Bab 9

1150 Words
Vanya terlihat berada di dalam sebuah lift sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah video pemberitaan tentang hubungannya dengan Samuel Jonathan. Sejujurnya ia tidak ingin memikirkan tentang masalah ini, tapi entah kenapa ada ras apenasaran dalam diri Vanya tentang bagaimana publik berkomentar terkait hubungan mereka. Udah kubilang kan Ayangku Samuel nggak mungkin menyimpang. Semua orang yang curiga sama hubungan Samuel dan asistennya harus minta maaf sih. Jahat banget fitnahannya. Aku suka banget sama ceweknya Samuel. Dia cantik loh ternyata. Nama cewek itu Vanya kan? Bukannya dia anaknya sutradara Dimas Savadora? Pantes aja Samuel Jonathan sering main di film yang digarap Om Dimas. Ternyata anak mantunya toh, wkwkwkwkw. Nggak suka aku sama si Vanya itu. Muka pas-pasan kaya dia mana pantes sama kesayangan aku Samuel. Cantikan juga aku kok kemana-mana. Padahal Samuel sering main film sama aktris-aktris cantik, tapi kok milih pacaran sama wartawan biasa ya? Walaupun dia anak sutradara ternama, tapi mukanya nggak sebanding dengan lawan main Samuel di film. Vanya melongo membaca berbagai komentar netizen tersebut. “Gue kalah cantik dari cewek-cewek yang main film sama dia. Cihhhhh, baru ngelihatin di foto aja udah sok berkomentar,” gerutunya kesal. Di tengah kegiatannya mengomel, Vanya tiba-tiba melirik ke arah dinding lift yang terbuat dari kaca, dimana di sana ada pantulan dirinya yang sedang berdiri di dalam lift. Wajahnya nampak polos tanpa make up dengan kacamata yang bertengger di wajahnya, lalu rambutnya hanya dicepol dengan beberapa anak rambut yang nampak sedikit jatuh berantakan. Saat ini Vanya hanya mengenakan kaos biasa dengan celana jeans kulot dan sepatu kets. Rasa percaya diri yang tadi ia rasakan beberapa detik sempat terjun bebas. Namun, dengan cepat Vanya menggelengkan kepalanya, berusaha kembali optimis. “Lo bukannya jelek Vanya. Lo Cuma nggak punya waktu buat ngurusin penampilan karena sibuk kera. Kalau lo dandan, pasti lo nggak kalah cantik dari cewek-cewek yang pernah main film sama dia,” gumam Vanya berusaha meningkatkan lagi kepercayaan dirinya. Pintu lift di hadapan Vanya akhirnya terbuka setelah lift tiba di lantai satu. Perlahan ia berjalan keluar dari dalam lift hendak menuju area lobby. Baru dua langkah berjalan, Vanya tiba-tiba menghentikan langkahnya dan kembali berbalik ke arah lift. Ia melihat penampilannya dari pintu lift yang masih bisa memantulkan dirinya, lalu tangannya segera melepaskan pita rambut yang ada di kepalanya dan kembali mengikat rambutnya lebih rapi dari sebelumnya. Melihat penampilannya yang sudah sedikit rapi membuat Vanya tersenyum puas. Ia kembali membalikkan badannya dan berniat melanjutkan perjalanannya. Namun, baru dua langkah berjalan, gadis itu kembali menghentikan langkahnya. “Apa gue ke toilet dulu ya buat cuci muka?” gumam Vanya yang terlihat berpikir keras saat ini. Ketika merasa yang dipikirkannya ada benarnya, Vanya segera mengubah arah langkahnya menuju toilet. Ketika kaki Vanya sudah akan masuk ke dalam area toilet, ia kembali menghentikan langkahnya. “Ngapain gue repot-repot ngerapiin penampilan gue? Bodo amat dibilang nggak secantik lawan mainnya dia, harusnya itu nggak penting dong buat gue. Dari dulu kan penampilan gue kaya gini, jadi kenapa harus berubah hanya biar dinilai pantas sama dia.” Vanya segera mengurungkan niatnya untuk masuk ke toilet dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju area lobby gedung apartemen. Ia memutuskan menunggu Samuel yang akan menjemputnya di tempat itu. ***** Entah sudah berapa kali Vanya melihat jam di pergelangan tangannya. Ia nampak berdiri gelisah sambil terus memperhatikan mobil yang masuk ke dalam area gedung apartemen. Sudah hampir satu jam gadis itu menunggu Samuel yang tadi mengatakan akan menjemput dirinya dari apartemen Raisa. “Ini dia ngerjain gue apa gimana sih?” gumam Vanya yang mulai merasa kesal menunggu terlalu lama. Vanya semakin merasa tidak nyaman berdiri di depan lobby gedung apartemen. Sejak tadi, beberapa kali Vanya menyadari bahwa orang yang berlalu lalang di dekatnya beberapa kali terus melirik ke arahnya. Melihat berita tentang dirinya dan Samuel yang masih sangat hangat dan heboh saat ini, tentu saja orang-orang yang meliriknya itu pasti mengenal dirinya sebagai kekasih dari seorang aktor ternama Samuel Jonathan. “Udahlah, mending gue pesen taxi online aja.” Vanya mulai tidak merasa nyaman menunggu di depan publik saat ini. Ia akhirnya merogoh saku celananya untuk mengeluarkan ponsel dan bersiap memesan tai online. Baru saja tangan Vanya bergerak di atas layar ponselnya, sebuah van berwarna hitam terlihat berhenti di depan dirinya. Hal itu membuat Vanya berdiri terdiam, menatap bingung pada Van tersebut. Pintu mobil van di hadapan Vanya mulai terbuka, saat itulah terlihat Samuel Jonathan yang keluar dari mobil dengan senyuman manis di bibirnya kemudian berjalan perlahan menghampiri Vanya yang masih berdiri kaku menatapnya. “Hai,” sapa Samuel ketika sudah berada di hadapan Vanya. “Maaf ya nunggu lama,” ujar Samuel dengan nada suara yang begitu lembut berbicara dengan Vanya. Ekspresi wajah Vanya saat ini terlihat seperti akan memakan pria yang berdiri di hadapannya ini. Tangannya bahkan sangat gatal ingin menjambak rambut pria itu. Samuel tentu saja menyadari ekspresi wajah Vanya saat ini. Ia perlahan maju satu langkah agar lebih dekat dengan Vanya, lalu perlahan membungkukkan diri hingga wajahnya sejajar dengan gadis itu. “Banyak yang merhatiin kita saat ini,” bisik Samuel mengingatkan Vanya kalau mereka sedang bersandiwara sebagai sepasang kekasih. Sekuat tenaga Vanya berusaha mengubah ekspresi wajahnya, hingga akhirnya sebuah senyuman bisa terpatri. “Aku nggak lama kok nungguin kamu. Cuma sedikit bikin kaki pegel aja,” ujar Vanya menjawab perkataan Samuel sebelumnya. Nada bicara gadis itu memang berubah lembut, tapi tetap saja tersirat sebuah sindiran di dalamnya. Samuel tidak bisa menahan tawanya melihat sikap Vanya saat ini. Vanya berusaha menahan ekspresi wajahnya di tengah keterkejutan melihat tangan Samuel yang bergerak ke arahnya dan mulai mengusap lembut puncak kepalanya serta beberapa kali merapikan anakan rambut Vanya yang sedikit berantakan. “Lucu,” gumamnya. Vanya benar-benar dibuat kesal melihat tingkah Samuel yang nampak sok romantis ini. Ia benar-benar tidak tahan berlama-lama dalam situasi saat ini. “Kita pulang sekarang yuk,” pinta Vanya yang dengan cepat meraih tangan Samuel yang ada di puncak kepalanya lalu menarik pria itu memasuki mobil. Begitu masuk ke dalam mobil, Vanya menyadari bahwa Samuel tidak datang sendiri menjemput dirinya. Ada dua orang pria yang duduk di kursi depan sedang menatap dirinya saat ini, yang satu nampak tersenyum ramah sedangkan yang duduk di kursi kemudi hanya berekspresi datar. “Halo Vanya, salam kenal,” ucap pria yang berekspresi ramah menyapa Vanya. Vanya hanya tersenyum sekilas tanpa berniat membalas sapaan tersebut. Namun, Vanya menyadari bahwa kedua pria yang duduk di kursi depan itu terus menatap ke arahnya dan Samuel. “Ini mobilnya belum jalan?” Tanya Vanya kebingungan. Ketiga pria yang duduk di mobil yang sama dengan Vanya nampak terdiam dan hanya menatap ke arah Vanya. Merasa ada yang tidak beres, Vanya segera mengikuti arah pandang mereka dengan sedikit menundukkan wajahnya. Saat itulah Vanya menyadari bahwa dirinya belum melepaskan genggaman tangannya di tangan Samuel. Dengan cepat gadis itu menarik kuat tangannya kemudian menghimpit tubuhnya ke arah pintu mobil agar jaraknya semakin jauh dari Samuel. Ya ampun Vanya. Lo kenapa jadi malu-maluin gini sih? batin Vanya merutuki kebodohannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD