Bab 11

1328 Words
Vanya Ria Salvadora nampak berjalan santai memasuki ruang kantornya. Sepanjang perjalanan dari area lantiai bawah gedung kantor hingga sampai di depan meja kerjanya, tidak henti-hentinya gadis itu ditatap oleh semua orang yang berpapasan dengannya. Sebelum bersiap pergi kerja tadi Vanya sudah melihat berita yang cukup panas di sosial media saat ini. Terlihat beberapa potret dari paparazi yang mengabadikan momen saat Samuel menjemputnya dari apartemen Raisa kemarin malam. Dirinya berprofesi sebagai seorang wartawan, tapi Vanya tetap saja merasa takjub dengan kelihaian para wartawan lain dalam mengambil foto dirinya dan Samuel, bahan hanya dalam beberapa detik artikel tentang hubungan mereka sudah banyak berseliweran di sosial media. “Pagi semuanya,” sapa Vanya pada ketiga rekan kerja satu timnya yaitu Rino kameramennya serta rekan penulis artikelnya Intan dan Dewi. “Pagi Vanya,” balas ketiga orang tersebut sambil memberikan senyuman ramah. Berbeda dengan rekan-rekan satu timnya, anggota dari tim reporter lain yang berada tidak jauh dari meja kerja mereka nampak saling berbisik-bisik sambil melirik ke arah Vanya. Tatapan mata mereka tentu saja terlihat julid dan seperti tengah menilai dirinya saat ini. “Nggak nyangka gue jadi makin dilihatin sama anak-anak tim sebelah tuh,” bisik Vanya pada ketiga teman rekannya itu. Rino, Dewi dan Intan tentu saja langsung tertawa kecil mendengar perkataan Vanya. “Selama ini mereka udah kesel karena kamu yang sering dapetin berita yang juga sedang mereka incar, ditambah berita hubungan kamu sama Samuel Jonathan. Udah dipastikan tuh, kamu jadi bahan omongan mereka lagi loh,” bisik Intan yang mejanya berhadapan dengan Vanya. Vanya nampak mengangkat kedua bahunya santai kemudian meletakkan tas dan peralatannya lalu duduk di kursi kerjanya. “Udah biasa kok aku diomongin. Bodo amat lah, toh bukan mereka yang ngegaji aku kan,” jawabnya dengan nada santai. Rino langsung memberikan jempol pada Vanya dengan tatapan bangga. “Ini yang bikin gue seneng kerja sama lo. Sifat bodo amat dan nggak tahu malu lo ini yang selalu buat kita berhasil dapat berita yang bagus.” Vanya memicingkan mata menatap tajam pada pria yang duduk di sampingnya. “Ini sebenarnya pujian atau hinaan ya?” Intan dan Dewi tentu saja langsung tertawa mendengar perkataan Vanya. “Udah-udah, lanjut kerja gih kalian. Gue mau ngecek blog gue dulu sebelum lanjut ngedit artikel.” Ketiga orang yang sedari tadi asyik mengobrol dengan Vanya segera memberikan anggukan dan mulai fokus dengan komputer mereka masing-masing. Seperti rekan kerjanya yang lain, Vanya segera menyalakan komputer di hadapannya. Begitu layar komputer sudah benar-benar menyala, ia langsung membuka chrome dan log in ke halaman blog miliknya. Dari masa kuliah Vanya memang sudah memiliki hobi menulis blog. Biasanya isi blog miliknya membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik dan sastra, bahkan Vanya yang suka membaca buku dan novel juga sering menggunakan blognya untuk mereview buku dan novel yang pernah ia baca. Ketika sudah masuk ke halaman blognya, Vanya tersenyum lebar ketika melihat ada pesan masuk ke dalam blognya. @Bintang: Gimana dengan Novel Tere Liye yang judulnya “Teruslah Bodoh, Jangan Pintar”? Aku baru baca setengah sih, tapi entah kenapa penggambaran ceritanya terlalu lambat. Apa ada saran buat diterusin atau nggak? User bintang yang mengirim pesan di blog Vanya ini adalah salah satu pembaca setia Vanya dari pertama kali ia membuka blog ini. Dirinya sama sekali tidak tahu siapa orang dibalik username tersebut, entah nama ataupun jenis kelamin orang itu. Yang pasti mereka sudah saling bertukar pesan di blog selama lebih dari lima tahun tanpa benar-benar saling mengenal. Walau Vanya tidak tahu siapa teman onlinenya itu, mereka sudah membicarakan banyak hal selama ini. Entah seputar kegiatan sehari-hari, maupun tentang buku atau novel yang tengah mereka baca dan hubungannya dengan kehidupan mereka. Tanpa menunggu lama Vanya langsung mulai menggerakkan jarinya di atas keyboard komputer miliknya untuk membalas pesan tersebut. @AnyaRia : Awal cerita alurnya emang sedikit lambat, tapi plis dilanjutin aja deh. Ceritanya bakal mulai seru di pertengahan hingga akhir. Aku nggak mau kasih spoiler, tapi yang pasti isi buku ini dipaparkan dengan kalimat yang cukup realistik dan bisa menggambarkan realita keadaan yang terjadi di negara kita saat ini. Setahu aku kamu kan suka tipikal novel yang menjelaskan sebuah cerita sesuai realita dan penjabaran yang cukup realistis, jadi aku yakin di bab sepuluh dan seterusnya kamu bakal nemuin titik awal ketertarikan kamu dengan novel itu. Setelah selesai mengetik jawaban itu Vanya langsung menekan tombol enter sehingga pesan tersebut angsung terkirim pada Bintang. Tidak sampai beberapa detik sebuah balasan pesan langsung muncul kembali. “Ternyata dia lagi aktif,” gumam Vanya yang terlihat bersemangat. Tanpa menunggu lama ia langsung membuka pesan yang baru masuk itu. @Bintang : Seperti biasa, kamu emang paling ngerti selera dan kesukaan aku tentang sebuah buku. Jadi, gimana progres buku yang rencananya bakal kamu tulis? Udah ada kemajuan? Membaca pesan tersebut membuat senyuman di wajah Vanya langsung menghilang. Dengan wajah cemberut ia mulai menggerakkan kembali jemarinya di atas keyboard untuk membalas balasan. @AnyaRia: Nggak ada perkembangan L. Sibuk nyari berita dan ngedit artikel ditambah deadline kerjaan lainnya ngebuat aku lebih memilih memanfaatkan waktu luang yang tersisa sedikit itu untuk istirahat. Kalaupun dipaksa buat nulis, nggak ada ide yang bakal mengalir dari otak aku. Punya ide nggak biar aku bisa mengatasi masalah ini? Vanya terdiam menatap layar komputer menunggu balasan pesannya. Seperti dugaannya, hanya beberapa detik pesan balasan kembali muncul dan membuatnya tersenyum senang. @Bintang : Jangan terlalu forsir diri kamu sendiri. Let it go aja, angan semua hal dipaksakan untuk selesai dengan cepat. Jalan pelan-pelan dan pastiin kapan jari kamu siap untuk mulai bergerak sesuai naluri otak kamu. Selama apapun kamu nyelesaiin buku itu, aku berharap bakal jadi orang pertama yang bisa baca buku kamu nanti. Vanya semakin lebar tersenyum membaca pesan tersebut. Rino yang duduk di samping Vanya mulai menyadari temannya itu terus tersenyum menatap layar komputernya. Dengan rasa penasaran ia mencondongkan tubuhnya ke arah Vanya untuk mengintip sedikit layar komputer gadis itu. “Pantesan aja senyum-senyum terus. Ternyata lagi chatan sama temen online misteriusnya,” ujar Rino dengan nada mengejek. “Udah deh, nggak usah ganggu.” Rino tertawa kecil mendengar respon Vanya yang terkesan jutek. “Btw lo sama dia masih belum ketemuan juga sampai sekarang? Kalian udah cukup lama kan saling chatingan kaya gini?” Vanya memberikan gelengan pelan. “Kita nggak ada rencana buat ketemu sih. Rasanya lebih nyaman jadi teman online yang nggak saling mengenal di real life. Jadi vibes excited buat nunggu dan balas chat dia itu tetap ada.” Rino tentu saja melongo bingung dengan jawaban Vanya yang menurutnya tidak masuk akal itu. “Emang lo nggak penasaran gitu dia siapa? Seenggaknya tahu kek dia cowok atau cewek. Gue lihat obrolan kalian itu selalu nyambung dan seru loh selama ini, apalagi kalian kaya udah saling memahami satu sama lain. Kalau ternyata dia cowok, kan lumayan tuh bisa jadi jodoh.” “Astaga, lo pikir ini dunia sinetron. Gue Cuma ngerasa ngobrol sama dia itu seru dan nyambung untuk ngebahas hobi dan kesukaan kita di bidang sastra. Selain dari itu, gue nggak pernah mikir yang aneh-aneh.” Rino memicingkan mata menatap lekat pada Vanya. “Yakin cuma ngobrolin hobi kalian seputaran sastra? Gue inget tahun lalu pas lo ulang tahun dia sampai ngirim buket bunga dan brownies kesukaan lo ke kantor loh. Lo juga pernah ngirimin dia beberapa buku novel terjemahan yang cukup langkah dan nggak muda di dapat.” “Ya itu kan hanya bentuk perhatian sebagai temen,” ujar Vanya. Entah kenapa tingkahnya mulai sedikit salah tingkah karena ucapan Rino. Rino mengangguk dengan wajah yang seperti semakin mengejek. “Ya iya temen. Tapi kalau udah sedeket itu minimal tahu la nama sama jenis kelaminnya. Gue rasa kalau dia cowok nggak ada salahnya untuk mengenal lebih dalam kan? Toh obrolan kalian berdua selalu seru dan nyambung kan.” Setelah mengatakan hal itu Rino mulai kembali fokus pada pekerjaannya lagi. Vanya terdiam cukup lama sambil menatap layar komputernya yang menampilkan ruang obrolannya bersama teman onlinenya bintang. Entah kenapa Vanya mulai sedikit merasa penasaran dengan orang yang selalu bertukar pesan dengannya ini? Sebenarnya orang seperti apa dia?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD