguk.
Setelah membiarkan Kimmy pergi, Tristan segera kembali ke kamarnya.
"Aku tidak percaya sekarang kau juga meniduri tunangan karyawanmu!" cemooh pamela begitu melihat pria itu kembali menghampirinya. Padahal setahu Pamela biasanya Tristan hanya mau mengunakan jasa profesional untuk bersenang-senang dan tidak pernah melibatkan diri dengan wanita-wanita yang bekerja padanya.
"Aku tahu dia memang seperti seleramu, Tristan."
Tristan masih mengabaikan ejekan Pamela dan hanya meminta salah satu gelas anggur dari tangan wanita itu.
"Jangan terlalu banyak minum! " tegur Tristan dengan acuh.
"Kau melihat wanita itu saat di klub. Aku hanya tidak menyangka kau bisa secepat ini membawanya ke ranjangmu. Padahal kupikir kekasihnya juga lumayan."
Tristan masih tidak mengatakan apa-apa, dia hanya duduk menjauh sambil membawa gelas dan botol anggur yang baru di buka Pamela. Tristan menggoncang-goncang sisa anggur di gelas bergagang ramping tersebut kemudian menelannya dalam sekali teguk.
****