bc

Mantan, Nikah yuk!

book_age18+
9
FOLLOW
1K
READ
one-night stand
independent
CEO
billionairess
sweet
bxg
female lead
office/work place
surrender
roommates
like
intro-logo
Blurb

Indira Putri, tidak menyangka rumah tangga yang ia bina selama sepuluh tahun akan hancur berantakan karena ulah suami dan sahabatnya sendiri. Bagas Satria, suaminya itu berselingkuh dengan Nadiva Kalila, sahabat yang sudah Dira anggap seperti kakaknya sendiri. Dira memilih bercerai ketimbang dimadu, bahkan ia memutuskan angkat kaki dari rumah tanpa membawa apa pun. Malam itu, tanpa sengaja Dira justru mengalami kecelakaan ketika hendak menyelamatkan seekor kucing. Sadewa Rahardian, mendapati seorang wanita sengaja berlari ke tengah jalan saat mobilnya melaju kencang, wanita itu ternyata Dira, mantan kekasihnya waktu SMA. Cinta yang belum usai, seketika tumbuh kembali, memacunya untuk meraih kembali cinta Dira, terlebih setelah mengetahui status Dira yang janda. Kehadiran Dewa di hidup Dira, membangkitkan banyak memori masa muda, membuatnya kembali mendapatkan semangat hidup dan bertekad mewujudkan semua keinginan yang belum tercapai. Berkat Dewa juga, Dira mampu mengobati sakit hatinya dan perlahan move on, meski ia masih belum berani membuka hati untuk Dewa. Sementara Dewa terus gigih, mencoba berbagai cara untuk meluluhkan hati Dira agar mau menerima lamarannya. Lantas, akankah Dira luluh dan mau menerima lamaran Dewa, di saat yang bersamaan sang mantan suami datang kembali memohon kesempatan kedua padanya?

chap-preview
Free preview
Prolog
Secangkir kopi yang sudah dingin, nyatanya tidak mampu mendinginkan hati dan kepala Dira yang seakan mendidih dan akan meledak. Namun, ego dan harga diri yang harus dijaga, berhasil membuatnya tampak tenang dengan bibirnya yang membisu dan tatapan tegas menghunus lawan bicaranya. Di hadapan Dira, duduk dua orang yang tampak tidak sungkan menunjukkan kedekatannya. Dua orang itu suami dan sahabatnya sendiri, mas Bagas dan Diva. Lucu sekali memang, bisa-bisanya suaminya sendiri malah duduk menempel dengan sahabatnya, seolah mereka berdualah pasangan suami istrinya, bukan Dira dan mas Bagas. Tapi, bukankah mereka memang pasangan? Pasangan selingkuh! "Maaf." Kata maaf terucap dari bibir mas Bagas, tapi tidak serta merta mampu memadamkan api yang berkobar membakar seluruh perasaan cinta Dira untuknya. "Tapi keputusan aku sudah bulat, Dira. Aku tetap akan bertanggung jawab atas kehamilan Diva." Apakah harus diperjelas? Dira meremas pahanya, mencengkeram lebih erat celana kulot yang dikenakan. Mati-matian meredam amarah yang seakan mau meledak dan juga rasa sakit hati usai mendengar pengakuan dosa suami dan sahabatnya sendiri. Bisa-bisanya kedua manusia tidak tahu diri itu bermain gila di belakang Dira. Indira Putri, tidak pernah menyangka rumah tangga yang ia bina selama sepuluh tahun berakhir hancur di tangan suami dan sahabatnya sendiri. Bagas Satria, laki-laki yang selama sepuluh tahun ini selalu Dira sebut dalam setiap do'a dan ia kagumi kepribadiannya, tidak lebih dari seonggok sampah menjijikkan. Suami yang berjanji akan sehidup semati dengannya, berjanji akan selalu setia, nyatanya malah berkhianat dan tega membagi cintanya dengan wanita lain. Wanita itu Nadiva Kalila, wanita sialan yang diberi hati malah mengeruk jantung. Sahabat Dira yang sudah Dira anggap sebagai kakaknya sendiri, dengan tega bermain api dengan suaminya. Bahkan kini Diva tengah mengandung benih dari suaminya. Sungguh sialan! Dira tidak henti-hentinya mengumpat, merutuki takdir pahit yang menimpanya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa suami yang dinikahinya selama sepuluh tahun bisa menghamili sahabatnya sendiri dalam hitungan bulan. Sementara dia gagal membuat Dira hamil selama bertahun-tahun ini. "Aku akan menikahi Diva secepatnya, aku harap kamu bisa menerimanya. Bagaimanapun, kamu juga kelak akan jadi ibu dari anak yang dikandung Div—" Decihan sinis Dira menginterupsi Bagas yang seketika terdiam. Setelah beberapa saat membiarkan Bagas terus menjejalinya dengan fakta-fakta mengerikan, akhirnya Dira merespon setelah sebelumnya hanya diam membisu menahan kemarahan dan respon pertamanya ialah decihan sinis disusul tawa sinis meremehkan. Seolah-olah ia sedang menertawakan omong kosong yang baru saja mas Bagas ucapkan. "Ibu?" Senyum Dira menyiratkan kemuakkan, tergambar jelas di raut wajahnya bagaimana ia memandang jijik kedua manusia di hadapannya. "Apa kamu pikir aku mau jadi ibu dari anak haram kamu, Mas?" "Jaga ucapan kamu, Dira?" Tidak terima jabang bayi yang dikandungnya disebut anak haram, Diva langsung bereaksi. Hal tersebut membuat Dira semakin mengumbar senyum sinisnya, menatap Diva dengan tatapan merendahkan. "Apa aku salah? Bukannya yang aku bilang memang kebenarannya, 'kan? Anak kalian, anak haram!" Dira tidak segan berucap frontal untuk membuat Diva terdiam. "Bisa-bisanya kamu mengulang kesalahan ibumu." "Cukup Dira!" Diva tersulut emosi, tidak terima karena Dira menyinggung perihal asal-usulnya yang sama-sama anak haram hasil perselingkuhan. "Memangnya kamu tahu apa?" Diva yang tidak tahu diri, berlagak seolah korban padahal ialah pelaku utamanya. "Kenapa? Kamu iri? Karena aku bisa hamil anak Mas Bagas, sementara kamu tidak? Harusnya kamu berkaca, Dira. Seandainya kamu tidak memiliki kekurangan, Mas Bagas nggak akan lari kepadaku!" Dira semakin erat meremas pahanya, sengaja menancapkan kukunya, berharap rasa sakit di pahanya mampu mengalihkan rasa sakit hatinya karena ucapan Diva barusan. Dira berusaha tetap tenang, tersenyum lebih sinis dan menatap penuh kejijikan pada Diva. "Lantas, kamu merasa bangga, Nadiva Kalila?" Jelas tanggapan Dira berhasil membuat Diva tertohok, begitupun mas Bagas yang memilih diam tanpa berniat menengahi perseteruan keduanya. "Kamu merasa sudah jadi pemenangnya?" Dira mengaduk kopi yang sudah dingin, dengan elegan meminumnya. Kopi manis itu terasa hambar di mulutnya, walau tidak sepahit rumah tangganya. Kemudian ia kembali melanjutkan ucapannya, sembari meletakkan cangkir kopi ke atas piring kecil. "Ya, memang, kamu sudah jadi pemenangnya, Nadiva Kalila. Kamu menang, walau sayangnya tropi yang kamu rebut, adalah tropi yang niatnya mau aku buang." Mendengar ucapan Dira, jelas mas Bagas merasa begitu tertohok. Tidak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya, kalau Dira akan bereaksi sejauh ini. Ia pikir, Dira akan menerima dengan lapang dada pengakuannya dan mau dimadu. Namun, di luar dugaan, ternyata Dira malah membuangnya. "Apa maksud kamu, Dira?" Mas Bagas menuntut penjelasan atas ucapan Dira barusan. Dira menatap suaminya, tidak ada lagi tatapan penuh cinta di matanya, hanya tersisa kekecewaan dan kebencian yang menyala dari sorot mata yang tampak rapuh itu. "Maaf Mas, sebenernya aku masih ingin mengulur waktu. Tapi berhubung kamu sudah membuat pengakuan lebih dulu, sepertinya aku pun harus mengakuinya sekarang." Mas Bagas mengernyit, tampak jelas kebingungan di raut wajahnya. "Pengakuan? Pengakuan apa? Jangan bilang kamu ...?" "Tentu saja tidak," sahut Dira, tahu ke mana arah pikiran suaminya. "Aku tidak berselingkuh seperti yang kamu lakukan, aku tidak semenjijikkan itu, Mas. Tapi aku memang berniat untuk bercerai dari kamu, karena sepertinya aku sudah nggak cinta lagi sama kamu. Apalagi kamu gagal bikin aku hamil setelah pernikahan kita sepuluh tahun, bukankah aku juga berhak dapat laki-laki yang perkasa, Mas? Laki-laki yang bisa memberikanku kepuasan dan membuatku hamil?" Ucapan Dira benar-benar di luar perkiraan, baik mas Bagas maupun Diva tidak menyangka kalau Dira akan berucap seperti itu. Mereka pikir, Dira akan menangis dan meraung-raung setelah mendengar pengakuan keduanya. Namun, lihatlah, Dira justru terlihat baik-baik saja, seolah ia memang sudah menyiapkan momen ini. "Perempuan binal!" Diva tidak tahan melihat Dira yang tampak tegar, membuatnya semakin tersulut emosi dan langsung mengeluarkan komentar pedasnya. "Mas Bagas terlalu baik buat perempuan macam kamu, Dira!" Dira tertawa mendengar ucapan Diva, lalu menanggapinya dengan santai. "Lalu perempuan macam apa yang cocok buat Mas Bagas? Perempuan kayak kamu?" Dira tidak tahan lagi, menghela napas muak. "Ya, ya, kalian memang cocok, kalian pasangan yang serasi, sama-sama menjijikkan!" "Dira cukup!" Mas Bagas pun geram, membentak Dira dan Diva tampak puas melihatnya. "Santai saja Mas. Harusnya kamu tidak perlu bereaksi begitu, toh yang aku bilang memang kenyataannya." Dira menguap, sudah malas meladeni keduanya. "Udah malam, kalian masih ada yang mau dibicarakan lagi? Kalau tidak, aku mau tidur." Dira beranjak dari tempat duduknya, berniat meninggalkan meja makan. Namun, mas Bagas sontak meraih tangannya, menahannya untuk tidak pergi. "Apa lagi Mas?" Dira menoleh, menatap muak suaminya. "Ah, kamu menunggu jawabanku? Jawabanku cuma satu Mas, aku nggak mau dimadu. Kalau kamu tetap mau menikahi Diva, silakan. Tapi selesaikan dulu urusanmu denganku, ceraikan aku, setelah itu kalian bebas mau berbuat sesuka hati kalian. Aku juga memang sudah lama ingin bercerai darimu." Bohong! Ya, Dira terpaksa berbohong dan mengarang cerita, demi menyelamatkan harga dirinya. "Dira, tapi aku nggak mau bercerai." Mas Bagas yang egois. "Mas!" Tentu saja Diva tidak terima, bukan seperti ini yang dia mau. Sama halnya seperti Dira, Diva juga tidak mau jadi madu, dia mau jadi satu-satunya. "Kamu bilang kamu mau menceraikan Dira kalau aku hamil!" Dira langsung menghempas tangan mas Bagas dari pergelangan tangannya. "Jadi alasan kamu selingkuh, karena aku belum bisa kasih kamu keturunan Mas?" "Dira, aku—" Mas Bagas berniat menjelaskan, tapi Diva lebih dulu nyerocos. "Iya, karena kamu mandul, Dira. Makanya mas Bagas berniat menikahi aku, karena aku bisa hamil. Dan asal kamu tahu, kedua orangtua mas Bagas juga sudah tahu, mereka setuju, bahkan mereka bilang lebih baik aku yang jadi istri satu-satunya mas Bagas, karena aku yang bisa kasih keturunan—" "Diva cukup!" Mas Bagas menatap tajam Diva, lalu beralih cepat pada Dira yang terdiam. Ia kembali meraih tangan Dira. "Dira, bukan begitu, aku–" "Makasih Mas," potong Dira, melepaskan cekalan tangan mas Bagas dari lengannya. "Makasih karena kamu sudah menunjukkan padaku, bahwa laki-laki seperti dirimu memang tidak layak untuk aku pertahankan dan sepertinya memang sebaiknya kita bercerai saja." "Enggak Dira, aku nggak mau cerai!" Mas Bagas bersikeras. "Tapi aku nggak mau dimadu Mas, aku juga nggak bisa melanjutkan pernikahan kita yang sudah banyak cacatnya." Dira sudah final dengan keputusannya, memilih bercerai dari pada harus dimadu. "Oh ya, sebenarnya malam ini aku mau kasih tahu kamu soal hasil pemeriksaan kita. Kayaknya kamu perlu lihat." Dira mengambil amplop panjang putih dari saku celananya dan meletakkannya di meja. "Semoga anak itu benar anak kamu, Mas," ucap Dira sebelum meninggalkan keduanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.5K
bc

BELENGGU

read
64.5K
bc

After That Night

read
8.4K
bc

The CEO's Little Wife

read
627.0K
bc

Revenge

read
15.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.4K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook