12. Racun di Rumah

1361 Words
Janji Amelia untuk datang ke tempat praktek Farhan akhirnya terlaksana, secara kebetulan Farhan baru saja memikirkannya. Amelia sedikit heran karena belum tahu kalau pelayan di rumah nenek Jeni ternyata telah mengadu hal yang bermacam-macam pada Farhan. Sikap Farhan yang menanyakan tentang bagaimana keadaan di rumah nenek Jeni. “Baik, nenek Jeni sangat baik,” jawabnya. Farhan langsung diam tapi terlihat ragu, meski begitu dia langsung menanyakan tentang Rey yang tak ikut bersamanya. “Mana si Tampan? Kenapa tidak ikut?” “Rey diminta tinggal di kamar bersama nenek Jeni. Maaf, Mas aku cuma bawa masakan ini saja, maaf ya tapi rasa terima kasihku ini melebihi rasa masakan yang aku bawa hari ini,” “Oh ya? Terima kasih untuk apa?” tanyanya. “Ya, karena kamu sudah memberiku kesempatan untuk bekerja di rumah mewah itu. Secara kebetulan, kami cocok dan sangat cepat menjadi akrab,”katanya. “Syukurlah, aku tahu yang sebenarnya tentang kamu, pribadimu dan juga tentang semua yang terjadi dalam hidupmu,” “Memangnya kenapa, sih Mas?” “Sudahlah, yang penting nenek cocok sama kamu,” sahutnya cuek. Amelia merasa heran dan kemudian dia menenangkan tentang apa yang membuatnya bertanya seperti itu. “Nggak apa-apa, sudah jangan dipikirkan lagi!” Amelia memandang dengan penuh tanda tanya, tapi kemudian dia menyuruh Farhan makan masakan olahan yang dibawanya. Farhan memandang wajahnya, laku tertawa dan minta Amelia duduk. “Duduklah, temani aku makan ya?” Amelia mengangguk setuju dan menyiapkan makanan yang dibawanya. Satu persatu dibukanya rantang makanan yang dibawanya tadi. Kebetulan pasien sedang kosong tak ada yang antri. Mereka duduk dan Farhan langsung mencicipi masakan Amelia yang memang sudah tahu rasanya bagaimana. “Kamu sudah bertemu cucu nenek Jeni?” tanya Farhan tiba-tiba. “Cucu? Cucu yang mana? Setahuku belum ada yang datang semenjak sih kerja disana,” “Masa belum ada yang datang? Arkana juga katanya sering kesana,” gumamnya heran. “Arkana? Cucu nenek Jeni ya? Ku dengar, memang cucunya bernama Arkana tapi dia jarang datang,” “Mungkin dia sibuk,” “Kasihan nenek Jeni, di masa tuanya tak ada satupun yang datang untuk menjenguknya atau bahkan menghiburnya, sekedar menemaninya pun mungkin jarang,” Farhan terbatuk-batuk. Lalu Amelia memberikan dia minum dan saat menyerahkan minuman itu, tangannya secara tidak sengaja menyentuh kulit tangan Amelia yang halus. “Mel, tanganmu jadi halus semenjak tinggal disana,” ledeknya. Amelia tertawa lalu melempar sebuah daun yang dipetiknya dari sisi jendela tempat dia duduk. Farhan masih saja tertawa padahal masih mengunyah. Amelia menyuruhnya berhenti tertawa dan tidak meledeknya lagi. Kebersamaan keduanya sangat disukai Farhan. Hingga ia pun sering datang ke rumah nenek Jeni dan sering mengajak nenek Jeni serta Amelia dan Rey pergi jalan-jalan. Hal itu makin menguatkan kebencian di hati para pelayan di rumah itu. Amelia menjadi tersudutkan. Tapi belakangan dia baru tahu itu saat ada seorang pelayan menggedor pintu kamarnya dan menyuruhnya melakukan pekerjaan yang belum pernah dilakukannya. “Kamu gantikan aku kuras bak mandi, terus ambil gas, pasang lalu angkat galon!” Amelia yang baru bangun tidur langsung tertegun tapi malah dibentak hingga akhirnya dia menuruti semua perintahnya. Satu orang pelayan ini memang sangat galak dan tak suka jika dia dekat dengan nenek Jeni. Pelayan itu cukup senior di rumah ini. Sudah lama dia bekerja dan mengabdikan diri disini. Nenek Jeni yang bilang padanya. Amelia melakukan semua pekerjaan yang disebutkan tadi. Ia sudah terbiasa bekerja keras makanya hanya diam dan melakukan dengan cepat. Memasang gas juga sudah biasa dilakukan saat berjualan, apalagi kalau cuma mengangkat galon. Tapi setelah semuanya selesai Rey terlihat menangis dan tak mau mengatakan kenapa dia menangis. Amelia sangat cemas karena Rey seperti ketakutan. Ia memeluknya dan menyuruh Rey minum. Tapi saat akan mengambil air minum, dia sangat kaget saat ada seseorang yang melambaikan tangan padanya. “Mbak Amel, sini, aku tahu kenapa Rey menangis,” bisiknya. Suaranya lirih berbisik seperti tak mau ketahuan. Saat dia akan berjalan mendekat ke arah pelayan muda itu, tiba-tiba pelayan senior bernama Rita melotot tajam pada pelayan muda yang bernama Sinta. ** "Amel, aku baru mau menelponmu, tolong ambilkan teh hangat yang baru dibuat pelayan tadi!" Nenek Jeni tersenyum padanya, Amelia memang baru saja datang ke kamarnya setelah selesai dengan tugasnya di dapur. Amelia diminta untuk memasak sayur kesukaannya. Sudah matang sayurnya tapi ternyata berubah pikiran ingin minum teh hangat. Wajah Amelia terlihat murung, Nenek Jeni merasa bersalah karena mungkin penyebab Amelia murung adalah saat kemarin dia mengajaknya pergi tapi lupa membelikan sesuatu untuk Rey. "Kok, melamun begitu? Kamu sudah lelah, ya?" Amelia menggeleng, lalu datang Farhan memecahkan keheningan. "Mel, Rey mana?" Amelia terkejut, ia belum tahu kalau Farhan adalah cucu nenek Jeni. Dia menyuruh Farhan untuk duduk di luar dan dia akan menyusulnya ke depan. Setelah Farhan duduk, barulah Amelia berdiri dan mengingatkan Farhan agar tak lagi datang di saat jam kerjanya. "Lho, memangnya kenapa? Apa nenek melarang ku datang?" tanyanya. "Nggak, bukan itu alasannya, Mas," ujar Amelia. Farhan tertawa, lalu berjalan masuk kembali ke dalam rumah serta mendorong kursi untuk duduk di hadapan nenek Jeni. "Nek, Amel belum tahu siapa aku," ujar Farhan sambil tertawa. Amelia sontak terkejut. Dia tetap berdiri dan menanti jawaban nenek Jeni yang sedang tersenyum sambil meneguk teh hangatnya. "Mel ... dia adalah cucuku, Farhan ini dokter pribadi sekalian juga cucuku. Jabatannya rangkap dan tak bisa tergantikan," Amelia terkejut bukan main kemudian memandang wajah Farhan yang menurutnya sungguh berbeda. Setelah tahu yang terjadi akhirnya dia mulai menjaga sedikit jarak hubungan antara dirinya dengan Farhan. Ada rasa kurang enak saat bekerja setelah tahu status Farhan yang sesungguhnya. Dia merupakan cucu dari seorang konglomerat yang cukup kaya raya dan berlimpah perusahaan dimana-mana. Amelia mulai merasa minder dan tak ingin lagi terlalu dekat dengan Farhan yang sering perhatian pada dirinya dan juga Rey. Seperti saat Rey minta sesuatu dan Farhan langsung mencoba menurutinya, akhirnya dia meminta Rey untuk diam dan menyuruhnya tidak pagi rewel. "Mel, kamu besok ada acara, nggak?" tanya Farhan saat datang lagi ke rumah ini. Farhan baru pulang dari tempat praktek dan memberitahu kalau tempat kos nya mengalami pencurian. Banyak penghuni kos yang barang berharganya dicuri orang yang sudah langsung ketemu siapa pencurinya. "Memangnya aku pernah ada acara, Mas? Kerjaku disini cuma jaga nenek dan Rey juga, jadi ya nggak akan ada acara lainnya lagi," jawab Amelia. Farhan memberinya sebuah bingkisan dan menyuruhnya memakainya nanti malam. "Kita pergi malam ini, aku mau kamu menemaniku ke suatu acara," katanya. Amelia memandang Farhan dengan rasa canggung. Tapi wajahnya benar-benar tertegun karena mendengar ajakan Farhan yang menurutnya sangat mengejutkan. "Mau kemana, Mas?" Farhan tersenyum lalu mengatakan padanya tentang sebuah acara di gedung yang cukup mewah dan elit tempatnya. Farhan minta dia merias dirinya dan menerima ajakannya untuk makan malam. "Ta-tapi ... Mas, yang benar saja?" Farhan mengangguk lalu minta ijin pada nenek Jeni untuk mengajaknya pergi nanti malam. "Rey juga akan aku ajak, Nek," Nenek Jeni ternyata mengijinkan dan malam harinya, Amelia sudah berdandan rapi dan duduk menunggu kedatangan Farhan. Rey masih tidur dan nenek Jeni minta dia pergi sendiri bersama Farhan. Malam itu keduanya memang benar-benar pergi. Bahkan Farhan berpapasan dengan Arkana tapi sayang sepupunya itu buru-buru kemudian pergi meninggalkan acara dan sempat berpapasan dengan Amelia tapi sayangnya Amelia sedang sibuk memilih makanan mana yang akan dicicipinya. Farhan merasa senang karena ternyata pesta berlangsung dengan lancar, dia juga bisa datang dan mengikuti jalannya acara dengan hati yang riang. Amelia mulai merasakan keanehan dalam diri Farhan karena beberapa kali mengajaknya pergi dan jarang makan berdua dan berhadapan. "Mas, kapan kita pulang?" Farhan sedang mengunyah saat ditanya Amelia tentang waktu untuk pulang. "Kamu sudah mau ganti baju, ya?" Amelia tersenyum malu, dia hanya ingin pulang dan merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Setelah dirasa cukup akhirnya Farhan mengantarnya pulang tapi tiba-tiba tangan Farhan menyentuh tangan Amelia dan mencium tangannya. "Mel, makasih ya sudah jadi kekasih dadakan untukku," ucapnya. Amelia tertawa dan menepuk lengannya yang kekar. Sambil berdiri di depan mobil Farhan, dia mencubit pria itu dan berlalu masuk ke dalam rumah. Nenek Jeni ternyata melihatnya dan menggelengkan kepalanya saja. "Nek, belum tidur?" tanyanya. "Belum, nenek minta kamu serius dengan cucu nenek. Dia pekerja keras dan sulit jatuh cinta," ucap nenek Jeni. Amelia tertegun kemudian memilih untuk masuk ke kamarnya dan melupakan ucapan nenek Jeni yang menurutnya aneh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD