Prolog
Seorang gadis cantik dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya tampak duduk santai di sudut perpustakaan sambil memegang sebuah buku di tangannya. Ia terlihat begitu fokus membaca buku tersebut, sesekali ia tersenyum senang katika menemukan sesuatu yang menarik dari isi bacaan itu. Jika ada yang memperhatikannya saat ini, mungkin mereka akan menyadari sepasang lesung pipi manis yang muncul setiap kali senyum menghiasi wajahnya.
Karena terlalu asyik dengan bukunya, gadis itu tidak menyadari kehadiran seseorang yang dengan langkah ringan berjalan mendekatinya. Ketika sebuah kecupan mendarat di pipinya, barulah matanya melotot karena terkejut.
“Hai, cantik,” bisik seorang pria yang mengecup pipi gadis itu lalu duduk di sampingnya.
Gadis itu langsung memukul pelan bahu pria tersebut. “Sam, nanti kalau ada yang lihat gimana? Aku malu tahu,” gerutunya sambil berbisik.
Pria yang dipanggil Sam itu tersenyum dan mencubit gemas hidung si gadis berkacamata. “Kamu suka duduk di sudut perpustakaan kayak gini, nggak bakal ada yang lihat kok,” balasnya ikut berbisik.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya dan mendengus kesal. Namun, ia tidak menyadari bahwa ekspresi tersebut justru membuat pria di hadapannya semakin gemas.
Cuppp.
Mata gadis itu kembali melotot ketika Samuel tiba-tiba mencium bibirnya singkat. Refleks, ia menutup bukunya dan mengangkatnya ke depan wajah, lalu menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada yang melihat kejadian tersebut.
“Kamu apaan sih? Nanti kalau ada yang lihat gimana?” desisnya, kali ini terdengar lebih kesal.
Pria yang bernama lengkap Samuel Jonathan itu hanya tersenyum lembut, lalu mengusap penuh kasih puncak kepala gadis di hadapannya. “Nggak akan ada yang lihat, kok, Vanyaku sayang. Nggak boleh apa, sekali-kali aku manja sama pacarku sendiri?”
Gadis bernama Vanya itu menurunkan bukunya perlahan. “Bukan gitu. Aku cuma takut kalau ada yang lihat. Kamu itu baru aja terkenal, loh, setelah syuting film kemarin. Takutnya kalau ketahuan udah punya pacar, malah ganggu karier kamu,” jelasnya lirih.
Samuel mengangguk, memahami maksud kekasihnya. “Iya sayang, aku ngerti kok. Doain aja aku makin sukses, biar bisa pamer ke semua orang kalau kamu pacar aku.”
“Aminnnnn,” jawab Vanya sambil tersenyum bahagia.
*****
Vanya terlihat duduk di sofa ruang tengah sebuah apartemen sambil menyalakan televisi di depannya. Layar televisi itu menampilkan sebuah acara penghargaan yang disiarkan secara langsung.
“Pemenang kategori Pendatang Baru Terfavorit adalah... Samuel Jonathan!”
Vanya tidak bisa menyembunyikan senyum haru dan bahagianya saat mendengar nama pacarnya disebut oleh pembaca nominasi. Jantungnya berdegup kencang melihat Samuel naik ke panggung dan menerima piala kemenangannya.
“Kamu akhirnya berhasil, Sam,” gumamnya pelan.
Gadis itu segera berdiri dan berjalan ke meja makan. Ia tersenyum lebar saat melihat kue ulang tahun yang sudah ia siapkan khusus untuk Samuel.
Hari ini, Vanya sengaja berbohong pada Samuel bahwa ia tidak bisa menonton acara penghargaan secara langsung karena ada tugas kuliah. Padahal, diam-diam ia menyiapkan pesta kejutan ulang tahun di apartemen Samuel.
“Sekarang tinggal nunggu dia pulang,” bisiknya sendiri.
Satu jam berlalu, akhirnya suara pintu apartemen terdengar dibuka dari luar. Dengan cepat, Vanya mengambil kue yang sudah ia siapkan dan berlari ke arah pintu masuk.
“Selamat ulang tahun!” serunya sambil berlari kecil ke arah pintu. Namun, langkahnya terhenti mendadak ketika melihat suasana di depan pintu apartemen yang begitu ramai.
Beberapa pria dan wanita ikut masuk bersama Samuel. Mereka semua menatap Vanya dengan bingung.
“Loh, bukannya lo bilang tinggal sendiri di apartemen, bro?” tanya salah satu pria dengan alis terangkat.
“Iya, katanya keluargamu semua di luar negeri. Jadi ini siapa, Samuel?” sambung yang lain, kini menatap curiga ke arah Vanya.
Samuel hanya diam. Wajahnya tampak kebingungan, tidak tahu harus berkata apa. Sikapnya yang bungkam itu semakin menambah kebingungan orang-orang di sekitarnya.
“Jangan-jangan dia penggemar yang nyusup masuk ke apartemen Samuel?” tuduh seorang wanita sambil menatap tajam ke arah Vanya.
Samuel masih menunduk, tak mengucapkan sepatah kata pun. Keheningannya justru membuat tuduhan itu terasa semakin masuk akal bagi yang hadir.
“Heh, siapa kamu? Ngapain masuk ke apartemen orang tanpa izin?” serang wanita yang tadi.
“Penggemar zaman sekarang serem-serem, ya,” sahut pria lain di samping Samuel. Ia menepuk bahu sahabatnya. “Ini nggak bisa didiemin, bro. Lo harus lapor pihak berwajib.”
Vanya tidak terlalu peduli dengan tatapan curiga maupun hinaan dari orang-orang itu. Yang benar-benar menghancurkan hatinya adalah Samuel—pria yang ia cintai—hanya berdiri diam dan tidak mengatakan apa pun untuk membelanya. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada tidak diakui oleh seseorang yang kita cintai dengan sepenuh hati.