11. Jadi Perhatian

1282 Words
Amelia duduk sambil menyuapi Rey yang minta makan kue ulang tahun pemberian nenek Jeni. Dia merasa sungkan tapi Rey terus merengek minta disuapi dan akhirnya dengan berat hati mengatakan pada nenek Jeni untuk minta sepotong kue miliknya. “Rey, nenek Jeni ulang tahun, tapi nenek tidak merayakan beramai-ramai,” ucapnya membuka pembicaraan. Kue itu dia dapatkan memang karena ada acara ulang tahun tapi hanya para pelayan disini yang merayakan bahkan mekbuat kue nya sendiri. Amelia merasa bahwa nenek Jeni benar-benar kesepian. Rey hanya menganggukkan kepalanya, meskipun paham apa yang dikatakannya tadi tapi Rey memilih diam dan tidak banyak bicara. Rey sangat doyan makan kue, setiap menyendokkan satu suapan, Rey akan membuka mulutnya lebar-lebar. “Kamu suka, Rey?” “Su-ka,” jawabnya riang. Amelia sering mengajak Rey bicara karena putranya itu masih belum lancar berbicara. Ia tak mungkin kena speech delay. Sebagai mamanya, wajar dia ingin Rey cepat bisa bicara apalagi menjelang tahun ketiganya. “Mel, Amel!” Suara nenek Jeni terdengar menggema di ruangan atas. Ia segera mengajak Rey ikut dengannya untuk naik ke atas. Seperti biasa, ia dan Rey selalu bersama ketika mendekati nenek Jeni jika membutuhkan sesuatu. “Ya, Nyonya. Maaf, kami ada di bawah,” Wanita tua nan bersahaja itu memandang ke bawah, ke arah tempat dia duduk bersama Rey. Meskipun sudah renta, tapi terlihat sangat baik keadaannya, mungkin efek banyak uang. Sering melihat banyak nenek tua hidupnya susah dan selalu marah-marah. Tapi nenek Jeni, dari raut wajahnya selalu menampilkan guratan senyum yang menawan dan terdapat sisi kebaikan disana. Ia menyukai itu. Tapi, hanya satu kekurangan nenek Jeni, yaitu jarangnya keluarga berkumpul dan memperhatikannya. Selama bekerja disini, tak sekalipun terlihat ada yang perhatian tentang kondisi kesehatannya. Mereka yang sibuk hanya datang lah pergi lagi setelah dirasa cukup untuk sekedar menengok. “Aku menyuruh beberapa orang untuk membersihkan kamar di sampingku ini,” Amelia belum mengerti lalu duduk di bawah untuk mendengar apa yang akan dikatakan selajutnya. Nenek Jeni ternyata menyuruhnya pindah ke kamar atas agar bisa mengurusnya dengan mudah. Wanita itu juga memberinya sebuah HP yang isinya hanya nomor nenek Jeni saja supaya bisa mudah juga dihubungi nantinya. “Besok kamu temani aku jalan-jalan, ya? Bawa juga anak ganteng ini, aku ingin kalian menemaniku seharian di luar,” "Nenek mau jalan-jalan?" "Ya, aku sudah bosan di dalam rumah terus. Sekalian kita belikan anakmu pakaian, sekarang musim panas, jadi pakaiannya yang sedikit pendek supaya tidak gerah," sahutnya lagi. “Ba-baik, Nek,” Amelia mengangguk dan kembali ke kamarnya. Letak kamarnya berada di bawah persis kamar nenek Jeni. Katanya ia diminta pindah tapi nanti setelah semuanya selesai diperbaiki. ** Keesokan harinya, mereka pergi jalan-jalan dan mampir ke beberapa tempat yang cukup ramai sering dikunjungi banyak orang. Nenek Jeni rupanya sangat senang bahkan selalu menggandeng Rey seolah cucunya. Bahkan tak sedikit orang yang menyangka jika Rey itu bukan cucunya, mereka menganggap Rey adalah cucu Nenek Jeni. Amelia hanya tersenyum kala seseorang dari toko pakaian menyebutkan Rey merupakan cucu tertampan yang dibawa sang nenek ke tokonya. "Nek, mereka mengenal nenek?" tanya Amelia bingung. "Ya, aku pelanggan tetap disini. Jarang sekali aku membawa seorang cucu kesini. Mereka tahunya Arkana yang sering aku ajak, padahal dia sudah besar bahkan berjanggut," ujarnya dengan sedikit berkelakar. Amelia tertawa kecil, pelayan disini banyak yang jatuh hati pada cucunya yang tampan, tapi sekarang katanya jarang diajaknya lagi. Setelah semuanya sudah dilakukan, mereka pulang dan Amelia kemudian sibuk mengurus kepindahan kamarnya. Berkali-kali merapikan sendiri kamar yangemang telah siap digunakan itu. Ia menginginkan tirai yang dibawanya dari kos dulu. Warna ungu muda yang diinginkannya. Nenek Jeni mengijinkan dia memasangnya. Bahkan membelikan tirai berwarna ungu serta beberapa barang lainnya yang juga satu warna. Setelah dirasa cukup bersih dan sudah benar-benar siap, Amelia pun kemudian masuk ke kamar lamanya. Dia merapikan semua barang miliknya dan memindahkan sebagian barang yang paling dibutuhkannya. Nenek Jeni memanggil Rey untuk mendekat dan memberinya cake yang disukainya. Rey sangat senang dan langsung menerimanya dengan senang hati. Ia girang bukan kepalang. Cukup banyak tadi makan cake itu tapi ternyata belum bosan juga. Setelah semua barang dipindahkan olehnya, Amelia mulai sering mendekati nenek Jeni. Memberinya hiburan dengan sering mengajaknya mengobrol. Nenek Jeni sudah tidak lagi merasa kesepian katanya. Di lantai atas ada dapur juga dan dengan mudahnya, ia bisa memasak dan ternyata hasil masakannya cukup enak serta cocok di lidah nenek Jeni. Tak ayal kini Amelia mendapat tugas tambahan, memasak makanan sehat setiap harinya. Amelia juga diberi gaji yang lumayan. Ada sedikit tambahan lagi dan itu membuat Amelia merasa bersyukur bahkan kemudian berjanji akan datang ke tempat praktek dokter Farhan untuk mengucapkan terima kasih karena diberi tahu tentang pekerjaan ini. Di bulan ini, gajinya sudah mendapat nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan pelayan lain di rumah ini. Nenek Jeni memberikan perhatian khusus padanya. Hingga beberapa pelayan merasa iri dan mulai tidak suka padanya. Nenek Jeni tidak mengetahuinya. Hingga beberapa hari kemudian, terdengar umpatan seseorang di dapur saat Amelia tengah mencuci piring. “Enak ya, baru masuk berapa bulan sudah diatur tinggal bersebelahan dan sekarang menguasai dapur, huh! Dunia ini sungguh tidak adil tapi membuatku bingung dengan ketidak adilan ini,” Sementara yang lain memandang sinis ke arahnya. Amelia semula tidak menyadarinya, hingga ketika Rey sedang duduk dan dibentak seorang pelayan, dia langsung mendekatinya dan menanyakan kenapa membentak Rey. "Kamu jangan sok dekat dengan Nyonya, ya? Jangan sok jadi Nyonya di rumah ini, anakmu ini menghalangi aku kerja, ya jelas aku marahi, kalau begini, kamu mau apa? Marah? Huh, silakan!" ujarnya dengan senyum sinis dan menghina. Amelia hanya diam saja, terpaksa mengalah dan menyuruh Rey masuk ke kamar. Dia mengalah bukan karena takut tapi melihat kemarahan pelayan nenek Jeni yang terlihat emosi karena ketidak adilan yang di lihatnya. Padahal itu semua bukan kehendaknya. ** Arkana datang ke rumah nenek Jeni yang ternyata sepi tanpa ada seseorang di kamar bahkan dimanapun. Seorang pelayan memberitahu kalau nenek Jeni diajak pergi pelayan baru yang ingin menguasai nenek dan rumah ini. Arkana sangat terkejut hingga kemudian mengumpulkan beberapa pelayan untuk memberitahu yang terjadi. "Apa yang dikatakan olehnya itu benar?" Arkana memasang wajah tegas sehingga beberapa ada yang takut dan hanya menunduk, sedangkan pelayan yang tidak suka kepada Amelia lantas memberikan keterangan jika semua pelayan merasa tersisihkan dan tak lagi mendapat perhatian dari Nyonya rumah karena dicuci otaknya oleh pelayan baru. Arkana mengerutkan keningnya, seolah heran dengan pengakuan salah seorang pelayan. Lalu, Farhan datang dan menemui Arkana. Dia juga merasa sangat heran bahkan memandangi wajah pelayan pengadu dan memperhatikan setiap ucapannya. "Kamu yakin Amel seperti itu?" tanyanya. Farhan tak habis pikir dengan ucapan pelayan satu itu. Menurutnya, pelayan itu tidak hanya mengadu tapi juga memfitnah. Arkana tidak percaya begitu saja sebelum melihat sendiri pelayan baru itu. Mereka pun menunggunya dan duduk berdua di taman depan rumah sambil mengobrol. "Aku yang merekomendasikan, dia tidak seperti yang dikatakan pelayan tadi, Ar," ucapnya. Arkana mengedikkan bahunya tapi karena cukup lama menunggu akhirnya dia memilih pulang dan masuk ke kantor karena jadwal rapat tengah berlangsung dan dia sudah sangat terlambat. Tinggal Farhan yang disana, ia tak bisa menunggu lama juga hingga akhirnya pulang ke rumah karena ada pasien yang harus ditanganinya di rumah sakit. ** "Ar, kamu belum menengok Nenek?" tanya mamanya. "Arkana sudah kesana, ke rumah nenek tapi nenek malah tidak ada dan kata pelayan sedang pergi," "Pergi? "Ya, pergi bersama pelayan baru itu," jawab Arkana singkat. Tapi, kemudian dia baru ingat kalau ada yang mengadu tentang pelayan baru Ingin diceritakannya pada sang mama tapi rasanya tidak begitu penting mengingat ini pasti karena rasa cemburu mereka pada pelayan baru yang dekat dengan neneknya. "Mah, dengar-dengar, pelayan baru membawa anak ya?" tanyanya penasaran. "Ya, anaknya mirip kamu katanya, hahaha ... ada-ada saja nenekmu itu," ucap mamanya sambil meneguk teh hangatnya. Arkana mengerutkan keningnya lalu berlalu pergi meninggalkan namanya sendirian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD