6. Pernah Melihatnya

817 Words
Kening Rey makin panas, sekujur tubuhnya menggigil. Rey mulai demam tinggi dan karenanya Amelia merasa panik. Ia berusaha mencari obat Paracetamol yang selalu disimpannya rapat-rapat di dalam lemari. Tapi, ternyata tak ada juga hingga akhirnya membawanya ke sebuah klinik yang dokternya kebetulan kenal baik dengannya. Dokter Farhan namanya, dia merupakan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya yang kerap memandang dari arah jauh saat Amelia sedang melayani para pembeli dagangannya. Dokter Farhan membuka prakteknya setiap hari Senin, Rabu dan Jumat. Kebetulan hari ini adalah hari Rabu, jadi prakteknya buka dan segera saja ia berjalan cepat ke arah depan. Amelia berjualan tepat di depan klinik tempat dokter Farhan praktek. Secara kebetulan pula Farhan ini selalu membeli makanan yang dijualnya dalam jumlah yang cukup banyak pula. Dokter muda itu juga sering meledek Rey kala baru datang ke tempat praktek. Sering mampir sambil mengajak Rey bermain atau sekedar bercanda bersama. "Dok, Rey sakit demam tinggi, Dok," Dokter muda yang wajahnya lumayan ganteng itu langsung menanganinya dan mengecek keadaan Rey yang masih menangis karena matanya perih. Mata Rey memerah karena demam yang cukup tinggi. Amelia tak tega melihatnya karena suhu tubuhnya yang meninggi. "Dia hanya kelelahan saja. Giginya juga mulai tumbuh, Mel," Farhan selalu menyebut namanya tanpa embel-embel Mbak atau sebutan lainnya untuk orang seperti dirinya yang telah memiliki anak. Kata Farhan usia mereka terpaut sedikit saja. Hanya selisih dua tahun. Farhan malah jauh lebih tua dari dirinya. "Nanti aku buatkan resep agar Rey bisa turun demamnya, jangan panik lagi ya Mel," Farhan menuliskan sebuah resep untuk diberikan padanya sambil terus memandanginya. Wajahnya memang ikut sembab karena kurang tidur dan terus menjaga Rey yang sakit. "Kamu nggak sakit, kan Mel?" "Nggak, Dok," "Syukurlah, jangan ikut sakit, ya. Kasihan Rey kalau mamanya ikut sakit," "Iya, semoga saja aku nggak ikut ambruk," "Jualannya libur dulu saja, nggak apa-apa, kan?" ujarnya lagi sambil menyerahkan resep padanya. Amelia hanya tersenyum dan melihat resep yang diberikan Farhan untuknya. "Kalau libur, siapa nanti yang akan kasih makan aku?" ledek Amelia. "Yang penting Rey sehat lagi, Mel," "Iya, sih, tapi aku memang nggak bisa, Dok kalau harus menutup jualanku satu hari saja," "Yah, gini aja, kamu titipkan Rey padaku, besok aku kan libur praktek," Amelia memandang dengan rasa tak percaya tapi rupanya pria itu bersungguh-sungguh saat mengatakannya. "Jangan banyak berpikir, sudah .. percayakan saja sama aku, mumpung besok aku free dan daripada nggak ngapa-ngapain mending aku jaga Rey," "Ini beneran, Dok?" "CK, sudah aku bilang jangan panggil aku Dok, panggil saja aku Mas, atau ..." "Baik, Mas Farhan, terima kasih, ya sudah mau menjaga Rey untuk sementara besok," ucap Amelia. Farhan tertawa lalu menawarkan dirinya untuk jadi Ayah sambung Rey. Tapi bagi Amelia, celetukan Farhan dianggapnya hanya candaan biasa saja. "Aku serius, Mel," "Aku juga serius, ini," ujar Amelia. mereka duduk berhadapan, Farhan memberinya resep untuk obat demamnya. "Berapa, ya Mas?" tanya Amelia. "Nggak usah, bawa pulang Rey dan tidurkan dia setelah minum obat ini," Amelia menatapnya tak percaya lagi karena kali ini Farhan seperti sedang kesurupan. "Kamu baik-baik saja, kan Mas?" "Kenapa memangnya, Mel?" "Mau jagain Rey, trus ini nggak mau aku bayar, padahal aku baru datang kesini, seharusnya kan ..." "Justru itu aku kaget karena kamu tahu-tahu datang kesini, karena lama kita bertetangga belum pernah kamu datang berobat padaku, padahal kan aku ..." "Mas, makasih lho ya. Uangnya bisa aku pakai buat yang lain, beli roti untuk Rey juga, makasih banyak," ujar Amelia. Ia ingin segera mengakhiri obrolannya tak enak dengan pasien berikutnya. Besoknya memang Rey dijemput oleh Farhan dan bahkan diajak ke rumahnya dengan naik mobil. Farhan benar-benar serius menjemput Rey dan mengatakan padanya untuk mengajak Rey istirahat di rumahnya. Amelia sangat bersyukur karena saat hari ini ada banyak pesanan, Rey juga ada yang menjaganya dan malah dibawa ke rumah pribadi dokter yang baik dan masih sangat muda itu. Kata Lidya dokter Farhan hanya muda di bagian wajah saja, aslinya umurnya lebih tua dari dirinya. Memang ya kalau uang banyak bisa membuat wajah jadi semakin muda. Ia menyadari itu karena kini wajahnya sangat jauh berbeda setelah memiliki satu anak. Namun meski begitu Farhan selalu merayunya dengan sering melontarkan rayuan gombal padanya. Dokter muda itu mana mungkin mau dengan wanita seperti dirinya, jadi ia menganggap rayuan Farhan hanya sebuah lelucon pengisi waktu saja. ** "Han, siapa dia?" tanya Arkana. "Oh, dia anak angkat ku," Arkana mengerutkan keningnya, "Yakin dia anak angkat mu?" Farhan tertawa dan duduk sambil memangku Rey. Anak itu sudah turun demamnya makanya dia bisa mengajaknya pergi ke rumah sepupunya ini. "Dia anak tetangga tempat aku praktek, Ar. Anaknya sedang sakit ini," "Sakit kenapa kamu ajak kesini? Mana ibunya?" "Ibunya sedang berjualan, demamnya sudah reda ini, Alhamdulillah makannya juga banyak," kata Farhan sambil tersenyum pada Rey yang minta kue milik Arkana di atas meja. "Eh, tunggu dulu, aku kok kaya nggak asing sama ini anak, siapa dia ya?" tanya Arkana. "Memangnya kenapa, Ar?" "Aku lupa-lupa ingat, tapi sepintas pernah melihatnya, tapi dimana, ya?" ujar Arkana lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD