Bab 10. Sikap Biantara yang aneh

1203 Words
Kasih mengamati Biantara yang tengah duduk di sampingnya, di kursi kemudi. Kasih merasa aura gelap yang dipancarkan oleh Biantara kini perlahan memudar—bukan berarti aura gelap pria di samping Kasih ini benar-benar hilang. Hanya saja, Biantara terlihat lebih rileks daripada tadi ketika di kantor, ketika pria itu menuduh Kasih yang tidak-tidak. Pada saat itu, aura Biantara tampak agak mengerikan. Selain itu, melihat aura gelap yang Biantara pancarkan, entah mengapa Kasih merasa bahwa pria ini tengah diliputi banyak masalah. Namun, sungguh luar biasa bagi Biantara bisa menahan diri untuk tidak meledak ataupun hancur lebur di tengah entah apa pun masalah yang sedang dihadapinya. Kasihan juga kalau memang benar pria dingin dan galak ini ternyata tengah menyimpan banyak masalah. “Ada apa?” tanya Biantara ketika sadar bahwa Kasih tengah mengamatinya. Kasih masih menatap ke arah Biantara. “Anda aneh tahu,” katanya. “Aneh?” Awalnya Kasih hendak mengungkapkan pendapatnya tentang Biantara dari aura gelap yang pria itu pancarkan. Namun, tentu saja Kasih tidak melakukannya. Bisa-bisa Biantara mengatainya gila. “Iya, aneh,” jawab Kasih. “Tiba-tiba saja Anda mau mengantar saya seperti ini.” “Kamu mengatai saya aneh karena mau mengantar kamu ketemu sama suami orang?” balas Biantara terdengar kesal. “Ngaca. Kamu juga aneh, mau-maunya menggoda suami orang.” Kasih menghela napas dalam seraya membuang pandangan ke jendela di sampingnya. “Saya hanya melihat wajah cantik saya kalau sedang ngaca,” katanya enteng. “Sama sekali nggak ada yang aneh dari saya.” “Ya Tuhan,” gumam Biantara merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Kasih. Biantara melirik ke arah Kasih yang masih mengamati luar jendela. “Kamu saja dengan tak acuh mau menggoda suami orang dengan alasan membantu teman. Apa itu bukan aneh namanya?” “Bukan aneh. Hanya berbaik hati.” “Apanya,” gerutu Biantara. “Ya habis, suami Davina terlalu berengsek. Istri sedang hamil, dia malah enak-enakan main wanita,” kata Kasih dengan kesal. “Kalau tidak ingat jika saya bisa morotin uang pria berengsek itu, beneran akan saya hajar dia sampai babak belur. Kalau perlu, akan saya buat dia masuk ke dalam penjara bagaimanapun caranya.” “Jangan terlalu ikut campur urusan rumah tangga orang,” ucap Biantara pelan. “Karena bagaimanapun juga, mereka sepasang suami istri. Bisa saja setelah kamu kesusahan bantuin Davina ini dan itu, tahunya Davina malah memaafkan suaminya. Kamu hanya akan dapat kesalnya saja, Kinena.” “Memangnya ada orang sebodoh itu? Mau memaafkan orang yang sudah berselingkuh? Apalagi ketika si istri sedang hamil?” ucap Kasih. “Saya rasa bodoh pun pasti ada batasnya, Pak. Davina tidak akan sudi kembali kepada suaminya.” “Ternyata kamu senaif ini,” timpal Biantara melirik Kasih sambil geleng-geleng kepala. “Saya bukan naif. Saya hanya bersikap rasional.” “Naif,” balas Biantara tak acuh dengan ucapan Kasih. Kasih mengabaikan ledekan Biantara itu. Ia memilih membuang pandangan ke arah luar jendela di sampingnya. Sore ini Kasih memiliki janji bertemu dengan Stefan, suami Davina, di restoran yang kemarin mereka datangi. Kali ini, Kasih berniat untuk kembali menguras uang Stefan dengan menemaninya makan dan mengobrol. Kasih akan membuat Stefan tunduk kepadanya hingga rela mengeluarkan semua uangnya untuk Kasih. Dan tentu saja uang itu nantinya pasti akan Kasih berikan kepada Davina. Uang yang semalam Kasih dapatkan dari Stefan pun sudah ia berikan kepada Davina tadi di kantor. “Apa kamu tidak takut jika suami Davina berbuat nekat?” Pertanyaan Biantara itu membuat Kasih menoleh ke arah bosnya. “Nekat?” balasnya. “Bagaimana jika dia melakukan hal yang tidak-tidak kepadamu?” Kasih mengangkat kedua bahunya tak acuh. “Tinggal hajar saja,” ucapnya. “Tinggal hajar?” kata Biantara dengan nada tidak percaya. “Iya lah.” “Memangnya kamu bisa apa, menghajar orang?” “Bisa. Bapak mau coba?” tanya Kasih datar seraya menatap Biantara dengan sorot mata tajam mengintimidasi. Biantara hanya geleng-geleng kepala. Dirinya tidak menyangka ada manusia seaneh Kasih di perusahaannya. *** Setelah mengucapkan terima kasih, Kasih turun dari mobil lalu berjalan menuju pintu masuk restoran. Namun, ketika sadar jika seseorang membuntutinya, Kasih sontak berhenti lalu berbalik. Kini, dilihatnya Biantara berada di belakangnya. Kasih menatap ke arah Biantara dengan tatapan bingung. “Kenapa Pak Bian mengikuti saya?” tanyanya kepada pria itu. “Siapa yang mengikuti kamu? Saya mau makan.” “Di restoran ini?” tanya Kasih lagi menunjuk ke arah restoran tempat Kasih dan Stefan bertemu. “Iya.” “Kenapa harus di sini?” “Ke mana lagi? Orang sudah sampai sini juga,” balas Biantara enteng. “Tapi kan—” “Kasih,” potong suara dari arah pintu restoran. Sontak saja Kasih berbalik untuk menatap ke arah suara berasal. Di depan pintu restoran kini sudah ada sosok Stefan yang tengah tersenyum ke arahnya. Pria berpadan jangkung itu berjalan mendekat ke arah Kasih dengan wajah berseri-seri. “Hai,” sapa Kasih memaksakan senyum kecil ke arah pria itu. Terdengar dengusan napas kasar dari arah belakang Kasih di mana Biantara berada. Setelahnya, Kasih melihat Biantara berjalan melewatinya menuju arah pintu restoran dan masuk ke dalam restoran. “Akhirnya kamu datang,” kata Stefan yang saat ini sudah berada di hadapan Kasih. Tangan Stefan terentang, hendak memeluk tubuh Kasih. “Tentu saja datang,” balas Kasih tersenyum lebih lebar seraya mendorong tubuh Stefan yang mendekat ke arahnya dengan jari telunjuknya, menghentikan Stefan mendekat ke arahnya. “Sebaiknya kita segera masuk ke dalam. Aku amat sangat kelaparan,” ucap Kasih dengan ekspresi wajah memelas. Sontak saja Stefan menganggukkan kepala dengan segera. “Oke,” katanya. “Ayo.” Dengan begitu Kasih berjalan melewati Stefan untuk masuk ke dalam restoran. Seorang pelayan menghampiri Kasih dan Stefan untuk membantu mereka menuju sebuah meja kosong yang berada di dekat jendela. Kasih sempat melihat sosok Biantara duduk di meja yang kemarin pria itu duduki. Ketika Kasih lewat di samping mejanya, Biantara sempat melirik sekilas dengan tatapan tak acuh. Sungguh, Biantara adalah bos yang sangat aneh menurut Kasih. Pria itu terlihat terlalu peduli dengan bawahannya, entah dengan Davina yang takut suaminya selingkuh dengan Kasih ataupun dengan Kasih yang sedang pura-pura merayu suami Davina. Meskipun memang terlihat peduli, tapi entah bagaimana Biantara pun tampak tak terlalu peduli. Seperti saat ini, pria itu memasang wajah dan gesture cuek dengan Kasih yang sedang bersama dengan suami orang. Namun, di saat yang bersamaan pria itu masih di sini seolah sedang menemani Kasih—meskipun alasan Biantara mau makan di sini. Lihat kan? Biantara sangat aneh. Kasih benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran bosnya itu. Ketika sedang sibuk memilih menu makanan, Kasih melihat seorang perempuan cantik berambut hitam melebihi bahu berjalan mendekat ke arah meja Biantara. Biantara pun sontak bangkit berdiri seolah sedang menyambut perempuan itu. Mereka tampak mengobrol sebentar sebelum akhirnya perempuan itu berjalan meninggalkan Biantara menuju meja di mana tiga orang berada. Setelah kepergian perempuan itu dari meja Biantara, mendadak saja Kasih melihat aura yang terpancar dari tubuh Biantara menggelap. Seolah ada awan mendung yang tengah bertengger di atas kepala pria itu. Meskipun saat ini posisi Biantara tengah memunggungi Kasih, tapi, Kasih bisa melihat dengan jelas bahwa perempuan itu membawa efek yang tidak baik pada Biantara. Biantara jadi tampak tidak bersemangat dan merana. Kasih jadi penasaran, siapa perempuan itu hingga membuat Biantara galau seperti ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD