Bab 23

1468 Words

Di meja ruang rapat lantai dua duduk Vanya,Rino, Dewi dan Intan yang menunggu dengan gugup. Ruangan tersebut terasa jauh lebih dingin dibanding biasanya. Bukan karena suhu AC yang terlalu rendah, melainkan karena atmosfer mencekam yang menggantung sejak mereka duduk di sana—diam, membatu, menanti kedatangan badai yang sudah pasti datang. Pintu terbuka dengan keras. Pak Dipo, Direktur Siaran, melangkah masuk dengan langkah cepat, diikuti oleh Putry, wajahnya kaku dan tegang. Dipo tidak langsung duduk. Ia berdiri di ujung meja rapat, menyapu semua wajah yang tertunduk dengan sorot mata tajam penuh bara. “Jelaskan pada saya,” suaranya dalam dan tajam, “bagaimana bisa—segmen utama yang sudah dijanjikan ke sponsor, yang sudah ditunggu tim redaksi dan teknis, TIDAK ADA?!” Tak seorang pun menj

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD