7. Mencari Pelayan untuk Nenek

1179 Words
Amelia menyambut kedatangan keduanya. Ia melihat keceriaan di wajah Rey yang diantar pulang oleh Farhan. “Mama!” Rey berteriak dengan riang dan memeluknya begitu Amelia berjongkok. Farhan memandang keduanya. Kini ia mulai dekat dengan Amelia dan anaknya. Apalagi Rey juga sering diledek olehnya dan terkadang ikut masuk saat sedang membersihkan tempat prakteknya. Farhan mengenal Amelia karena sering membeli makanan di warung wanita itu. “Dok, kok lama, dimana saja kalian pergi? Aku menunggu sampai bosan,” keluh Amelia. Farhan tersenyum, “Kami cuma pergi ke rumah kerabat ku, disana Rey betah dan sempat tidur siang, lho,” Amelia menatapnya tak percaya, Farhan melihat mata Amelia yang cukup indah, pria itu langsung terdiam dan akhirnya tersenyum sambil menundukkan kepalanya seperti merasa malu. “Wah, beneran nih Rey tidur disana? Maaf ya, Dok. Rey pasti merepotkan mu,” Amelia merasa malu sendiri meski pria yang masih berstatus single itu juga malu karena ia terus menatapnya. Meski dari segi usia, Amelia lebih muda tiga tahun tapi karena memiliki anak jadi seolah yang terlihat tua adalah dirinya. “Rey tidak terlalu nakal, beda denganku, dulu aku sangat badung bahkan mamaku sangat kesal dibuatnya,” ujar Farhan. Amelia tersenyum lalu menyuguhkan minuman hangat untuk Farhan yang langsung diminum karena haus. Sejujurnya, Farhan senang diperlakukan selayaknya tamu oleh Amelia karena ia jadi tahu bagaimana enaknya teh hangat yang dibuat Amelia untuknya. “Dok, mau nggak mencicipi masakanku? Aku membuatnya tadi, lumayan ada tahu di kulkas jadi dimasak seperti ini saja,” Farhan berdecak saat dipanggil Dok lagi oleh Amelia. Sering kali ia mengatakan pada Amelia agar tak memanggilnya dengan sebutan dokter. “Jangan panggil aku Dok, lagi!” protesnya. “Memang kenapa?” “Aku hanya ingin kamu panggil namaku saja, kita bertetangga dan kamu tak perlu sungkan padaku,” katanya. Amelia hanya tersenyum, ia melirik ke arah Farhan yang memintanya dengan sangat serius. “Seserius itu menginginkan aku memanggilmu dengan sebutan lain?” Farhan mengangguk, “Baiklah, Mas Farhan,” ucap Amelia. Setelah mengatakan itu, Amelia memberikan Farhan sebuah piring berisi masakan olahannya. Pria itu tak sungkan dan langsung melahap dengan cepat dan seketika habis dalam sekejap. “Aku buru-buru, mau buka praktek, makasih banyaknya. Masakanmu tetap yang terbaik,” ujarnya. Amelia tersenyum, “Terima kasih juga ya, Mas sudah menjemput Rey jalan-jalan dan mengantarnya kembali,” “Sama-sama, Mel. Aku pergi dulu ya, satu pasien sudah menghubungiku,” “Biar aku bantu buka, ya?” “Eh, nggak perlu! Aku sudah ambil orang untuk jadi asisten, itu orangnya!” tunjuknya dengan cepat. Amelia melihat seorang wanita yang gemuk tengah membersihkan tempat prakteknya. Ia manggut-manggut, Farhan berjalan cepat menuju ke tempat prakteknya dan masuk untuk mulai bekerja. Dulu pekerjaan menjadi asisten dkokter sering ditawarkan padanya, hanya membersihkan dan membuka serta menutup tempat praktek. Tapi karena Rey kerap rewel jadi ia tak mau menerima karena takut merepotkan. ** Arkana sedang minum di sebuah pub, ia merasa kedinginan malam ini. Kehangatan memang ia butuhkan, dengan minum setidaknya ia merasa sedikit terhibur dan merasa hangat. “Arka!” Seseorang memanggil, saat ia menoleh ternyata Roni yang datang. Pria itu berdiri tepat di belakang seorang gadis cantik. Ia belum pernah melihatnya dan merasakan getaran aneh saat kedua mata bersirobok dengan gadis itu. “Ron, pacarmu?” tanyanya. “Bukan,” jawab Roni. “Yang benar?” Roni mengangguk dan memesan satu botol minuman tapi Arkana menolak karena ingin pulang. Ia masih melirik ke arah gadis manis yang berada di depan Roni tadi. “Ar, mau kemana?” “Biasa, buaya menemukan mangsa,” ucap Arkana. Dihampirinya gadis manis itu dan diajaknya berkenalan. Namun setelah beberapa saat gadis itu pergi dan menghilang begitu saja. Arkana merasa sangat kehilangan dan langsung ikut keluar, tak juga ditemukan gadis berparas manis tadi dan ia sempat berkenalan dengannya. Gadis itu memiliki nama Felly. Ia berusaha terus mengingatnya dan masih saja terngiang sampai kemudian memilih pulang dan tidur. Besoknya saat masuk kantor, ia melihat ada satu tumpukan berkas dan belum ditandatangani olehnya. “Kenapa bisa sebanyak ini, Yen?” tanyanya pada sang sekretaris. Yeni menyebutkan banyak kesalahan yang telah dilakukannya termasuk telah bekerja semaunya sendiri dan tidak pernah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Arkana berdecak, masuk kembali ke ruangannya dan menandatangani semua berkas dalam waktu singkat. Ia menggelengkan kepalanya karena merasakan begitu banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan dalam waktu yang sangat singkat. Giri ternyata datang dan menawarkan diri menjadi karyawannya. “Kamu kerja dimana sebelum menganggur begini?” tanya Arkana sambil merokok. “Aku kerja di bagian administrasi di sebuah perusahaan, tapi perusahaan itu bangkrut dan PHK besar-besaran terjadi, aku yang belum siap karena tak memiliki uang saat itu,” Arkana mendengar dan menimbangnya lagi. Sebenarnya tidak ada lowongan untuk temannya ini tapi karena rasa iba akhirnya ia menyuruh Giri menghubungi Farhan agar bisa menanyakan tentang pekerjaan jaga malam yang dibutuhkan Farhan untuk tempat prakteknya. ** Arkana tiba di rumah, neneknya menyambut kedatangannya dengan wajah yang masam. "Nenek kenapa?" Neneknya hanya diam lalu minta dia untuk duduk di taman dan berbicara tentang sebuah pernikahan. Arkana yang bosan diminta menikah muda akhirnya menjanjikan pada neneknya untuk mencarikan orang yang bisa menemani kesehariannya tanpa harus menyuruhnya menikah muda. Ia masih 25 tahun dan belum ingin menikah. Kekasihnya pun tak pernah memaksa dirinya untuk segera menikahinya karena tahu seperti apa wataknya jika dipaksa. "Arka, kalau bisa menemukan orang yang mau tinggal bersama nenek di rumah tua, kamu akan beri nenek hadiah," Arka hanya tersenyum, tanpa diberi imbalan pun dia akan mencarikan tapi belum menemukannya juga. Hanya waktu yang tepat untuk bisa segera menemukannya. "Nenek maunya seperti apa? Biar nanti Arka bantu carikan dengan cepat," "Kalau pacarmu itu kenapa tidak kamu nikahi saja, nenek mau dia yang menemani nenek, Ka," Arkana berdiri sambil berdecak, sementara mamanya memandang dari arah balkon dan tertawa sambil mengejeknya. Ia kehilangan akal dan terpaksa mengiyakan ucapan neneknya agar tak terus menerus merengek minta ia menikah. "Nek, kepala Arkana pusing, bisa kan nanti saja kalau membicarakan masalah pernikahan? Arkana butuh ketenangan saat ini," "Baiklah, suruh Farhan kesini. Nenek akan minta bantuan dia saja," ujarnya. Arkana menatap wajah neneknya yang kecewa dengannya dan menghubungi Farhan agar segera datang ke rumahnya. Farhan juga ternyata sangat dekat dengan nenek Jeni. Ia langsung datang dan menjanjikan seseorang untuk bisa bekerja bersama sang nenek dan tinggal di rumah tua. "Tapi dia punya anak, Nek. Baru satu dan Farhan merasa kasihan karena dia sedang kesulitan hidupnya," ujar Farhan. "Bawa saja kesini, karena nenek mau hidup tenang bersama orang yang mengerti nenek," Arkana mendengarnya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena sudah cukup mual mendengar kata pernikahan. Farhan memang akhirnya benar-benar melakukan perintah sang nenek dan menyuruh Amelia untuk melamar kerja supaya hidupnya lebih terjamin. "Tapi, Mas ... apa aku bisa jadi teman yang baik untuk nenek Mas? Kamu kan belum mengenal aku, takutnya nenek juga nggak mau kalau aku kerja sama beliau," "Kita coba dulu, kamu kalau mau bisa ku antar kesana," ujar Farhan. Farhan memang minta Amelia bekerja saja karena uang kos makin naik dan pendapatan wanita itu makin tak tentu saat ada penjual yang sama membuka kios besar di depannya persis. Amelia menyetujui meski ragu tapi akan dicobanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD